Empatpuluh Satu

107K 7.7K 448
                                    

Yang ga vote, mati :)

***

"Vel, ntar aku anterin pulang mau gak?"

Vella sedang mencuci piring menoleh kearah Aldi yang tiba-tiba berdiri di sampingnya.

"Eh?"

"Mau ya?"

Vella berpikir sebentar. "Maaf ya, Kak Aldi. Vella udah ada janji sama Vero."

Aldi berdecak. "Vero lagi, Vero lagi."

Vella mengernyitkan alisnya. "Kenapa Kak?"

"Nggak kok." Aldi tersenyum. "Ya udah, aku duluan ya. Udah gak mood soalnya, mau pulang duluan."

Vella mengangguk. Sedetik kemudian, Vella baru sadar dan memberhentikan Aldi yang baru saja membalikkan badannya.

"Eh Kak tunggu!"

Aldi menatap Vella dan mengerutkan dahinya sebagai tanda kata 'apa?'

"Vella mau nanya boleh?"

Aldi mengangguk.

"Inget yang kata Vella kerumah Om Haris lima hari lalu?"

Aldi mengangguk lagi.

"Kan Om Haris bilang 'kalian harus bersaing secara sehat' itu maksudnya apa? Terus kok Kak Aldi sama Vero kayak abis berantem gitu?"

"Oh itu. Ada deh. Ya udah ya, aku cabut duluan."

Aldi melengos meninggalkan Vella. Gadis itu masih bingung dengan kata-kata Haris yang terngiang-ngiang di pikirannya.

Ya udah deh, bodo amat.

Benda pipih yang ia taruh di saku celana jeansnya berbunyi. Vella membersihkan tangannya, kemudian mengelapnya dengan kain di sebelahnya. Gadis itu buru-buru mengangkat telepon.

"Aku udah di depan. Gc. Gc ke depan."

"Sabar ya. Aku ganti baju dulu. Masuk aja sini,"

"Kagak mau ah. Males aku liat mukanya si monyet."

Vella terkekeh. "Monyet? Sejak kapan ada monyet di cafe ini?"

Di seberang sana, Vero melihat dari dalam mobilnya kalau Aldi telah keluar dari cafe. Seulas senyuman terukir di bibirnya.

"Monyetnya udah pergi. Ya udah aku masuk."

Vero mematikan sambungan teleponnya. Cowok itu buru-buru keluar dari mobil dan masuk ke dalam cafe.

Sambil menunggu Vella ganti baju, Vero duduk sambil memainkan ponselnya. Tak berselang lama, Vella datang.

"Ayo pulang." sahut Vella..

Vero menoleh. "Maaf. Anda siapa ya? Saya lagi nunggu calon istri saya."

Bibir Vella maju beberapa centi. Ia berkomat-kamit tidak jelas. Terlihat dari wajahnya, gadis itu mulai kesal. "Ish. Ayo pulang."

"Mbak jangan marah-marah gitu dong. Mbaknya ini salah orang."

Mata Vella menyipit. "Oh iya, maaf deh."

"Becanda ya ampun. Baperan ih sekarang."

Vella melirik Vero sekilas. "Makasih pujiannya."

Vero terkekeh geli. "Ampun-ampun. Ayo pulang."

"Ayo."

Vero berjalan berbarengan dengan Vella. Namun, empat langkah terakhir Vero melambatkan langkahan kakinya, membiarkan Vella berjalan terlebih dahulu.

Bendahara & Ketua Kelas [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang