"Sudah tidak ada perlu, kan?"
"Tidak."
"Aku mau pulang."
"Pulanglah sana."
Taeyong mendecak. "Sialan."
"Apa lagi?"
"Kau mengusirku?"
"Cih, dasar labil." Eunwoo menyengir. "Katamu kau ingin pulang? Untuk apa juga aku melarangmu?"
"Siapa tahu kan kau ingin melarangku."
Eunwoo memutar mata.
Untuk kesekian kalinya, Taeyong mengecek ponselnya. Tak ada pesan masuk dari Jisoo. Apa yang kiranya sedang ia lakukan? Apakah ia sesibuk itu hingga tak mengirimi dirinya pesan sejak Taeyong berangkat tadi? Ia segera pulang dengan perasaan mengganjil. Setibanya di rumah saat hendak membuka pintu, matanya menangkap pemandangan ganjil. Posisi pot bunga di dekat pintu berubah. Ia menunduk, mengembalikannya pada posisi semula. Kernyitan di dahinya tak kunjung hilang sampai ia kembali pada posisi tegapnya, lalu kemudian menekan empat digit sandi kuncinya dan masuk. Ia tahu perasaannya sudah buruk. Bahkan mungkin Jisoo tak ada di rumah saat ini. Hanya ada satu banding satu juta kemungkinan Jisoo ada di rumah, dan ia berharap 'satu' itu tak berkhianat. Sambil merogoh senter LEDnya, ia memanggil Jisoo.
Tak ada jawaban. Tentu saja. Ia tahu. Seceroboh apapun atau setergesa apapun dirinya Jisoo takkan pernah menabrak bebarangan dan menggesernya seinchi pun.
"Jisoo?" panggilnya lagi. Ia menyorotkan senter LEDnya pada lantai dan segera menemui jejak sepatu di sana. Banyak. Sekitar tiga pasang.
Apa Jinyoung dan Doyoung berkunjung, lalu mereka pergi bersama?
Tidak. Ia tak mau berburuk sangka dulu.
Tapi kenapa Jisoo tak menghubunginya?
Serafim?
"Jisoo!" panggilnya lantang. Ia berlari menyusuri setiap ruangan. Nihil. Tak ada siapapun. Hanya ponsel Jisoo yang tersisa, menampilkan tiga panggilan tak terjawab dari Doyoung dan satu pesan pop up bertuliskan 'Kau jadi ikut atau tidak?'.
Oke. Itu artinya, Serafim.
Taeyong mengantongi ponsel Jisoo lantas beranjak ke kamarnya untuk memeriksa CCTV. Bersih. Tentu saja. Mereka bukan agen ecek-ecek.
Meja ia gebrak keras-keras. "Bangsat!" desisnya.
Sambil berjalan keluar, ia menghubungi Johnny.
"Halo?" sahut Johnny dengan mulut tergumpal sesuatu, sepertinya sedang makan.
"Red code. Siapkan yang lainnya sekarang. Aku menuju ke sana." ujar Taeyong dengan muka merah padam. Pintu ia tutup dengan kasar.
Terdengar Johnny yang terbatuk-batuk di seberang. Suaranya serak. "Kau gila?! Kau tak mengunci pintu?!"
"Sudah kukunci! Aku yakin sudah!"
"Oke! Tenanglah. Semua dalam proses."
"Persetan!" Taeyong mematikan ponselnya, melemparnya sembarangan ke jok samping kemudi. Ia menyalakan mesin mobil dan segera melesat kembali ke camp.
***
KEREN BENER WOY ANJIR MJOLNIR😭
DAN ITU DI MULMED KYULKYUNG CANTIK BANGET MO MARA RASANYA XJAKSNOSAKJDOFKWJSOAO
KAMU SEDANG MEMBACA
KERUB [FINISHED]
Fanfiction[au] Hujan amunisi di Insa-dong hari itu lah yang akhirnya membawa Jisoo pada Taeyong, dengan segala cerita yang mengikutinya. ##### Tell My Yearn to The Rain versi revisi. [folder asli TMYTTR masih tersedia di bab terakhir jika ingin membaca]