Epilog

67 1 0
                                    


It's always been about me, myself and I

I thought relationships were nothing but a waste of time

I never wanted to be anybody's other half

I was happy stayin' out of love wouldn't last

That was the only way I knew til I met you

You make we wanna say

I do, I do, I do, do do do do do do doo

Yeah, I do, I do, I do, do do do do do do doo

'Cause every time before it's been like
Maybe yes and maybe no

I can live without it, I can let it go

Ooh, what did I get myself into

You make we wanna say I do, I do, I do,

I do, I do, I do

**
Terik nya matahari tidak menghalangiku untuk bisa menikmati indah nya pantai, aku berjalan pelan dengan tangan yang digenggam erat oleh pria yang kusebut sebagai teman dan juga cinta sejati ku. Pria yang selalu membuat ku merasa bersyukur saat aku membuka mata dan menemukan nya berada disampingku.

Aku menghela nafas ku dengan pelan. Ini lah yang tidak pernah ku pikir akan aku dapat kan dalam hidup ku, yaitu kebahagiaan. Sesuatu yang selama ini hanya pernah menjadi sebuah mimpi belaka dan tak pernah sedikit pun menyangka jika kini akhirnya hal ini menjadi kenyataan dan membuat ku tak henti-hentinya merasa bersyukur pada Tuhan. Seolah lupa akan rasa sakit di masa lalu, ternyata cinta mampu menyembuhkan luka itu dan mengubah nya menjadi kebahagiaan.

"Mommy?"

Aku menoleh ke arah seorang bocah laki-laki bertubuh mungil dan berwajah sangat manis tergopoh-gopoh berlari menghampiri ibunya sambil membawa seember penuh berisi pasir pantai. Kelihatan nya dia begitu semangat sampai-sampai dia tidak menyadari jika dia hanya memakai sandal sebelah saja, dengan penasaran aku pun menatap bocah itu yang nampak sudah mendekati ibu nya yang sudah bersiap menyambut nya degan sebuah pelukan hangat.

"Lihat apa yang Luca bawakan untuk mommy!" kata nya.

"Wah ini untuk Mommy?"

"Iya."

"Bagaimana dengan Daddy? Kau tidak membawa nya untuk ku?" ujar James sambil menarik Luca mendekat dan mendudukkan dipangkuan nya.

"Baiklah Daddy juga bisa ikut." sahut nya dengan cepat.

Aku melihat wajah Luca yang tampan dan mirip dengan ayah nya itu sudah mulai memerah menandakan jika dia sudah mulai kepanasan, dengan lembut aku menyibak kan rambut hitam nya itu dan mencium kening malaikat kecil ku ini.

"Embt lalu apa yang harus mommy lakukan dengan pasir ini?" tanya ku sembari tersenyum.

"Mommy maen sama Luca, kita buat istana pasir yang lebih besar dari punya Mike mom. Ayo kita kalahkan Mike dan buat yang lebih Indah." rengek nya sambil memamerkan gigi ompong nya nya yang baru saja tanggal beberapa hari yang lalu.

Aku segera berdiri dan mengikuti nya yang sudah berlari mendekati sepupunya yang nampak sedang sibuk membuat istana pasir juga.

"Hai Mike istana pasir mu sangat Indah sekali, kenapa kau tidak bermain bersama Luca juga?" tanya ku sambil tersenyum saat melihat wajah nya yang sudah penuh dengan pasir. Dia menatap ku sejenak sebelum kembali berkonsentrasi dengan pasir nya sambil menggeleng pelan.

"Luca nakal sekali Aunty, dia tadi membuat istana ku rusak jadi aku sekarang sedang marah pada nya." jawab nya dengan wajah masam.

Aku menoleh ke arah Luca yang tersenyum lebar sambil memegang sekop kecil nya.

The Darkness of HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang