Jena berjalan dengan cepat kearah pintu bandara, karena saat ini ia sudah telat lebih dari setengah jam.
Bagaimana tidak, pesawatnya di delay saat ia melakukan transit di bandara Beijing.
"Mati aku," gumamnya pelan sambil terus mendorong trolley yang memuat barang-barang bawaannya dari New York saat mendengar ponselnya berdering dengan kencang di dalam saku celananya.
Udara khas Seoul saat musim gugur menyambut kedatangannya saat ia berjalan keluar bandara.
Jena langsung berlari kecil menuju kearah salah satu taksi dan meminta tolong kepada supir taksi tersebut untuk membantunya memindahkan seluruh barang bawaannya kedalam bagasi.
Setelah selesai dengan urusan barang-barangnya, ia dengan cepat masuk kedalam mobil dan memberi tahu supir taksi tersebut
alamat yang ditujunya.Lagi-lagi ponselnya berdering menandakan adanya sebuah panggilan masuk.
Jena mengambil ponselnya yang terletak di saku celana dan melihat caller id-nya.
Eomma
"Ugh!" Jena berteriak lalu mengangkat panggilan tersebut.
"Maaf eomma tadi pesa-"
"Cepat datang kesini sekarang juga!" ucap ibu dari Jena yang ternyata lebih panik disebrang sana.
Belum sempat Jena mengiyakan kata-kata ibunya, sambungan telpon tersebut sudah dimatikan terlebih dahulu.
Jena mengeluh pelan lalu mengalihkan pandangannya dan memilih untuk melihat pemandangan jalan kota kelahirannya. Kota yang sudah ia tinggalkan lebih dari lima tahun terakhir.
• Autumn White Lies •
Jena memberikan beberapa lembar won dan juga membungkukkan badannya pada supir taksi yang telah mengantarkannya dengan selamat sampai ke depan rumahnya.
"Terima kasih banyak paman," ucap Jena saat supir taksi itu lagi-lagi membantunya untuk menurunkan barang bawaannya.
Setelah taksi tersebut pergi menjauhinya, Jena langsung tersadar bahwa ia sedang terburu-buru dan langsung memencet bell rumahnya.
Gerbang yang terbuat dari kayu tersebut pun langsung terbuka dan menampilkan seorang pria yang Jena yakini adalah penjaga rumahnya.
"Paman tolong bawakan barang-barangku ke dalam, dan dimana Nyonya Kim?"
"Nona Jena? Nyonya ada di dalam kamar Nona Sena."
Dengan cepat Jena mengucapkan terima kasih dan berlari kecil menuju ke dalam rumahnya yang merupakan salah satu rumah mewah.
Jena sudah lama tak menginjakan kakinya kedalam rumah tersebut jadi ia berlari sambil tersenyum seperti mengingat-ingat apa saja kenangan yang dulu pernah ia tinggakan di rumah tersebut.
"Eomma!" Jena membuka pintu Kamar Sena dan memanggil ibunya dengan keras.
Ia menemukan bahwa kembarannya, Sena tak berada disana.
"Aku pikir aku telat, dimana Sena?"
Diam.
Tak ada yang merespon pertanyaan Jena, sampai akhirnya anak sulung dari keluarga Kim yqng satu itu angkat bicara.
"Baca ini." Seokjin memberikan sebuah kertas yang berisikan tulisan tangan milik Sena.
Jena menerima kertas tersebut lalu membacanya dengan perlahan dan seksama.
"Jadi ia kabur? Mengapa kalian tak ada yang mencarinya? Aku akan membantu mencarinya, oppa pinjam motormu," ucap Jena panjang lebar.
"Masalahnya, acara pertunangan akan dimulai setengah jam lagi, jadi..." Seokjin dengan sengaja menggantungkan kalimatnya.
"Jadi?" tanya Jena.
"Jadi, bantulah Sena kali ini." Itu Nyonya Kim.
Jena mengerutkan dahinya, "Maksudnya?"
"Jadilah Sena untuk kali ini saja, tunangannya tak pernah melihatmu, lagipula tak akan ada yang menyadarinya juga bi-"
"Kalian sudah gila?" potong Jena.
Nyonya Kim berjalan kearah Jena lalu memegang tangan anaknya tersebut, "Untuk kali ini saja, eomma mohon."
Jena sedang berdebat dengan dirinya sendiri saat ini. Ia sangat binggung dengan keputusan apa yang harus ia ambil sekarang.
Ia binggung karena tujuan ia kembali ke Korea sendiri adalah untuk menghadiri pertunangan kembarannya bukan malah menggantikan kembarannya tersebut.
Tetapi disisi lain, bagaimanapun juga ini semua meyangkut reputasi Sena dan juga nama baik keluarganya.
Jika saja Jena mempunyai kekuatan telepati dengan Sena saat ini, pastinya ia sudah mengancam kembarannya itu untuk pulang saat ini juga.
Setelah bergelut dengan dirinya sendiri, Jena memutuskan untuk membantu Sena, dan itu hanya berlaku untuk saat ini dan kali ini saja.
"Aku akan melakukannya, tetapi dengan satu syarat," Jena mengacungkan jari telunjuknya.
Seokjin memiringkan kepalanya pertanda menanyakan apa syarat yang Jena berikan untuknya dan juga ibunya.
"Ijinkan aku pergi menemuinya."
Seokjin menyesal karena sudah menyarankan ibunya untuk melakukan ini, "Tidak!"
"Kalau begitu jangan harap aku akan pergi ke pertunangan itu," ancam Jena.
Nyonya Kim lalu beralih pada Seokjin dan mendekat kearah putra sulungnya tersebut,
"Ijinkan saja dia, untuk kali ini saja Jin," ucap Nyonya Kim memohon.
Seokjin menghembuskan nafasnya dengan kasar, "Eomma! Kau Tahu bagaimana nantinya bila ia-"
"Seokjin!" potong Nyonya Kim.
"Eomma tapi..." Seokjin lagi-lagi menghembuskan nafasnya dengan kasar, "Oke untuk kali ini saja."
Jena langsung tersenyum. Ia akan melakukan apapun untuknya, apapun itu. Lagipula, ia tak mau nantinya keluarga dari tunangan Sena menganggap keluarganya merupakan keluarga yang tak bertanggung jawab.
"Untuk kali ini saja. Hanya sekali."
Please kindly vote and comment!
-Berryl
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTUMN WHITE LIES
FanfictionSaat musim gugur, semua orang mempunyai kisahnya masing-masing. Begitu pula dengan Jena, yang kisahnya entah berakhir bahagia atau bahkan terlupakan. ©seoulatnight 2017