Hari ini kebetulan Taeyong tak ada jadwal kuliah. Ia dan Eunwoo sedang berada di rumahnya, tengah bersiap untuk pergi.
"Berapa tahun lagi aku harus menunggumu memakai gel rambut?" gerutu Eunwoo.
"Tunggu dulu! Aku hampir selesai!" teriak Taeyong dari kamarnya.
Eunwoo mendengus, kemudian menghampiri Taeyong. Ia bersandar pada kerangka pintu sambil melipat kedua tangannya.
"Bagaimana kemarin?" tanyanya.
"Apanya?" sahut Taeyong.
"Kau sudah menemuinya, kan?"
"Sudah."
"Lalu?"
Taeyong melirik. "Apa yang mau kau ketahui?"
"Bagaimana orangnya? Apa dia memakimu?"
"Tidak."
"Sudah seberapa dekat kalian?"
"Dekat apanya?"
"Kau tahulah maksudku,"
Taeyong mendecak. "Jangan ngawur."
Eunwoo terkekeh. "Sudahlah. Mau kau apakan lagi rambutmu itu? Kau sudah tampan."
"Diam."
"Sudah cukup untuk membuat anak gadis menjerit tengah malam."
"Ah, kau terlalu banyak bicara!" Taeyong meraih jaket dan memakainya. "Ayo!"
Mereka hendak pergi ke suatu tempat. Jaraknya tak terlalu jauh. Hanya saja biasanya di kawasan yang mereka lewati sering kali macet. Jika memutar balik, jaraknya akan menjadi dua kali lebih jauh. Beruntung hari ini sedang sepi. Mereka bisa tiba di tempat dengan lebih cepat. Di area teras sebuah camp yang menjadi tujuan mereka, nampak teman-teman mereka sedang bermain catur.
"Kenapa kalian lama sekali?" ujar salah satu dari mereka begitu Taeyong dan Eunwoo tiba.
"Aku masih menunggunya berdandan. Lama sekali." Eunwoo menuding Taeyong.
Kawan mereka itu mendecak. "Kau sudah tampan! Mau kau apakan lagi, hah?"
"Kenapa kalian semua cerewet sih?!" gerutu Taeyong.
"Hei, sudahlah." sela kawan mereka yang lain. "Yuta kalah. Dia akan menraktir kita jjajjangmyun."
"What the f—" celetuk pria yang bernama Yuta. "Kapan aku bilang begitu?!"
"Perjanjiannya kan siapapun yang kalah akan menraktir kami jjajjangmyun. Kau lupa?"
"Oke! Hanya kalian bertiga. Taeyong dan Eunwoo tidak." tutur Yuta.
"Kenapa kau jadi pelit?!" pekik Taeyong merasa tidak terima.
"Hei, biarkan mereka ikut. Jangan pelit begitu. Kau mau kutendang kembali ke Osaka?" ujar salah satu kawan mereka menengahi.
"Kau mau kutendang sampai ke Chicago?!" Yuta menyahut.
"Stop! Tidak penting!" sergah seorang dari mereka yang berbicara di awal.
"Jaehyun, Johnny, Yuta!!! Bersihkan piring makan kalian!!!" pekik seseorang dari dalam camp. Mereka yang disebut namanya langsung berlari masuk, takut kalau amukan tersebut akan bertambah parah.
Sekarang tinggal mereka bertiga. Taeyong dan Eunwoo menempati kursi yang kosong.
"Bagaimana kemarin?" tanya kawan mereka.
Taeyong mengangguk.
"Sudah mengenalkan diri, kan?"
"Sudah."
"Dia bukan salah satu penggemarmu kan?"
"Bukan."
"Baguslah. Kau dapat nomornya?"
Taeyong terdiam. "Kau gila?"
Kawannya mengedik.
"Kau tahu Taeyong bukanlah orang yang bisa semudah itu dekat dengan seorang gadis." celetuk Eunwoo.
"Kalau begitu kau harus berguru pada Kim Mingyu." kawan mereka itu—Mingyu—menepuk dadanya sambil mencebik.
Taeyong menyengir. "Supaya apa?"
Mingyu mendecak. "Tentu saja supaya rencana kita berjalan dengan lebih lancar."
"Kau saja gantikan aku." Taeyong memutar mata jengah.
Pikirannya mendadak tertuju pada gadis yang tengah mereka bicarakan. Pertemuan mereka kemarin kembali terngiang di kepalanya. Yang dikatakan Eunwoo barusan memang benar, bahwa ia tak semudah itu bisa dekat dengan seorang gadis. Sejak awal ia mendapat misi ini, ia ragu. Malahan hampir menyerah. Dan sekarang saat ia sudah berhasil mendekati seorang gadis, ia pun masih ragu. Bagaimana jika di tengah jalan nanti ia gagal? Bagaimana jika nanti egonya mengalahkannya?
***
Mulmed bonus taeyong si tampan🌝🌚
KAMU SEDANG MEMBACA
KERUB [FINISHED]
Fanfiction[au] Hujan amunisi di Insa-dong hari itu lah yang akhirnya membawa Jisoo pada Taeyong, dengan segala cerita yang mengikutinya. ##### Tell My Yearn to The Rain versi revisi. [folder asli TMYTTR masih tersedia di bab terakhir jika ingin membaca]