09. Pain

2.4K 252 17
                                    


Ranjang yang bergerak disebelahnya menandakan ada beban tubuh lain yang ditumpunya, Ia memegang selimut erat, merasakan dingin yang menyelusup dihatinya, bahkan seingatnya tadi Ia mematikan pendingin ruangan tapi kenapa rasa dingin masih datang menghampirinya. oh bukan. bukan dingin ditubuhnya , tapi dihatinya. Ia lelah. lelah secara fisik dan emosi. tubuhnya menolak untuk bekerja sama sejak Ia mendengar jadwal peomosi selanjutnya. kembali pikiran buruk yang berlarian diotaknya tentang masa depannya.

Tangan panjang yang perlahan melingkar dipinggangnya dan tubuh yang mendekat membuatnya memejamkan mata lebih kuat, menahan air mata yang bersiap turun disela acara pura-pura tidurnya. Ia merasakan hangat tubuh dari orang dibelakangnya dan nafas yang berada ditengkuknya , normalnya Ia akan merasa panas tapi malam ini, semuanya dingin, Ia seperti mati rasa. kecupan singkat ditengkuknya, dan pelukan hangat yang semakin erat membuatnya menegang namun berusaha tetap terlihat normal, Ia tidak ingin orang dibelakangnya tahu bahwa Ia belum tertidur.

Ia yakin bisa menahan air matanya malam ini, tidak ingin menangis , tidak untuk hal yang sama setidaknya. Ia merasakan wajah itu ditempatkan tepat dibelakang tengkuknya, menghirup aroma tubuhnya kuat, hingga Ia merasakan basah disana, tetes demi tetes sampai Ia mendengar isakan kecil dibelakang tubuhnya. Ia menggigit bibirnya kuat menahan segalanya agar tetap berada diposisinya, hingga Ia merasakan bibirnya mungkin berdarah karna rasa besi yang mulai dirasakan olehnya. isakan kecil itu masih terdengar, tubuh dibelakangnya memeluknya lebih erat, wajahnya masih disana berdiam ditengkuknya dengan air mata yang masih mengalir.

Demi Tuhan aku harus apa

"maafkan aku" , satu kecupan mendarat ditengkuknya.

Kali ini bukan kupu-kupu terbang yang ada diperutnya, tapi perutnya seakan mual, ingin menumpahkan segalanya keluar, membuang apapun yang mengganggu pikirannya.

"maafkan aku, aku tahu kau belum tidur Ten.." bibir itu bergetar dibelakang tengkuknya, Ten menelan ludah yang bercampur dengan darahnya.

Ten mengeratkan genggaman pada selimutnya, masih memejamkan matanya, Ia merasa matanya lengket karena terlalu banyak menangis sebelumnya, itu kenapa Ia menahan mati-matian dirinya agar tidak berbalik dan membuat orang dibelakangnya lebih khawatir terhadapnya.

"Ten please.." satu kecupan lagi ditengkuknya, setiap kecupan serasa menyayat luka yang telah ada sebelumnya, membukanya, dan membuatnya lebih lebar dari sebelumnya.

"Ten kumohon...lihat aku.."

Ten terdiam, membatu, membatu pada hatinya, membatu pada pikirannya, hingga Ia merasakan orang itu melepaskan pelukannya.

Oh tidak.. dia pergi..

Aku takut kau juga akan meninggalkanku..

Tidak Ten.. kau terlalu lemah..

Tempat ini memang tidak cocok untukmu..

Lama kelamaan dia akan lelah terhadapmu..

Menelantarkanmu..

Berhenti mengunjungimu..

Sama seperti agensimu..

Ten berteriak dalam hati kecilnya, perasaan menyesal kerap kali datang kepikirannya, Ia masih memejamkan matanya namun satu tetes air mata ternyata berhasil lolos dari mata indahnya. sampai sebuah kecupan yang lebih lama ditengkuknya dan gerakan paksa orang dibelakangnya yang ingin membalik tubuhnya. Ten berbalik sudah pasti, orang tersebut punya kendali penuh atas tubuhnya dan Ten seperti tidak memiliki tenaga bahkan untuk protes, matanya masih memejam tapi siapapun tahu dia menangis. menangis dalam diam. menangis bahkan dalam tidurnya.

Perfect MatchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang