Bab 36 Khawatir

16.7K 667 12
                                    

Hatiku tenang karna mengetahui bahwa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang di takdirkan untukku tidak pernah melewatkanku 🍂

Umar bin Khatab

Safa pov

Seminggu sudah aku tinggal bersama ummi di rumah mertuaku ummipun memutuskan pulang tadi pagi dan memintaku untuk menjaga diri baik-baik. Aku tahu ummi tidak akan rela meninggalkan anak satu-satunya tinggal berbeda rumah dengan ummi tapi apa boleh buat aku sudah memiliki suami sekarang saatnya aku belajar mandiri jauh dari ummi dan saatnya aku patuh kepada suamiku.
Ibu mertuaku dari tadi sedang asik di dapur bersama bi Inem sementara ayah mertuaku hari ini pergi ke kantor mas Kahfi. Katanya sudah lama tidak ke kantor kangen dengan suasana kantor akupun mulai mengampiri ibu dan ikut masak bersama mereka, setelah semua masakan selesai kamipun pergi keruangan tengah untuk bersantai sambil menunggu ayah pulang dari kantor. Mereka sangat baik, aku pikir mereka akan marah padaku karna aku hadir di antara kebahagiaan mereka dan membuatnya rusak karnaku tapi tidak mereka justru sangat baik padaku, aku merasakan ponselku berdering.

"Hallo assalamu alaikum" Ucapku

"Wa'alaikum salam" Pria tapi tunggu ini nomor siapa nomernya tidak ada di daftar kontakku ini nomer baru tapi siapa, aku tidak pernah memberikan nomorku pada pria selain mas Kahfi tentunya.

"Ini gue Kevin" Ucapnya, oh dia memang teman mas Kahfi.

"Mmm ada apa?" Tanyaku

"Gimana keadaan lo sekarang?"

"Baik, aku lupa ngucapin terimakasih, makasih ya karna kamu sudah membantuku waktu itu, terimakaaih kamu sudah membela aku mungkin makasih aja gak cukup buat aku ucapin ke kamu" Ucapku tulus

"Selow aja, gimana sama Kahfi?"

"Alhamdulillah baik" Jawabku

"Syukur deh, lu bingungkan gue tahu nomor lu dari siapa?" Ucapnya seakan tahu yang sedang aku pikirkan

"Iya" Jawabku

"Gue tahu dari Kahfi" Ucapnya

Ternyata suamiku sendiri yang memberikan nomorku pada pria lain, apa dia tidak merasa cemburu sedikitpun? Tentu tidak akan Safa, bukannya dia selalu bilang kalau dia tidak akan pernah mencintai wanita lain selain Afifah.

"Oh iya" Jawabku

"Ketus banget udah pernah gue tolongin juga lu" Ucapnya di sebrang sana

"Maaf"

"Kata Kahfi jam 6 siap-siap ya, pulang kantor dia langsung jemput elu" Ucapnya

"Iya"

"Yaudah gua tutup dah, gak ada gairah banget si hidup lu"

Dia memutuskan terlebih dahulu padahal aku ingin mengatakan trimakasih karna dia sudah memberi tahuku. Aku langsung meneruskan aktivitasku bersama ibu dan ku lihat di arah pintu juga sudah ada ayah, aku dan bi inem mulai mempersiapkan makanan untuk ayah dan ibu. Karna ini sudah siang mereka semua belum makan termasuk aku, ibu menyuruhku duduk di sebelahnya dan terus memberikan wejangan untukku kata ibu anaknya memang sangat dingin tapi kalau sudah menyangkut wanita dia tidak akan merelakan siapapun menyentuh wanitanya itu. Masa iya tapi memang si waktu di pasar saja aku lihat dia sangat marah pada preman itu atau itu hanya perasaan aku saja kan memang akhir-akhir ini aku sering baper setelah makan aku memutuskan untuk shalat dzuhur terlebih dahulu.

My Second WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang