Sembilanbelas

103K 5.9K 154
                                    

Hana tengah duduk di samping ranjang rumah sakit sambil memegangi tangan Kemal. Sampai sekarang, Hana masih belum bisa memberhentikan air matanya. Zahra ada di samping Hana, dengan lembut Zahra mengusap lengan Hana.

Vero duduk di sofa. Sesekali air matanya lolos keluar dari kelopak matanya. Tiba-tiba Vero teringat Vella. Ayahnya juga papanya Vella.

Vero lalu menghampiri Hana, "Bunda, Vero kasih tau Vella ya?"

Hana yang mengerti hanya mengangguk pelan, sedangkan Zahra yang tak mengerti apa-apa hanya diam.

Vero lalu keluar kamar dan mengeluarkan ponselnya dari saku celana jeansnya.

Dia memang udah memblokir dan menghapus kontak Vella. Tapi, dia ingat, waktu itu dia minta nomor Vella lagi ke Tasya, ketika bundanya ingin menjelaskan yang sebenarnya ke Vella, tetapi Vella belum mau mendengarkan penjelasan itu. Vero lalu menelpon Vella dan menempelkan ponsel itu ke telinga kanannya.

Di tempat lain, Vella tengah menunggu angkutan umum di halte dekat sekolahnya. Tiba-tiba ponselnya berdering. Di lihatnya, tertera nama 'Vero Ganteng' disitu. Vella tersenyum lalu mengangkat telepon itu.

"Hallo, Vel"

Kok suara Vero kayak abis nangis gitu? Batinnya bingung.

"Iya?"

"Gue mau ngasih tau sesuatu,"

"Apa?"

"Bokap lo yang notabenenya bokap gue juga, sakit Vel. Sekarang di rawat di rumah sakit yang ada di London."

Vella terdiam sebentar. Dia bingung, dia harus apa? Dia udah terlanjur sakit hati. Tapi, dia juga gak mau papanya sakit.

"Sakit apa?"

Terdengar dari sini, kalau Vero sedang menarik napas lalu membuangnya lagi, "Sakit kanker otak stadium akhir dan sekarang lagi koma."

"L-lo serius?"

"Iya,"

Tanpa sadar, air mata Vella menetes. Dia emang sakit hati, malah hampir benci dengan papanya. Tapi, dia juga baru bertemu sekali dengan papa kandungnya. Dan sekarang papanya mengidap penyakit mematikan.

Walau papanya telah membuat salah di masa lalu. Sebagai anak, Vella turut bersedih, bagaimana pun Kemal adalah papa kandungnya.

"Hallo-hallo, Vel."

"I-iya, Ver." Vella mengelap air mata yang membasahi pipinya.

"Gue harap ketika bokap udah balik ke Jakarta, lo mau dengerin penjelasan bokap."

Vella menarik napasnya secara rileks lalu membuangnya, "Oke."

Sambungan di matikan sepihak oleh Vero.

***

Walau Vella sempat menangis, namun di hati masih tersirat rasa sakit hati. Vella bersikap tidak terlalu peduli. Dia ingin mendengar dulu penjelasan ayahnya.

Vella tengah duduk di atas ranjangnya sambil membaca novel miliknya. Tiba-tiba Tasya datang sambil membawa snack di tangannya.

"Sya,"

"Iya?"

"Ada om sama tante gak?"

Tasya mengangguk, "Ada tuh, baru aja pulang."

"Sekarang lagi dimana?"

Bendahara & Ketua Kelas [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang