Jilid 7

3.8K 54 3
                                    

Adapun penyambut tamu wanita di­lakukan oleh serombongan penyambut wanita yang dikepalai oleh seorang gadis yang cantik dan kelihatan gagah perkasa dengan gerak-gerik gesit sekali. 

Gadis itu bertubuh langsing padat rambutnya di­bungkus saputangan lebar berwarna me­rah, pakaiannya dari sutera halus akan tetapi ada keanehan pada pakaian gadis cantik ini. 

Potongan bajunya biasa saja, akan tetapi warna lengan bajunya ber­beda, yang kiri hitam yang kanan putih! Juga sepasang sepatunya berlainan warna, satu hitam dan satu putih. Benar-benar warna pakaian yang aneh sekali, dan yang mengherankan orang, warna berlawanan ini sama sekali tidak mendatang­kan pemandangan janggal, malah me­nambah keluwesan gadis itu! 

Memang betul kata orang bahwa wanita cantik memakai apa pun juga tetap tampak cantik menarik. Pada pinggang yang kecil ramping itu terlibat tali hitam kecil yang aneh bentuknya, dan di kanan kiri pinggang, pada ujung tali-tali itu, tergantung dua butir bola baja berkembang totol-totol. Sepintas pandang orang akan menyangka bahwa yang berbelit-belit pada pinggang itu tentulah sebatang ikat pinggang atau hiasan yang aneh. Padahal sebetulnya bukan demikian. Benda itu adalah senjata ampuh dari Si Gadis ma­nis merupakan sepasang cambuk lemas yang ujungnya terdapat bola-bola itu. Dan kalau Si Gadis manis sudah mainkan senjata sepasang ini, jarang ia menemui lawan karena dia bukan lain adalah Liu Hwee, puteri tunggal ketua Beng-kauw!

Banyak sudah tamu-tamu yang datang biarpun pesta itu baru akan dimulai tiga hari kemudian. Setiap orang tamu tentu membawa barang sumbangan berupa tan­da mata yang serba indah. Harus dike­tahui bahwa para undangan itu merupa­kan tokoh-tokoh besar, malah semua kerajaan di seluruh negara mengirim sumbangan berupa barang-barang indah yang mahal harganya dan jarang ter­dapat. Semua barang sumbangan ini di­kumpulkan dalam sebuah ruangan ter­sendiri, sehingga bagi para tamu, melihat-lihat barang sumbangan ini saja sudah merupakan kesenangan tersendiri.

Kerajaan Sung di utara yang diwakili oleh seorang panglima tua menyumbang sepeti penuh emas permata. Petinya saja terbuat daripada kayu cendana yang diukir indah, ukiran gambar naga dan bu­rung dewata! Kepala suku bangsa Khitan mengirim sumbangan berupa bulu biruang yang hanya hidup di kutub utara, dibawa oleh seorang pembesar tinggi bangsa Khitan. Tentu saja Hek-giam-lo mengawal utusan ini, hanya saja tokoh hitam ini belum menampakkan diri, agak­nya segan ia bertemu dengan orang ba­nyak dan menjadi tontonan! Kerajaan Wu-yue di pantai mengirim bingkisan be­rupa mutiara-mutiara laut yang amat indah dan besar-besar, sedangkan Kerajaan Hou-han yang diam-diam mencoba untuk mengadakan persekutuan rahasia dengan Nan-cao guna bersama menentang Sung Utara, mengirim sebuah kendaraan dari emas untuk ketua Beng-kauw! Se­perti halnya dengan Kerajaan Khitan, kerajaan-kerajaan lain ini juga diam-diam diperkuat dengan jagoan masing-masing. Wu-yue dikawal oleh It-gan Kai-ong se­dangkan Kerajaan Hou-han tentu saja diam-diam dikawal oleh Siang-mou Sin-ni.

Banyak juga di antara para tamu yang membawa hadiah atau sumbangan yang kecil bentuknya dan tidak banyak jumlahnya, menanti sampai hari pesta tiba agar dapat menyerahkan bingkisan di depan Beng-kauwcu (Ketua Beng-kauw) sendiri sambil mengucapkan selamat. Di antara mereka ini termasuk Lui-kong-sian Suma Boan, putera pangeran dari kota An-sui itu. Biarpun ia termasuk seorang tokoh, seorang putera pangeran Kerajaan Sung Utara, namun ia tidak mewakili kaisar, melainkan datang atas namanya sendiri. Suma Boan seorang tokoh yang populer, banyak hubungannya, maka ia pun kebagian undangan dari Beng-kauw. Di samping Suma Boan, ba­nyak pula tokoh-tokoh besar yang karena miskin, maka mereka ini pun membawa sumbangan "kecil" sehingga belum pula mereka serahkan, menanti saat muncul­nya Beng-kauwcu sendiri.

Seperti dapat kita ketahui dari per­temuan yang lalu, di antara para tokoh besar persilatan terdapat pertentangan-pertentangan, bukan hanya karena urusan pribadi melainkan juga karena urusan kerajaan yang mereka bela. 

Akan tetapi sebagai tamu daripada Beng-kauw, mere­ka ini diperlakukan sama rata dan me­reka pun menghormati Beng-kauw dan Kerajaan Nan-cao, maka tidak ada yang memperlihatkan sikap bermusuhan secara berterang satu kepada yang lain agar tidak menjadi pengacau dalam perayaan di negara orang lain.

Serial Bu Kek Siansu (Manusia Setengah Dewa) - Asmaraman S. Kho Ping HooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang