"Aku masih tidak mengerti, kenapa dia berkata seperti itu?"
(Safa A)
Disinilah Safa sekarang berada di sebuah tempat yang selalu membuat hatinya sejuk dia memang selalu pergi kesini tapi setelah ayahnya tiada baru kali ini dia menyempatkan waktu untuk datang ke tempat ini.
Pohon-pohon rindang yang tumbuh di sisi danau membuat semuanya jadi lebih indah dan lebih sejuk, banyak juga bunga yang tumbuh yang tambah menghiasi suasana danau ini menjadi semakin indah.
Tempat ini selalu jadi tempat ternyaman Safa, Safa tahu tempat ini dari ayahnya karna ayah dia selalu bilang kalau ada masalah alangkah baiknya kita pergi ketempat sejuk untuk menenangkan dan menjernihkan pikiran kita.
Tapi hari ini dia tidak sedang punya masalah dengan siapapun melainkan dia hanya memikirkan yang semalam dia bahas dengan perempuan itu. Semalam Safa sampai tidak bisa tidur memikirkan itu semua bagaimana bisa perempuan itu berkata seperti itu masih tidak habis pikir kenapa semuanya bisa terjadi seperti ini dan kenapa juga Safa harus memikirkannya. Padahal diapun baru kenal dengan wanita itu dan kenapa kisahnya bisa serumit ini, apa dia tidak memikirkan hatinya sendiri?
Padahal Safa yakin kalau wanita itu juga pasti merasakan sakit di hatinya tapi kenapa dia malah menyuruh suaminya melakukan poligami, jelas-jelas di hati kecilnya juga dia pasti tidak rela, lagi Safa di buat bingung dengan semua ini.Safa menghabiskan waktu 2 jam untuk menenangkan pikirannya dan menghirup udara segar di tempat itu, Safa pun memutuskan untuk pulang karna takut Umminya khawatir sebelumnya Safa tidak izin mau pergi terhadap umminya.
"Nak kamu dari mana aja ummi cariin dari tadi?"
"Maaf mi tadi Safa gak izin dulu sama Ummi abisnya tadi Ummi lagi di kamar Safa takut ganggu"
"Iya gapapa, tapi lain kali izin dulu ya sama ummi"
"Iya mi, mi Safa masih gak habis pikir sama ucapan mba Afifah semalam bisa-bisanya dia berkata seperti itu"
"Ssstt udah ah jangan di bahas, lagian kita baru kenal engga baik ngomongin orang"
"Iya mi maaf tapi Safa menyayangkan sikapnya mi"
"Siapapun pasti menyayangkan sikap Afifah tapi itu kan hak dia jadi terserah dia, udah gak usah bahas itu lagi ya"
"Iya mi kalo gitu Safa shalat dzuhur dulu ya mi"
"Iya gih sayang."
Akupun mulai memasuki kamar dan melaksanakan shalat dzuhur. Hari ini aku tidak ada kelas jadi untuk apa ke kampus lagian aku tidak ikut kegiatan apapun selain belajar dengan serius itulah tujuanku. Kuliah bukan untuk mendapat banyak teman dua teman saja sudah membuatku geleng-geleng kepala apalagi kalau banyak teman, akupun merebahkan badanku di kasur dan mulai melanjutkan bacaan novelku aku sangat suka novel perjalanan cinta tapi ada spritualnya itu membuat kita nambah ilmu juga karna akan banyak hadist di sana.
****
Afifah pov
Aku masih menatap wajahku di cermin, sekacau inikah wajahku hari ini bahkan suamiku pergipun aku tidak tahu. Wanita seperti apa aku ini aku mengabaikan suamiku hari ini aku masih tidak tau apa yang harus aku katakan pada suamiku, aku tau dia sangat tidak suka kalau aku terlalu dekat dengan orang baru bahkan semalam bisa-bisanya aku bercerita begitu lepas dengan Safa dan Umminya, wanita itu sungguh polos dia bahkan menangis begitu kencang waktu aku menjelaskan apa maksudku dia sangat terisak sama seperti, aku berharap mas Kahfi tetap mau berbicara denganku dari awal juga dia sudah bilang kalau aku tidak boleh selancang itu bercerita tentang rumah tanggaku pada orang baru tapi rasanya mulut ini begitu lancar saat menceritakan pada Umminya Safa, dia begitu memahamiku dia sama seperti mamahku itu yang membuat aku percaya pada mereka. Aku yakin mereka itu orang baik mereka tidak mungkin menceritakan yang semalam pada siapapun aku memang benar-benar berharap Safalah yang akan menjadi istri kedua suamiku, tapi ya bener kata Ummi Safa kalau aku harus memberitahu ibu dan mertuaku apa rencana aku sebenarnya. Aku tidak boleh gegabah aku harus sabar dulu untuk sekarang, apalagi dulu sebelum tahu aku memiliki penyakit, ibu mas Kahfi selalu menanyakan kapan punya cucu? Aku yakin mereka pasti setuju dengan kemauanku tapi aku tidak yakin dengan ayah karna dia tipikal orang yang sangat keras terhadap anak-anaknya.
Sudah pukul 12 : 00 tapi mas Kahfi belum menghubungiku, apa dia benar-benar marah padaku sampai tidak mau menelponku tapi saat aku ingin mengambil air wudhu ponselku berbunyi.
"Hallo, assalamu alaikum" ucapku
"Wa alaikum salam sayangku."
"Mas?"
"Kenapa sayang? Hey kamu nangis"
Suaraku memang terdengar terisak ya aku menangis karna aku benar takut suamiku marah karna hal itu.
"Mas gak marah kan sama Fifah?"
"Enggak sayang, kamu udah makan belum?"
"Belum mas, ini mau shalat dzuhur kenapa mas tidak membangunkanku lagi?"
"Mas gak mau ganggu kamu kelihatannya kamu sangat lelah sayang jadi mas langsung pergi maaf ya sayang."
"Iya gapapa sayang" ucapku
"Hah apa? Mas ga denger kamu bilang apa tadi?"
"Apa si mas, aku bilang iya gapapa"
"Bukan itu tadi di akhirnya bilang apa?"
"Aku gapapa mas," ucapku sedikit malu
"Bukan sayang bukan itu coba mas mau denger"
"Iya gapapa Sa.yang" ucapku malu, mungkin sekarang wajahku sudah merah
Suamiku selalu tau cara mencairkan suasana dia selalu membuatku tersenyum setiap hari aku tidak pernah salah di mata dia, dia tidak pernah menunjuk aku salah dia selalu bilang kalau dia lah yang selalu salah dan membuat aku menangis itu yang membuat aku bangga padanya dia suami terbaik .
"Nah gitu dong sayang" godanya di sebrang sana
"Iya mas, mas aku mau shalat dulu ya" ucapku
"Oke sayang jangan lupa makan yang banyak ya jaga kesehatan kamu, obatnya di minum ya sayang" Pintanya penuh perhatian
"Iya mas, kamu juga jangan lupa makan ya mas jangan cape-cape, inget istirahat kerjanya ya sayangku" ucapku malu
"Siap bos"
Akupun langsung menunaikan shalat dzuhur setelah itu akupun pergi ke dapur untuk mencari bi Ifah dan ya biasanya aku makan di temani bi Ifah yang ikut makan denganku. Dia seperti ibuku karna kami berdua sudah menganggap bi Ifah dan pak Yudi (supir) sebagai keluarga kami sendiri, karena mereka berdua selalu menemaniku di saat suamiku kerja maupun bertemu client di luar kota atau luar negeri bagiku rumah akan terlihat sangat sepi kalau mereka berdua pulang kampung, lucu kalau sekarang ada anak kecil di rumah ini tapi sayangnya itu tidak mungkin karna penyakitku semua angan-anganku selama ini tidak akan terjadi.
Afifah berharap safalah yang akan menjadi istri kahfi, tapi kahfi tidak akan mengharapkan itu terjadi
Trimakasih buat yang udah vote dan comment karna semuanya sangat berarti 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
My Second Wife
SpiritualSafa Althaullah gadis polos yang tidak pernah memperdulikan hal sekitar kecuali ibunya. Cerita itu di mulai ketika Safa bertemu dengan Afifah dan Kahfi sepasang suami istri yang terlihat sangat harmonis tapi mereka memaksa Safa untuk melakukan renca...