What if

7.8K 1K 29
                                        

"Yang terakhir Taehyung ingat adalah saat ia makan siang di Korea. Ia tak mengigat apapun tentang Prancis dan hari itu."

Jena tertegun setelah mendengar penjelasan panjang dari mulut Hanna.

Ini benar-benar di luar dugaannya. Ia tak pernah menyangka akan mendengar cerita seperti ini seumur hidupnya.

Jena menelan ludahnya dengan susah payah sambil menatap Hanna nanar.

"Aku sunguh minta maaf karena baru bisa memberitahumu sekarang."

Hanna menunduk. Berusaha menahan tangisnya yang bisa keluar kapanpun.

Jena menggeleng, "Bukan salahmu."

Mendengar nada bicara yang terkesan datar, Hanna pun mendongak dan menemukan Jena dengan tatapan kosong itu lagi.

Tatapan yang tak ingin ia lihat sampai kapanpun untuk yang kedua kalinya.

"Jangan memikirkannya, kumohon," pinta Hanna.

Jena bangkit dari tempatnya dengan kaki bergetar, ia hampir saja terjatuh bila tangannya tak segera bertumpu pada meja di depannya.

"Jena," panggil Hanna pelan.

Jena tak mengacuhkan panggilannya dan berjalan pergi dari sana dengan pelan beserta pandangan kosong.

"Maafkan aku, Jung." Hanna kemudian berlari mengejar Jena dan mengikutinya dari belakang.

Ia mengerti Jena butuh waktu untuk sendiri saat ini. Tetapi ia akan selalu ada di belakang Jena, mendukung dan menahan Jena agar tak terjatuh lagi seperti dahulu kala.

Hanna menarik lengan Jena, "Akan kuantar kau pulang."

Jena menganguk, kemudian mengekori Hanna untuk pergi ke dalam mobil sewaan yang Hanna sewa selama ia berada di Korea.

Dalam perjalanan menuju ke rumahnya, Jena benar-benar diam dan tak berbicara sepatah katapun.

Hanna benar-benar khawatir dan juga menyesal. Memang ia harus segera meluruskan segalanya, tetapi bukan ini yang ia inginkan setelah memberi tahu Jena kenyataan tersebut.

"Hanna."

Dengan cepat perempuan itu menengokkan kepalanya ke samping dalam jangka waktu yang cukup lama, kemudian kembali memfokuskan pandangannya ke depan.

"Kau juga baru mengetahuinya bukan?"

Hanna menaikan kedua alisnya, binggung akan pertanyaan yang dilontarkan Jena barusan.

"Mengetahui apa?" tanya Hanna sambil sesekali melirik Jena.

"Jungkook..."

Terdengar helaan napas berat dari Jena.

"... ia membunuh dirinya sendiri karena merasa bersalah, bukan?"

Deg.

Jantung Hanna hampir saja copot setelah mendengar kalimat itu.

Ia tahu Jungkook meninggal di hari yang sama saat Taehyung bangun dari komanya, tetapi selama ini ia berpikir bahwa memang itu adalah sebuah kebetulan yang aneh.

Hanna sudah tak memikirkan apapun tentang kejadian itu sampai beberapa waktu yang lalu, saat Jena menemuinya di New York dan memberitahunya bahwa Jungkook meninggal karena bunuh diri.

Terlebih lagi setelah ia melihat Taehyung di hari berikutnya, membuat Hanna semakin merasa bahwa ia harus menceritakan segalanya pada Jena. Tetapi ia tak mengira bahwa Jena secepat itu untuk menyatukan segalanya dan memikirkan tentang hal itu.

Hanna hanya terdiam, tak membalas pertanyaan tersebut.

"Kurasa aku tahu mengapa aku harus melalui semua ini sekarang," lirih Jena pelan yang terdengar menyedihkan.

"Di saat ia sangat membutuhkan seseorang, aku tak bisa berada di sampingnya. Dan tiba-tiba jantungnya melemah kembali dan di saat itulah aku baru memperhatikannya lagi. Aku terlalu sibuk dengan duniaku, dan tak bisa membatunya untuk memapah beban di hidupnya yang sudah teramat berat. Ia menyerah bukan untuk diriku, tapi karena aku."

"Aku memang jahat bukan Hanna?" tanyanya dengan mata berkaca-kaca.

Hanna dengan cepat menepi dan menghentikan mobilnya di pinggir jalan.

"Bila saat itu aku ada di sana dan tidak pergi, apa ia akan masih ada di sini? Bersamaku, bersama kita?" Jena terisak dengan kecang.

Hanna menatapnya sendu, berusaha menyalurkan kehangatan yang memang seharusnya ia berikan untuk Jena saat ini.

Ia kemudian menarik Jena dan memeluknya erat. "Itu pilihannya, kau tak seharusnya berpikir demikian."

Hanna berusaha menjadi seseorang yang lebih dewasa saat ini. Bila ia berada di posisi Jena, mungkin ia sudah tak tahu apa yang akan ia lakukan sekarang.

Jena mendalamkan kepalanya ke bahu Hanna.

"Ini bukan salahmu dan salah siapapun. Aku bisa menjamin itu."

Autumn White Lies

Jena kembali ke rumahnya pada sore hari. Hanna berkata bila ia membutuhkan seseorang, ia akan selalu siap.

Jena turun dari mobil Hanna dengan lesu, kemudian masuk ke dalam pagar rumahnya.

Saat ia melewati ruang tengah, seseorang sedang duduk di atas sofa panjang sambil memainkan ponselnya.

Pemuda itu mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah Jena saat ia berjalan melaluinya tanpa menengok ke arahnya sedikitpun, seperti tak melihat keberadaannya di sana.

"Hei, Jena!" seru pemuda itu riang sambil bangkit berdiri dan berjalan ke arah Jena.

Jena memutar badannya ke arah sumber suara dan melihat bahwa itu adalah Kim Taehyung.

Ia berdecak kesal dan langsung mendorong bahu Taehyung yang sedikit menghalangi jalannya lalu melesat pergi ke lantai dua, tempat di mana kamarnya berada.

"Ada apa dengannya?" tanya Sena yang berada di tangga saat Jena melaluinya.

Setelah kejadian hari itu, Sena lebih sering menghabiskan waktunya dengan Taehyung.

Karena, bagaimanapun juga yang Jena katakan itu ada benarnya. Taehyung adalah tunangannya, dan ia harus dekat dengan pria yang kelak akan menjadi calon suaminya.

Taehyung mengidikan bahunya pertanda tak tahu tentang masalah tersebut, kemudian menghampiri Sena yang sedang menuruni tangga.

"Perasaaanku buruk tentangnya, apa tak seharusnya kau menghampirinya terlebih dahulu?" tanya Taehyung.

Sena menggeleng pelan, "Kita harus segera pergi, filmnya akan di mulai sebentar lagi."

Taehyung terlihat resah dan khawatir. Itu semua karena ia tak pernah melihat dan menyangka Jena akan seperti itu sebelumnya.

"Tapi, sepertinya ia sedang ada masalah."

"Aku bisa menanyakannya saat kita pulang, ayo pergi!"



Hi guys!!

Thank you for your vote and comments!
Enjoy reading!
- Berryl!

AUTUMN WHITE LIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang