BUKU 8. SEPASANG PEDANG IBLIS VII (TAMAT)

5.8K 59 8
                                    

  Akan tetapi, siapa tahu? Di dalam dunia kaum sesat, bukan hanya laki-laki muda yang menjadi jai-hwa-cat (penjahat peme­tik bunga atau pemerkosa), bahkan banyak pula kakek-kakek yang suka mem­perkosa wanita muda! Maka dia segera mendekam di atas genteng dan mengintai sambil mendengarkan. Siapa tahu kakek itu seorang penjahat besar yang berpakai­an sastrawan. Buktinya berada di dalam pondok bersama seorang dara cantik, berdua saja!

"Kim Bwee, kenapa kau sering kali menyusul aku ke sini? Bukankah kau lebih senang di kota raja! Tempat ini sepi sekali dan aku tidak mempunyai apa-apa di sini."

"Mengapa Kong-kong meninggalkan ka­mi dan tinggal di tempat sepi ini? Sejak kecil Kong-kong mendidikku dengan ilmu silat dan ilmu sastera, setelah Kong-kong (Kakek) pergi, tidak ada lagi yang me­ngajarku. Maka aku minta ijin Ayah dan Ibu untuk tinggal bersama Kakek di sini selama satu bulan."

Kakek itu mengelus jenggotnya yang putih dan panjang. Dia berusia enam pu­luh lebih, berwajah terang dan ramah, gerak-geriknya halus. "Aneh sekali kau, Kim Bwee. Semua gadis seperti engkau tentu lebih suka tinggal di kota. Pula, semua sudah kuajarkan kepadamu, apalagi dapat kuajarkan sekarang?"

"Sajak-sajak itu, Kong-kong! Sajak buatan Kong-kong membuat aku rindu kepadamu. Aku ingin selama sebulan ini Kong-kong membuatkan sajak-sajak un­tukku!"

"Hemm, engkau sendiri pandai mem­buat sajak yang jauh lebih indah daripada buatanku. Engkau tentu tahu bahwa sajak dibuat orang menurut getaran perasaan masing-masing, tentu saja untuk menu­angkan perasaan itu ke dalam huruf-huruf harus ada kepandaian menguasai seni mengatur kata-kata itu, barulah akan tercipta sajak yang indah. Perasaanmu sebagai wanita jauh lebih halus daripada aku, karenanya engkau lebih pandai membuat sajak yang menyentuh rasa."

"Ahh, Kong-kong terlalu memuji! Aku senang sekali membaca sajak-sajak Kong-kong yang selalu mengandung kekuatan yang dahsyat dalam menuangkan sesuatu, seolah-olah gerakan pedang tajam yang mengupas segala sesuatu sehingga tidak hanya tampak kulitnya saja melainkan tampak isinya yang paling dalam!"

"Itu adalah hasil dari pandangan sese­orang akan sesuatu yang dilihatnya...."

"Pandangan Kong-kong itulah yang hebat, seolah-olah Kong-kong dapat meli­hat sampai tembus segala sesuatu. Bagai­manakah caranya agar dapat memiliki pandangan seperti itu, Kong-kong?"

"Hanya dengan membebaskan pandang­an itu sendiri, cucuku yang baik. Biasa­nya, kita memandang sesuatu, baik itu benda mati mau pun hidup, binatang mau pun manusia, dengan pandangan yang tidak bebas sama sekali. Kita memandang sesuatu biasanya melalui tabir yang beru­pa prasangka, penilaian, kesimpulan se­hingga pandangan kita menjadi suram, bahkan menjadi palsu karena yang kita pandang bukanlah apa yang ada melainkan tafsiran-tafsiran dari apa yang ada itu. Pandangan kita menjadi dangkal, jangankan menangkap isinya, bahkan menangkap kulitnya saja pun masih belum lengkap."

Dengan gerakan lucu dara itu mem­belalakkan matanya dan berkata manja, "Aihhh! Aku menjadi bingung, Kong-kong! Coba jelaskan lagi, aku tadi tidak me­ngerti apa yang Kong-kong maksudkan. Apakah cara memandang saja pun ada ilmunya?"

Kakek itu tertawa. "Bukan ilmu, ka­takanlah seni! Seni memandang memang ada, dan juga seni mendengar. Hidup kita ini seluruhnya dipengaruhi oleh keduanya itu, maka sudah sepatutnya kalau kita mengenal akan seni memandang dan seni mendengar ini, yang tak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya."

"Wah, terdengarnya aneh dan lucu, Kong-kong. Masa untuk memandang dan mendengar saja harus ada seninya? Setiap orang bisa memandang atau mendengar, asalkan dia tidak buta dan tidak tuli."

"Ha-ha-ha, benarkah demikian? Kurasa tidak begitu, cucuku. Di dunia itu lebih banyak orang buta dan tuli, sungguhpun mata dan telinganya tidak rusak. Bahkan sesungguhnya, sudah tidak ada lagi yang disebut memandang atau mendengar sesuatu seperti apa adanya. Yang kita pandang dan dengar adalah bayangan pi­kiran kita, dan bayangan pikiran kita itu tentu saja sama sekali bukan hal yang sesungguhnya, bukan apa adanya."

Serial Bu Kek Siansu (Manusia Setengah Dewa) - Asmaraman S. Kho Ping HooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang