Jilid 3

5.6K 58 0
                                    

Ada orang tua yang menasihati anak-anaknya agar sekarang bersusah payah dahulu dan bersenang-senang kemudian? Apa maksudnya ini? Apakah anak kita harus sengsara dulu sekarang ini dan dengan ber­susah payah, bersengsara sekarang ini lalu kelak akan senang dan bahagia? Betapa malangnya anak yang disuruh begitu. Mungkin dia menurut, lalu bersusah payah setengah mati sampai dewasa, kemudian oleh suatu sebab dia mati. Dengan demikian berarti bah­wa sejak kanak-kanak sampai matinya, hidupnya ha­nya diisi oleh jerih payah dan susah payah, tak per­nah diberi kesempatan untuk bersenang atau bersu­ka! Orang tua yang bijaksana dan benar-benar mencinta anak-anaknya akan memberi kebebasan kepada mereka, membiarkan mereka tumbuh subur, hanya tinggal memupuk dan mungkin meluruskan kalau tumbuhnya bengkok, akan tetapi memberi kesempatan seluas-luasnya kepada mereka untuk berbahagia. 

SEKARANG! Bukan besok atau kelak kalau sudah tua. Bukan berarti lalu membiarkan mereka bebas semau gue, gila-gilaan, atau bukan berarti lalu acuh terhadap mereka. Sama sekali tidak. Cinta kasih me­nimbulkan perhatian yang serius, namun tidak meng­ikat, tidak membelenggu. Kebahagiaan tak mungkin didapat tanpa kebebasan!

Dalam keadaan gembira dan merasa bahagia kare­na tidak ada kotoran yang mengeruhkan batinnya, pikirannya kosong sehingga dapat menerima segala keindahan yang terbentang di depan matanya, segala suara yang tertangkap oleh telinganya dan segala ke­haruman tanah dan tumbuh-tumbuhan yang tercium oleh hidungnya, Bi Lan melanjutkan perjalanannya menuju ke Tai-hang-san, perjalanan yang jauh melalui pegunungan, hutan-hutan dan banyak kota dan dusun.

***

Dusun Hong-cun merupakan sebuah dusun yang makmur di luar kota Cin-an. Kemakmurannya, berbe­da dengan dusun-dusun lain yang tanahnya gersang, adalah karena letaknya di lembah Huang-ho. Me­mang, setahun sekali hampir selalu daerah ini mengalami banjir dari luapan air Sungai Huang-ho. Akan tetapi pada musim-musim lainnya, tanah di situ amat suburnya dan menghasilkan panen yang cukup bagi penduduknya.

Ada sebuah rumah besar sederhana yang dikenal bukan hanya oleh seluruh penduduk dusun Hong-cun, bahkan dikenal oleh semua orang di kota Cin-an. Rumah ini adalah rumah keluarga Suma Ceng Liong! Para pembaca tentu belum lupa akan nama ini. Su­ma Ceng Liong. Baru melihat nama marganya saja, orang akan dapat menduga bahwa ini adalah keturun­an keluarga para pendekar Pulau Es.

Suma Ceng Liong adalah putera dari mendiang Suma Kian Bu. Dia cucu langsung dari Pendekar Su­per Sakti Suma Han dan Puteri Nirahai, jadi masih ada darah bangsawan dari neneknya. Namun, seperti semua keturunan para pendekar Pulau Es, tidak ada seorangpun yang menonjolkan keturunan bangsawan ini dan Suma Ceng Liong juga hidup sebagai petani biasa saja di dusun Hong-cun. Sebagai cucu Pende­kar Super Sakti, Suma Ceng Liong mewarisi ilmu-il­mu kesaktian dari Pulau Es, bahkan ia pernah digem­bleng selama bertahun-tahun oleh seorang Raja Iblis, yaitu Hek-i Mo-ong. Oleh karena itu, dapat diba­yangkan betapa lihainya pendekar yang kini sudah berusia tigapuluh dua tahun itu.

Seperti kita ketahui, kurang lebih tigabelas tahun yang lalu Suma Ceng Liong menikah dengan seorang gadis pujaan hatinya yang bernama Kam Bi Enq. Is­terinya inipun, yang usianya sama dengan dia, bukan orang sembarangan. Ia puteri pendekar sakti Kam Hong yang terkenal pula dengan julukannya Suling Emas. Sebagai puteri pendekar sakti, tentu saja Kam Bi Eng ini juga merupakan seorang pendekar wanita gemblengan yang sukar dicari tandingannya.

Setelah setahun menikah, suami isteri ini mempunyai seorang anak perempuan yang mereka beri nama Lian, lengkapnya Suma Lian. Lian berarti bu­nga teratai dan nama ini diberikan karena ketika me­ngandung, ibunya bermimpi menerima setangkai bunga teratai dari seorang bidadari yang dapat terbang dan bersayap! Pada waktu itu, Suma Lian telah berusia duabelas tahun, seorang gadis cilik yang mungil, akan tetapi ia mewarisi watak ayah ibunya yang lin­cah, jenaka, nakal dan juga galak! Akan tetapi di ba­lik watak yang kadang-kadang suka mempermainkan dan menggoda lain orang itu terdapat suatu sifat keg­agahan yang diwarisi pula dari ayah ibunya. Biar pun baru berusia duabelas tahun, Suma Lian akan dapat mencak-mencak saking marahnya dan akan berubah menjadi harimau betina kalau ia melihat ketidakadilan terjadi. Dan ia mudah menaruh hati iba kepada sesama hidup yang menderita. Ibunya pernah marah-marah karena ketika masih kecil, baru berusia delapan tahun, Suma Lian pernah mencuri gandum dan beras dari gudang dan membagi-bagikannya kep­ada orang-orang miskin. Padahal yang diambilnya itu adalah simpanan keluarga mereka sendiri. Untuk menolong orang-orang miskin, ia bahkan berani menc­uri gandum keluarga sendiri. Nakal memang, akan tetapi dasarnya adalah karena ia merasa iba melihat mereka yang menderita dan ia berani mengorbankan diri dimaki-maki ibunya demi kebahagiaan orang-orang lain.

Serial Bu Kek Siansu (Manusia Setengah Dewa) - Asmaraman S. Kho Ping HooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang