Bab 29 Kekanakan

14.9K 568 15
                                    

Kesempatan datang bagai awan berlalu, pegunakanlah ketika ia nampak di hadapanmu.

(Syaidina Ali bin Abi Thalib)

Kahfi pov

Sore ini istriku memaksaku untuk mengikuti kemauannya karna sore ini juga dia ingin kerumah gadis itu. Entahlah apa yang ada dalam pikiran istriku dia baru saja pulang dari rumah sakit seharusnya dia ada di rumah untuk beristirahat bukan pergi kemana mana. Bukannya jaitan dia baru saja kering seharuanya dia tidur atau duduk saja di rumah tidak perlu kemana-mana tapi istriku beda dia terus saja memaksaku. Aku hampir bosan dengan semua perkataannya akhirnya akupun memutuskan untuk mengikuti keinginan dia tapi sebelum kerumah gadis itu aku shalat ashar terlebih dahulu, setelah semuanya selesai dan rapi akupun langsung menghampiri dia yang sudah ada di luar rumah dari tadi. Dia seperti tidak sabar ingin bertemu dengan gadis itu, selama di perjalanan dia tidak henti-hentinya memuji gadis itu aku tahu memang terlihat kalau gadis itu sungguh shalehah tapi aku sangat tidak suka dengan kepolosannya dan satu lagi aku tidak suka sikapnya yang kadang seperti anak kecil.

Menurut istriku, Safa sangat cantik kulitnya yang putih bahkan menurut dia wajah gadis itu akan terlihat seperti mengeluarkan cahaya ketika ia sedang tersenyum.

Sesampainya di rumah gadis itu Afifah langsung meninggalkanku karna dia lihat pintu rumah gadis itu terbuka lebar akupun mendekatkan tubuhku pada Afifah. Saat ingin mengucapkan salam aku di buat geleng-geleng kepala dengan tingkah gadis itu dia sedang berlarian bersama dengan kedua temannya seperti anak kecil bahkan mereka berlari dari atas sampai bawah. Dan betapa cerobohnya dia waktu ingin keluar malah terpeleset karena keset yang ada di hadapannya apa dia tidak melihat itu, untung saja reflex ku kuat langsung saja aku tumpu badan dia aku tidak peduli dengan perkataan dia bukan muhrim toh disini aku hanya ingin menyelamatkan dia, bukan karna hal apapun,
Saat dia melihat wajahku dia malah gelagapan dan melepaskan badannya dariku di usia yang sekarang seharusnya dia dan temannya tidak melakukan hal seperti bocah. Dia langsung menyuruhku dan istriku untuk bergabung dengan umminya sementara kedua temannya sudah kembali ke atas yang ku yakini pasti mereka pergi ke kamar gadis itu.

Aku dan istriku mulai bersalaman dengan umminya gadis itu, istriku memang sangat dekat dengan umminya bahkan istriku pernah mendonasikan uangnya hanya untuk butik ummi gadis itu Afifah bilang kalau dia sudah menganggap ummi gadis itu sebagai umminya sendiri. Karna sifat keibuannya yang langsung membuat Fifah begitu dekat dengannya gadis itu membawakan minuman tak lupa juga kuenya langsung saja dia duduk di samping umminya, dia menanyakan keadaan istriku menanyakan kenapa kerumahnya padahal kata dia kalau istriku baru saja sembuh dan istriku menjawab semuanya dia bilang kalau dia sangat rindu dengan gadis itu. Di saat mereka sedang asik berbicara aku mengucapkan yang dari tadi ada di pikiranku aku mengatakan pada gadis itu kalau sudah jadi istriku jangan bersikap seperti tadi karna itu hanya membuatku ilfil. Bagaimana tidak, dia berlarian dengan temannya tanpa memperdulikan usianya apa mereka pikir mereka ini masih usia 5-10 tahun? Justru mereka sudah dikatakan dewasa bukan dengan usia 20-25 tapi pemikiran mereka belum dewasa aku berkata padanya jangan seperti anak kecil tapi tunggu bukannya minta maaf dia malah bilang kalau dia juga butuh main dengan temannya, mengenai hal itu dia bilang kalau dia tidak bisa menjadi gadis yang seperti aku dan istriku mau dan dia malah meninggalkanku dan istriku dia sangat tidak sopan bukan meninggalkan tamu yang jelas-jelas tamunya ingin bertemu dengan dia.

"Maafin anak ummi ya, kalau masih bersikap seperti itu" Ucap umminya

"Tidak papa mi, justru Fifah yang minta maaf karna mas Kahfi terlalu lancang berkata seperti itu"

My Second WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang