Empatpuluh Enam

61.2K 3.6K 471
                                    

Kini, hanya mereka berdua yang berada di atas rooftop apartemen Vero di daerah Sudirman. Vero sejak tadi mengelus bahu Vella berupaya menenangkan gadis itu.

Sudah lebih dari setengah jam Vella menangis, dan raut wajahnya terlihat shock. Gadis itu panik dan ketakutan.

Jika satu menit saja Vero telat datang ke apartemen tersebut, mungkin Vella sekarang bukan gadis lagi.

Satu jam sebelumnya,

Vero baru saja keluar dari lift, Ia mendengar sedikit suara Vella. Buru-buru Ia mempercepat langkahnya. Sampai di depan apartemen Om Haris yang juga kadang-kadang ditinggali oleh Aldi, Vero dengan cepat memasukkan kata sandi.

Saat Ia masuk, di ruang tengah terlihat Vella sedang menangis, dan Aldi terus memegang sedikit keras rambut Vella.

"Kak tolong lepasin, sakit."

Vero berjalan cepat ke arah Aldi dan melepas genggaman tangan Aldi yang berada dirambut Vella. "Bajingan lo ya, Bangsat!"

Aldi tersenyum miring dan berdecak. "Lo lagi, lo lagi. Kapan sih lo berenti ikut campur urusan gue."

"Urusan Vella itu urusan gue. Sekali lagi lo pegang Vella, gue bikin bonyok muka sok kegantengan lo!" ucap Vero sedikit berteriak.

"Sayangnya tadi udah gue pegang-pegang, gimana dong?" Aldi tertawa.

Tanpa babibu, Vero menonjok rahang Aldi hingga cowok itu tersungkur ke lantai. "Jangan kayak orang tolol, Monyet!" Badan Vero merendah agar lebih dekat dengan Aldi. "Cuma cowok bajingan yang pengen milikin cewek pake cara yang gak sehat. PUNYA OTAK GAK LO?!"

Lalu Vero menonjok rahang Aldi untuk kedua kalinya, lebih kencang dari sebelumnya, sudut bibir Aldi mengeluarkan sedikit darah.

Vero berdiri tegap lagi, "Sekali lagi lo macem-macem sama Vella, abis lo!" Sekali lagi, Vero menendang perut Aldi.

Vero segera membawa Vella pergi dari tempat setan tersebut, sebelum menghilangkan diri dari Aldi, Vero mengacungkan jari tengahnya kepada Aldi yang sibuk memegang sudut bibirnya.

Vero masih setia mengelus bahu Vella. Sesekali cowok itu melontarkan kalimat-kalimat receh, Ia berharap gadis itu menghentikan tangisannya.

"Cup cup, udah ya gak boleh nangis lagi."

"Ayo dong berenti nangis, nanti gue ikut nangis."

"Vella, gak kasian itu sama air matanya kebuang sia-sia karna cowok bajingan kek Aldi?"

"Vel, awas nanti ingus lo nempel ke baju gue."

Kepala Vella terangkat dari bahu Vero, gadis itu mendongak menatap Vero, lalu menabok pelan lengan cowok itu.

Sebelum gadis itu melanjutkan nangisnya, Vero membalikan badan Vella agar menghadap dirinya. Tangannya meraih wajah Vella yang merah akibat menangis panjang.

"Lain kali, pergi sama siapapun itu, kabarin gue."

Vella mengangguk pelan.

"Kenapa lo gak tolak ajakan dia? Gue kan sering wanti-wanti, itu orang kayak monyet, gak ada akal."

Vella masih sesegukkan, lalu berucap pelan, "G-gue gak enak kalo nolak."

Vero membelai rambut Vella perlahan, "Bisa gak kalo lo jangan terlalu baik ke orang? Maksud gue, kalo lo udah tau orang itu gak baik atau lo punya firasat buruk udah intinya lo harus negative thinking, bodo amat aja kalo emang lo dicap sombong atau lain-lain. Yang penting diri lo aman, itu yang pertama."

Bendahara & Ketua Kelas [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang