"Mulai sekarang kamu harus perbaiki diri kamu, Dek. Ngomongnya jangan gue-lo lagi, tapi aku-kamu. Terus juga manggil Jungkook jangan asal namanya aja, gak sopan kamu."
Eunha kena ceramah lagi, kadang dia sebel banget kalau udah berhadapan sama Mamanya. Banyak aturan, harus ini-itu, dan Eunha pusing.
"Terus aku panggil dia apa? Akang? Aa? Ma, aku tuh malu kalau ngomong gitu di depan dia. Nanti kalau aku malah diledekin gimana? Mama tahu sendiri dia suka kocak gitu orangnya gak pernah serius."
"Sayang, dia gak mungkin nanggepin itu dengan candaan. Kalau kamu manggil dia pakai embel-embel Kak atau Mas atau apapun terserah kamu, kan itu tandanya kamu menghormati dia sebagai suami kamu." Mama Eunha berusaha menjelaskan. "Apalagi nih, kamu kan sekarang lagi hamil. Nanti kalau kamu punya anak terus dia ikut-ikutan ngomong gue-lo ke kalian atau manggil kalian dengan nama tanpa embel-embel apapun, kalian mau nyalahin siapa?"
Mendengar itu, Eunha langsung diam.
"Itu salah orangtuanya, karena kalian yang ngajarin dia kaya gitu." Mama Eunha menoel pucuk hidung anaknya. "Lingkungan sangat berpengaruh besar terhadap tumbuh kembang anak. Mereka mudah menangkap hal-hal baru, tanpa tahu itu baik atau buruk. Tugas kalian sebagai orangtua adalah mengajarkan kepada anak kalian gimana caranya sopan santun dan bersikap. Karena di jaman sekarang, krisis moral terjadi di mana-mana. Banyak anak udah gak patuh sama orangtua, melawan, bahkan ngata-ngatain orangtua di depan umum."
"Maafin Eunha, Ma. Eunha tahu Eunha salah." Wanita itu menunduk. "Ternyata Eunha belum bisa menjadi calon mama yang baik buat anak Eunha nanti."
"Gak apa-apa, kamu bisa memperbaiki diri kamu seiring berjalannya waktu. Karena walau kamu merasa diri kamu sudah dewasa, bagi mama atau papa kamu masih anak bungsu kesayangan di keluarga ini. Apalagi, kamu sama Jungkook kan belum ada setahun nikah, Dek."
Eunha ngangguk, kemudian menyelipkan rambut ke belakang telinga. "Tapi ... aku masih ragu."
"Kenapa harus ragu? Gak ada yang perlu diraguin ketika kamu mau berubah jadi lebih baik."
"Aku malu."
"Malu itu wajar, manusiawi. Kalau udah terbiasa, kamu gak akan pernah menyesal pernah mengikuti saran Mama ini."
Eunha natap sang mama, sebelum akhirnya memeluk tubuh wanita yang tingginya setara dengan dia dan berbisik, "Makasih, Ma. Maafin Eunha kadang suka merasa sebagai orang yang paling benar, padahal Mama yang lebih dulu tahu soal pahit-manisnya hidup dibanding Eunha. Maafin Eunha kalau suka kurang ajar karena gak dengerin nasihat Mama dan bersikap semau Eunha sendiri. Maafin adek ya, Ma."
"Sebelum kamu minta maaf sama Mama, Mama sudah memaafkan kamu, Sayang."
***
Eunha daritadi memilin-milin ujung baju, sibuk dengan pikirannya sendiri mengenai, "Ini beneran harus manggil Jungkook dengan panggilan Mas?", "Apa reaksi Jungkook pas nanti gue ngomong sama dia pakai aku-kamu?"
Pas dia kembali ke tempat semula abis ngobrol sama Mamanya di dapur, Jungkook gak ada di tempat. Jungkook diajak pergi sama Papanya buat lihat kebun jeruk sama stroberi punya keluarga Eunha di tempat yang jaraknya agak jauh dari situ. Jadi, Eunha masih punya waktu buat mempersiapkan diri sebelum diketawain sama suaminya.
Pintu kamar yang diketuk membuat lamunan Eunha buyar dan otomatis melangkahkan kaki untuk membuka pintu. "Iya sebentar." Eunha kesel denger pintu kamar digedor-gedor udah kaya tukang kredit nagih utang. Pas Eunha buka pintu, di sana ada sosok Kakaknya yang udah berdiri sambil merentangkan tangan.
"Kak Eunwoo," pekik Eunha, langsung memeluk Kakak pertamanya dengan erat. "Kangen yaampun, Kak."
"Iya Kakak juga kangen sama Adek." Eunwoo menepuk-nepuk punggung adiknya. "Makin lebar aja nih badan," kata Eunwoo pas mereka melepaskan pelukan dan kedua tangan lelaki itu masih hinggap di bahu Eunha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Swag Marriage [Jungkook-Eunha] ✔
Fanfiction(CERITA PERTAMA SAYA DI WATTPAD, MASIH AMATIR) Kehidupan sehari-hari Jungkook dan Eunha setelah menikah. Bagi yang suka cerita manis dengan konflik ringan, bisa kali mampir ke sini heuheu? UDAH TAMAT!