Bab 26 Berangkat Bareng

15K 619 4
                                    

Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia. 🍁
(Syaidina Ali bin Abi Thalib )

Safa mulai membaringkan badannya di sofa. Hari ini dia sangat senang karna pria itu pelan-pelan sudah menghangat padanya dan Safa malah terus mengaguminya padahal dia sudah tahu kalau pria itu tidak akan suka padanya.

Suara adzan isya berkumandang begitu merdu, Allah sudah memanggil umatnya untuk beribadah.
Jangan sampai kita melalaikan kewajiban kita sebagai umat manusia yang berakhlak dan memiliki keimanan.
Sesudah melaksanakan shalat isya langsung saja aku menuruni tangga menuju dapur benar saja ternyata ummiku sudah berada di sana. Dia selalu menunggu anak gadisnya untuk makan bersama tapi kadang kita tidak makan berdua melainkan dengan bi Inah dan suaminya. Walaupun mereka sering menolak karna menurut mereka berdua itu tidak sopan tapi tetap saja aku memaksa mereka untuk makan bersamaku, setelah semua selesai aku memutuskan membantu bi Inah mencuci piring aku harus mulai belajar sendiri bagaimana mengurus rumah tangga dan menjalankan aktivitas seperti bibi. Tapi tidak mungkin nanti aku tinggal bersama keluarga dia toh dia hanya menginginkan anakku bukan aku, apa nanti aku rela menyerahkan anakku pada mereka? Nanti saja aku memikirkannya menikah saja belum rencana kedepan biar Allah swt yang mengatur semuanya, kita hanya berusaha dan terus berikhtiar.

Aku membuka novel kesayanganku rasanya tidak bosan-bosan aku membacanya, membaca kisah yang sama seperti Siti Fatimah Az-zahra dengan Syaidina Ali bin Abi Thalib mencintai dalam diam begitupun aku akan mencintainya dalam diam, aku harus mulai menguatkan hatiku jangan sampai aku mencintainya walaupun setiap harinya aku terus mengagumi dia anggap saja itu hanya sebatas kagum tanpa ada rasa sama sekali.

Aku memutuskan tidur bersama dengan ummi entah kenapa ingin sekali aku menghambiskan waktu berdua dengan ummi. Begitupun ummi seperti takut kehilanganku kadang aku dan ummi selalu menangis mengingat kalau aku akan menjadi istri kedua, semoga di posisi itu aku bisa kuat dengan omongan orang nantinya sudah pasti tetangga bahkan orang yang baru ku kenal bila mengetahui statusku akan membicarakanku yang tidak-tidak, kata ummi aku harus siap mental menghadapi itu semua, aku tidak boleh mengeluh karna itu juga aku yang terima semuanya.

Jam 03 : 00 ummi membangunkanku, ummi mengajakku melaksanakan shalat malam, shalat yang selalu aku dan ummi lakukan.

"seutama-utama shalat setelah shalat fardhu ialah shalat sunnat di waktu malam"
(HR. Muslim)

Ummi selalu mengingatkanku kalau ada masalah kita lakukan saja shalat malam itu akan membuat pikiran kita menjadi tenang, bahkan ummi selalu bilang kalau kita harus mencurahkan apapun yang kita pendam ke hadapan Allah SWT. Aku akan selalu inget dengan semua pesan ummi karna bagiku dialah pelita hidupku yang tidak akan pernah tergantikan.
Ummi bilang. "Suatu hari ada waktunya ummi harus melepaskan kamu nak, tapi kamu janji walaupun kamu sudah menjadi tanggung jawab orang lain tapi ummi akan terus ada buat kamu kamu jangan pernah merasa sendiri." itu semua yang ummi ucapkan akan selalu terngiang di otakku.

"Tidur lagi nak" ucap ummiku

"Tidak ummi sebentar lagi juga subuh, Safa mau nyelesain tugas dulu"

"Nak inget kan kamu jaga kesehatan jangan terlalu sibuk sama kuliah kamu, kamu harus kuatin mental kamu nak"

"Iya mi tenang saja Safa gapapa ko"

Aku langsung memeluk ummi erat, entah kenapa rasanya sangat berat meninggalkan ummi nanti semoga aku masih tetap serumah dengan ummiku.

My Second WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang