"Dan ia memberi tahuku bahwa ... Jungkook meninggal."
Dunia Jena seakan berhenti saat ini. Nafasnya tercekat setelah Taehyung menuntaskan kalimatnya tersebut.
Jena kemudian memejamkan matanya sesaat lalu menarik nafasnya pelan berusaha untuk menetralkan kembali pikiran dan juga degup jantungnya.
Itu bukan dia, itu bukan dia, itu bukan dia. Batin Jena berulang kali.
Jena kemudian merengkuh Taehyung ke dalam pelukannya. Membuat tangisan pria tersebut semakin menjadi-jadi.
"Tak apa Taehyung-ah." Jena menepuk-nepuk pundak Taehyung, menenangkan pria yang sedang terisak dalam pelukannya tersebut.
"Ia pasti sudah bahagia di atas sana. Bila kau terus menangisinya, ia juga akan bersedih dari atas sana."
Taehyung tak menjawab Jena dan semakin memperdalam kepalanya pada cekruk leher Jena yang entah mengapa membuat ia berada dalam posisi yang sangat nyaman.
Setelah beberapa lama kemudian, Taehyung melepaskan pelukannya tersebut. "Ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki ke tempat ini selama delapan tahun terakhir."
Detak jantung Jena berpacu dengan cepat saat pria itu menuntaskan kalimatnya.
Taehyung menatap lekat mata Jena. Kemudian, Taehyung memajukkan wajahnya perlahan mendekati wajah Jena.
Cup.
Tiba-tiba, Jena merasakan ada suatu benda kenyal yang menabrak bibirnya.
Ia hendak mendorong pundak Taehyung untuk menjauh, tetapi entah karena tangannya yang terlalu lemah, atau memang bibir Taehyung yang terlalu manis membuainya dan membuat ia membalas ciuman dari pria tersebut.
Taehyung merasakan darahnya berdesir dengan kencang. Begitu juga dengan Jena yang semakin memperdalam remasannya pada ujung bajunya.
Beberapa saat kemudian, Taehyung menjauhkan wajahnya dari wajah Jena. Dan saat ini, ia dapat melihat jelas kedua pipi Jena yang memerah.
Taehyung kemudian memutar tubuh beserta kakinya lalu bangkit dari tempatnya duduk. "A-aku akan ke dalam terlebih dahulu. Jangan terlalu lama duduk di sini, sebentar lagi akan turun hujan."
Taehyung kemudian menjauhkan dirinya dari Jena dengan seribu langkah.
Bagaimana bisa ia mencium gadis itu dan membuat detak jantungnya sendiri berubah menjadi tak karuan saat ini.
● Autumn White Lies ●
Jena sedang mencari pakaian yang sesuai dengan tubuh dan juga seleranya pada lemari milik ibu dari Taehyung."Aku benar-benar boleh meminjam apa saja?" tanya Jena untuk yang kesekian kalinya, karena isi dari lemari Nyonya Kim yang satu itu tidak main-main.
Bahkan bila di totalkan, mungkin Jena mampu membeli lahan kosong yang berada di sebelah rumah yang saat ini ia singgahi.
Taehyung lagi-lagi mengangguk.
Setelah kejadian di rooftop tadi, Taehyung sempat salah tingkah saat Jena memberi tahunya bahwa bajunya basah terkena semburan air dari wastafel yang ternyata sudah rusak.
Padahal, Jena hanya ingin bertanya padanya apa ada baju yang dapat ia pinjam atau tidak.
"Cepatlah, aku tunggu di depan." Taehyung kemudian berjalan keluar ruangan tersebut.
"Lihat saja, sifatnya sudah kembali seperti semula," ucap Jena sambil berdecih pelan saat mengamati pria tersebut menghilang di balik pintu.
Jena mendesah berat, "Apa ibunya tak mempunyai baju yang normal-normal saja?"
Ucapan Jena membuat pria yang masih bergeming di balik pintu terkekeh pelan.
Lagi-lagi jantungnya berdetak tak karuan saat ia berada di dekat gadis itu.
Taehyung berjalan menelusuri rumah tersebut, sambil bergelut dengan dirinya sendiri.
Apa ia harus mulai membuka hatinya pada gadis tersebut?
● Autumn White Lies ●
Jena berakhir mengenakan sebuah sweater milik Taehyung yang kebesaran di tubuhnya.Ia lebih memilih untuk menggunakan pakaian kebesaran, daripada meminjam pakaian yang harganya setinggi langit tersebut.
Saat ini mereka sedang berada di mobil Taehyung.
Pemuda itu berkata bahwa ia harus bertemu dengan rekan kerjanya di kantor perusahaannya siang ini.
"Kurasa itu bukan cincin yang kuberikan."
Jena melirik Taehyung yang sedang fokus menyetir. "Di mana cincinnya?" tanya Taehyung.
Ah, Sena sialan. Batinnya merutuki Sena.
"Ada di kamarku, ini pemberian ayahku," ucap Jena berbohong.
Taehyung menganggukan kepalanya mengerti, "Aku minta maaf."
Jena mengerutkan dahinya, "Untuk?"
"Cincin itu." Taehyung masih mempertahankan wajah datarnya.
Jena hanya mengangguk sebagai jawabannya.
Mereka tiba di sebuah gedung bertingkat yang Jena yakini adalah milik perusahaan keluarga Taehyung.
Setelah Taehyung memarkirkan mobilnya di basement, mereka kemudian turun dari mobil milik Taehyung.
"Aku akan mengenalkanmu pada kolega bisnis perusahaan keluargaku. Jangan terlalu tegang, santai saja oke."
Jena mengangguk sebagai balasan dari ucapan Taehyung barusan.
Tanpa aba-aba, Taehyung mengaitkan tangannya pada tangan milik Jena saat mereka berjalan menuju ke lift.
Jena langsung menatap heran Taehyung seketika kemudian.
"Jangan menatapku seperti itu, orang akan mengira aku menculikmu."
Gadis itu mengarahkan pandangannya kembali pada jalan yang sedang mereka telusuri.
Dan lagi-lagi, jantungnya berdetak dengan kencang dan ada sensasi menggelitik saat ia bersama Taehyung.
● Autumn White Lies ●
Saat ini, mereka sudah berada di lantai ke-sepuluh dari gedung tersebut. Jangan lupakan tangan Taehyung yang masih menggenggam erat tangan milik Jena.
"Sena, kau tunggu di sini sebentar oke." Taehyung melepaskan tangan Jena lalu menghilang di balik pintu yang berada di depan mereka.
Akhirnya, perempuan itu dapat menghembuskan nafasnya dengan lega saat ini.
Ia tahu, saat ini ia hanya membantu kembarannya tersebut, tetapi ia merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya saat Taehyung memanggilnya dengan sebutan 'Sena'.
Sejujurnya, gadis itu kecewa.
Taehyung yang tiba-tiba membuka pintu dan menyuruhnya untuk masuk ke dalam ruangan membuyarkan lamunan Jena seketika kemudian.
Jena masuk ke dalam ruangan tersebut, lalu menatap satu persatu kolega bisnis dari keluarga Kim tersebut.
Ia kemudian membungkukkan badannya. "Annyeonghaseyo, jeoneun Kim Sena-imnida."
Haloo, sorry for late update :(
Thank you for reading this story so far!Btw, old cover or new cover?
Thank you for you vote and comments too!
Enjoy Reading!
-Berryl
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTUMN WHITE LIES
FanfictionSaat musim gugur, semua orang mempunyai kisahnya masing-masing. Begitu pula dengan Jena, yang kisahnya entah berakhir bahagia atau bahkan terlupakan. ©seoulatnight 2017