Chapter 19

36 8 0
                                    

Aku masih terdiam dengan apa yang Mario lakukan, singkat memang saat Mario mengecup tangan ku tadi namun entah mengapa aku merasa kan sesuatu yang berbeda saat dia melakukan nya. Jantung ku memang tidak terasa berdetak begitu cepat saat dia melakukan nya tadi namun tetap saja aku merasa ada yang berbeda saat pria ini melakukan nya tadi. Aku menggeleng pelan dan kembali mencoba untuk mengusai diriku.
"Setelah sekian lama aku hidup sendiri, aku lupa bagaimana rasanya diperhatikan seperti ini. Aku merasakan hal yang berbeda saat ada yang merawat ku ketika aku sakit, selain tenaga medis tentu saja. Aku tidak pernah merasakan bagaimana rasa nya dicemas kan oleh orang lain, aku tidak pernah merasakan bagaimana rasa nya di  perhatikan oleh orang lain seperti ini dan kau seperti memberikan banyak sekali pengalaman baru untuk ku. Aku merasa berterimakasih untuk semua perhatian mu ini, terlepas dari kau memberikan perhatian ini karena kau merasa bersalah pada ku namun aku sangat  berterimakasih untuk itu." ucap nya yang cukup mampu membuatku diam tergugu.

Aku bisa merasakan penderitaan nya lewat suara dan tatapan mata nya, entah apa yang mendorong ku namun tiba-tiba aku berdiri dan memeluk nya dengan erat. Dia membalas pelukan ku dan aku menepuk-nepuk punggung nya pelan untuk menguatkan dirinya.

"Jangan merasa sendiri lagi, sekarang aku adalah teman mu dan aku akan ada bersama mu jadi jangan merasa sendiri lagi." kata ku tiba-tiba. Dia langsung melepaskan pelukan ku dan menatap ku dengan wajah berharap.

"Benarkah?" tanya nya pada ku.

"Embt iya." ucap ku dengan ragu-ragu. Aduh mulut ku ini kenapa sih? Bagaimana aku bisa menjanjikan hal seperti itu, aku hanya akan ada disini selama kurang lebih 6 bulan saja dan aku mengatakan nya tadi seolah-olah aku menjanjikan ini pada nya.

"Terimakasih Kaina." kata nya sembari menatap ku lurus. Aku hanya membalas nya dengan senyum saja tanpa mengucapkan apapun.

"Boleh aku bertanya sesuatu padamu?" tanya nya pada ku. Aku menoleh dan mengangguk sebagai jawaban.

"Apa kau sudah memiliki kekasih?" tanya nya dengan ragu-ragu. Aku mengernyit kan kening ku mendengar pertanyaan nya itu.

"Belum aku belum mau untuk menjalin hubungan dengan siapapun saat ini."

"Ohh memangnya kenapa? Apa kau punya kenangan buruk tentang cinta?" tanya nya lagi.

"Maaf bukan maksud ku untuk terlalu ingin tau tentang dirimu, maaf jika aku membuat kau merasa tidak nyaman dengan pertanyaan ku." kata nya lagi setelah aku hanya diam saja dan tidak menjawab nya barusan.

"Tidak apa-apa kok, yaah aku hanya memang belum berminat saja untuk berkencan. Aku memang ingin fokus dulu pada bisnis ku jadi aku memang belum punya waktu untuk memikirkan hal seperti itu." jawab ku akhirnya.

"Aku juga belum pernah pacaran, sama seperti mu aku juga terlalu sibuk mengurus bisnis ku sehingga aku tidak terlalu berminat menjalin hubungan dengan wanita atau lebih tepat nya pada saat itu sebenarnya aku belum menemukan wanita yang tepat. Wanita yang mampu membuat jantung ku terasa berdebar begitu cepat saat melihatnya, aku belum menemukan wanita seperti itu dahulu." ucap nya sembari melihat ku.

"Dulu?" tanya ku bingung.

"Iya dulu, karena sekarang aku sudah menemukan nya." jawab nya dengan santai.

"Oh jadi maksud mu akhirnya  kau sudah jatuh cinta pada seseorang?" tanya ku lagi. Dia menggangguk. 

"Wanita yang saat pertama kali aku melihat nya langsung membuat ku jatuh cinta pada nya, wanita yang untuk pertama kali nya juga mampu membuat ku mengabaikan diriku sendiri dengan mengorban kan nyawa ku demi nya. Wanita yang mampu membuat ku merasakan untuk pertama kali nya bagaimana rasanya diperhatikan dan pertama kali nya merasa aku begitu berguna karena bisa melindunginya. Dia adalah wanita yang akhir nya mampu membuat ku jatuh cinta untuk pertama kali dalam hidup ku." ucap nya. Aku masih mencoba menelaah setiap ucapan nya  barusan, hanya perasaan ku saja atau memang dia sedang membicarakan tentang diriku? Apakah wanita yang dia maksud barusan adalah aku atau bukan? Tapi saat Mario mengucapkan semua itu barusan, dia selalu menatap ku dengan lekat dan dengan air muka yang serius. Aku mencoba mengabaikan pikiran ku tentang pendapat ku tadi, siapapun wanita yang dimaksud Mario barusan bukan urusan ku.

The Darkness of HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang