Bajingan.
Jaehyun menyisir rambut coklatnya ke belakang dengan jari. Ia melangkah pergi ke halaman samping, kemudian mengeluarkan rokoknya dari saku celana. Jaehyun bukan perokok akut. Hanya dalam saat-saat tertentu saja ia akan merokok, dan sekarang adalah contohnya. Ia tak mau mati secepat ini, setidaknya sebelum ia berhasil kabur—entah bersama Rosé atau tidak. Sejujurnya ia tak yakin wanita itu mau ikut, mengingat percakapan mereka waktu itu.
"Ayo nanti kita kabur," tuturnya kala itu.
"Kabur? Ke mana?"
"Entah. Mungkin ... rumahmu?"
"Australia? Kau yakin mereka mau menerima kita?"
"Maksudmu?"
"Aku takkan pulang sebelum kalian berhenti mengejarku—mengejar kami."
Jaehyun terkekeh. "Aku masih bagian dari Kerub, ya?"
"Jaehyun," bisik seseorang. Jaehyun mendapati Yuta di sampingnya dengan tangan terkepal.
Apa lagi ini?
"Apa itu benar?"
Jaehyun menautkan alis tak paham.
"Apa itu benar? Yang Taeyong katakan, bahwa kau—"
"Kau percaya padanya?" potong Jaehyun.
Yuta memiringkan kepala. "Maksudmu?"
"Well, aku tidak tahu apa yang Taeyong lakukan di belakang semenjak pria itu mudah percaya pada Jisoo—"
"Kau beruntung Taeyong belum memberitahu Eunwoo—"
"Apa wanita itu memberinya vagina—?"
"Bangsat!" Yuta menarik kerah Jaehyun kasar, menahan kepalan tangannya sendiri untuk melayang. Jika mereka ribut, maka otomatis Johnny dan CCTVnya akan tahu, lalu menjalar ke Eunwoo dan, boom!
Tamat.
"Kalem," tutur Jaehyun. "Aku tak ingin melawanmu, bung. Kau perlu bukti agar aku bisa melawanmu—kalau kau memang ingin kelahi denganku."
Yuta diam. Ia melepaskan tarikannya. "I don't know what the fuck is going on here! If I need to kill you, I'll kill you! All I do is to serve Cattleya, remember that," bisiknya dengan banyak penekanan. Mereka saling pandang sesaat sebelum Yuta akhirnya pergi.
"Maka kau tak bisa sepenuhnya percaya pada Jisoo yang bukan bagian dari Cattleya. Benar begitu?" ujar Jaehyun yang menghentikan langkah Yuta. Pria itu berbalik mendekati Jaehyun.
"Ron telah bekerja dengan Cattleya sebelum kita jadi seakrab ini. Apa yang membuatnya dan Jisoo berkhianat? Kau lupa reaksi Jisoo saat pertama kali mendengar kata Kerub?"
Walau berada dalam satu tim, Yuta dan Jaehyun memang tidak terlalu akrab sebelum mereka ditugaskan di bawah kepemimpinan Eunwoo. Akrab di sini adalah ketika dua orang akhirnya berani membicarakan hal yang bersifat lebih pribadi.
Jaehyun diam. Bukankah jika ia terus menyanggah akan membuatnya terlihat seperti pengkhianat sesungguhnya?
Atau ia memang pengkhianat sesungguhnya?
Sudut bibir Jaehyun terangkat ketika Yuta melangkah pergi. Pengkhianat? Cih.
Mengapa ia berkhianat?
Pernah mendengar istilah 'cinta itu buta'? Jika kalian paham, maka Jaehyun tak perlu lagi menjelaskan alasannya. Cukup mudah.
Kembali ke Kerub, hari itu berjalan cukup baik tanpa ada orang lain yang datang padanya. Esoknya ia berpapasan dengan Jisoo di ruang tamu. Wanita itu baru saja kembali dari mini market bersama Jennie.
"Sudah bawa piringmu ke belakang?" tanya Jennie. Jaehyun mengangguk.
Tatapan pria itu jatuh pada Jisoo yang nampak berusaha menghindari kontak mata. Ia menahan lengan Jisoo ketika Jennie pergi terlebih dulu.
"Kenapa kau tidak mau melihatku, sih? Aku tidak setampan Taeyong, ya?" bisiknya. Jisoo mengeratkan genggaman pada kantong plastik belanjaan.
Jaehyun tersenyum miring. "Don't be a cry baby, Taeyong bukan ayahmu. Or is he really your daddy now?"
Jisoo melepas paksa genggaman Jaehyun. Ia melirik pria itu tajam kemudian menyahut, "Setidaknya aku bukan kacang lupa kulit."
Deg
Jaehyun terdiam. Ia tersenyum simpul sebelum Jisoo pergi. Sialan.
Ketika matahari semakin naik, Eunwoo mengumumkan rapat untuk beberapa jam kedepan. Atas bujukan mati-matian Taeyong, Eunwoo mengatakan pada Jaehyun agar pria itu tidak ikut untuk saat ini. Saat ditanya kenapa, Taeyong hanya diam.
"Kau ... menyembunyikan sesuatu?" Eunwoo mencium gelagat aneh dari pria itu.
"T-tidak ... ah, entahlah bagaimana mengatakannya." Taeyong mengusap tengkuknya. Manik matanya bertemu milik Jisoo yang menggeleng pelan.
Eunwoo menautkan alis. "Ya sudah terserah. Jangan lupa bawa berkasmu nanti."
"Oke."
Kemudian Eunwoo pergi. Jisoo segera menghampiri Taeyong. "Jangan katakan sekarang," katanya.
"Jangan buang-buang waktu."
"Aku tahu," balas Taeyong. "Tapi bagaimana untuk besok?"
"Ah, ini rencana kilat, ya. Haruskah aku yang memberitahunya?"
"Tidak. Jangan. Biar aku saja. Bagaimana kalau besok?"
Jisoo diam nampak berpikir.
"Atau ... nanti malam?"
"Jangan! Itu malah akan membuatnya tidak bisa tidur!"
"Eunwoo tidak akan tidur untuk malam ini. Berani taruhan?"
Jisoo cemberut. "Bagaimana baiknya saja, lah. Tapi ... "
"Apa?"
"Akan lebih baik jika besok Jaehyun ada di sana."
Taeyong menjentikkan jari. "Aku ada ide!"
"Apa?"
"Rahasia."
Jisoo terdiam.
"Aku pergi dulu. Kau jangan jauh-jauh." Taeyong mengusap rambut Jisoo sebelum pergi dengan senyuman cerah.
Oke. Sekejam apa ide Taeyong hari ini?
***
Sudah siap untuk bab terakhir Kerub? See you on Sunday!😉
KAMU SEDANG MEMBACA
KERUB [FINISHED]
Fanfiction[au] Hujan amunisi di Insa-dong hari itu lah yang akhirnya membawa Jisoo pada Taeyong, dengan segala cerita yang mengikutinya. ##### Tell My Yearn to The Rain versi revisi. [folder asli TMYTTR masih tersedia di bab terakhir jika ingin membaca]