Tigapuluh Empat

96.1K 5.8K 516
                                    

"Vella mana?" tanya Tasya kepada Arka yang duduk di belakangnya.

Arka mengangkat bahu. "Gak liat, bukannya masih di UKS?"

Tasya bernapas lega. "Oiya gue lupa. Gue kira dia dimana."

Tak lama, bu Elis masuk ke dalam kelas dan pembelajaran pun akan dimulai.

"Vella mana?" tanya bu Elis saat melihat bangku Vella kosong.

Siswa-siswi yang lain hanya berbisik-bisik.

"Mungkin dia bolos kali ya."

"Emang murid kurang ajar."

Gumam-an murid yang lain sampai terdengar bu Elis. Bu Elis hanya menggelengkan kepalanya, ia yakin jika itu tidak benar.

"Kayaknya masih di UKS deh, bu." sahut Arka.

Bu Elis hanya manggut-manggut mengerti dan membuka buku paket bahasa Inggris. Pembelajaran pun dimulai hingga dua jam kedepan.

Tadi, dia lukanya parah gak ya?
Apa iya seseparah itu?
Kok lo gak tolongin dia sih?
Kok lo malah tambah sengsarain dia sih?
Kok lo tolol banget sih sering nyakitin Vella dengan kata-kata pedes lo!

Pikiran Vero kali ini kacau. Otaknya memikirkan Vella, Vella dan Vella. Ntah kenapa, ia jadi begini. Padahal ia berusaha untuk menjauh dari Vella.

Tiba-tiba perkataan Luna terlintas di otak Vero. Kata abang Rio, bang Vero suka sama kak Vella. Kok gak belain kak Vella? Kok gak marahin kakak itu?

Vero mengusap kasar kepalanya dan menjatuhkan kepala ke atas meja. Sakit sih, tapi tidak sebanding dengan rasa sakit di pikirannya kini, kata-kata itu terus terngiang-ngiang dipikiran Vero.

Di lain tempat, Vella menangis sesegukkan sambil menenggelamkan kepala dalam-dalam.

Tuhan, tolongin Vella. Mama, papa Vella takut. Disini Vella sendiri, Vella takut.

Keberuntungan tak berpihak padanya, karena upacara, ponselnya ia taruh di tas, jadi sekarang ia tidak bisa memberitahu siapa pun.

Posisi gudang belakang dengan gedung sekolah lumayan, kira-kira 40-50 meter, tidak terlalu jauh, namun jarang siswa yang melewati gudang belakang karena harus melewati lorong yang sepi.

Vella hanya bisa pasrah, gadis itu menunggu keajaiban datang. Ia menaikkan kepalanya, menghapus air mata dan menatap pergelangan kakinya. Gadis itu memijit sedikit agar rasa sakitnya kunjung membaik, namun percuma ia tidak mengerti cara mengurut yang benar.

Hari ini benar-benar sial baginya.

Vero... dateng kesini, temuin Vella. Vella takut.

"VERO!!!" Gadis itu berteriak sekeras mungkin. Ia kembali bangun dan memukul pintu itu kuat-kuat. "SIAPA PUN TOLONGIN VELLA. VELLA MOHON."

***

Bel istirahat telah berdering 7 menit yang lalu, Arka, Rio, Harun, Bima dan Tasya berkumpul di aula. Pintu aula semuanya terkunci rapat.

"Vella kayaknya masih susah jalannya, mending kita aja yang selesaiin ini semua. Gue kasian, dia yang nanggung semua, dari mulai diolok-olok, dibenci Vero, dijauhin temen-temennya." sahut Rio.

Arka, Harun, Bima dan Tasya manggut-manggut.

"Gara-gara gue." Wajah Bima menjadi sendu, "coba aja, waktu itu gue gak ajak Vella ketemu."

Harun menepuk-nepuk punggung Bima, "penyesalan ada di akhir. Tapi, dibalik masalah pasti ada hikmahnya."

"Terus rencananya gimana?" tanya Tasya.

Bendahara & Ketua Kelas [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang