07. Cure

2.8K 241 55
                                    

Siang itu hujan mengguyur kota Seoul dengan derasnya, suara klakson terdengar disepanjang jalan, lalu lintas padat dapat terlihat disalah kota tersibuk di Korea itu. orang yang berjalan seperti saling mendahului karena guyuran hujan yang jatuh diatas payungnya , berlomba untuk segera tiba ditempat tujuan.

Dia berdiri disana, menatap jalanan padat dibawahnya, tangannya terlipat di depan dada, memeluk tubuh mungilnya yang mulai terasa dingin, hari ini dia hanya menggunakan kemeja tipis berwarna hitam yang dipadu dengan celana jeans hitamnya, ia tidak berfikir bahwa hari ini akan turun hujan.

Sudah hampir satu jam ketika rintik hujan pertama turun, itu artinya sekitar empat puluh lima menit Ia berdiri mematung disana, matanya menatap ke bawah seakan sedang menunggu seseorang, hatinya menghitung entah telah sampai hitungan keberapa, kakinya mulai lelah tapi sepertinya hujan masih enggan untuk mengucap selamat tinggal. Ia maju selangkah menyentuh jendela yang mulai berembun karena hembus nafasnya, air matanya mulai mengalir dengan sendirinya, Ia menangis dalam diam, suatu tangisan yang sarat akan penyesalan, akan rasa kesakitan yang begitu mendalam, kakinya bergetar, matanya menyusuri wajah orang yang berlalu lalang dengan cepatnya.

Dia akan datang...

Ya dia akan datang...

Sebentar lagi...

Dia pasti datang...

Mungkin sekarang dia sedang terjebak hujan...

Kesunyian yang mendalam dikala hujan membawanya menyusuri kenangan memorinya yang terdalam, tersimpan rapi ditempat terdalam dengan kunci yang telah dibuang.

Dia akan selalu menjadi tempat pulangnya..

Akan selalu menjadi bagian penting dalam hidupnya..

Akan selalu menjadi mimpi terindahnya..

Akan selalu menjadi kenangan termanisnya..

Akan selalu berada dihatinya..

Cup..sebuah kecupan dibahunya menyadarkan dia dari lamunannya, tangan yang perlahan melingkar diperutnya dan dagu yang disandarkan dibahunya membuatnya tersadar sekarang telah tiba waktunya.

"Kau sudah siap sayang?" Ia meremas tangan pemuda dibelakangnya.

Satu kecupan lagi dibahunya, mencoba menyalurkan energi baginya.

"maafkan aku"

"ssshh'"

Air matanya terkumpul dipelupuk matanya, siap untuk terjun bebas melewati pipinya.

"maafkan aku..."

"hey...it's okay, aku disini" kali ini giliran tangan pemuda dibelakangnya yang meremas tangan mungilnya.

"kita akan berangkat kapanpun kau siap, aku akan selalu ada disini, menunggumu, menangislah, itu lebih baik daripada aku melihatmu menahannya"

"tapi aku..."

"aku tidak akan pernah siap..." Ten memutar tubuhnya dan memeluk pemuda dibelakangnya erat, tangisnya pecah membasahi kemeja hitam yang digunakan pemuda tersebut. dua tahun. tepat dua tahun saat ia kehilangan orang terkasihnya, sumber kebahagiaanya, dunianya, miliknya. satu hari sebelum hari pernikahan mereka. kecelakaan dijalanan bawah sana yang merenggut nyawa kekasihnya. hampir delapan bulan ia mengunci dirinya dikamar, menjauhkan dirinya dari dunia luar. hingga pada bulan berikutnya saat ia pertama kali menghirup udara luar ia bertemu dengan seseorang, pertemuan tak terduga dengan seseorang yang kemudian berjanji ingin menjaganya, memberinya kasih sayang, menerimanya apa adanya, dan menerima bahwa Ia sering tersingkirkan bahkan untuk orang yang amat jauh disana, Ia percaya suatu saat Ten akan mengerti seberapa besar cintanya, seberapa besar kasih sayangnya. pasti orang sebelumnya telah menghujani Ten dengan cintanya, hingga Ten terlalu tenggelam dengan kenangan masa lalunya.

Perfect MatchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang