Jena membuka matanya perlahan saat sinar matahari masuk melalui celah-celah jendela yang tak tertutup dengan tirai yang tergantung di sana.
"Sudah bangun?"
Sebuah suara berat menyapa Jena.
Gadis itu menggulingkan tubuhnya, lalu mengangguk ke arah kakaknya tersebut.
Semalam, Jin pulang sangat larut. Sampai-sampai Jena sudah tertidur pulas saat pria itu pulang.
Ia memfokuskan pandangannya, sampai akhirnya terpampang jelas pemandangan Jin sedang merapikan dasi yang baru saja selesai ia kenakan.
"Kau mau ke mana?"
"Tentu saja bekerja."
Jena kemudian menegakkan punggungnya lalu duduk di ujung kasur.
"Semalam kau tidur di mana?" tanya Jena sambil bangkit berdiri dan berjalan ke arah kakaknya yang sedang berada di depan cermin di ujung ruangan.
Jin memutar badannya ke arah Jena saat gadis itu sudah berada di dekatnya.
"Sofa. Aku tak tahan dengan kebiasaan tidurmu yang suka menendang sembarangan."
Jena menghembuskan nafasnya pelan, lalu menarik dasi Seokjin yang menurut Jena belum rapi.
"Aku sudah tak seperti itu lagi," ucap Jena sedikit sebal.
Jin mencubit hidung mancung Jena.
"Oppa!" seru Jena sambil melepaskan tangannya dari dasi Seokjin dan menjauhkan badannya.
"Cepat benarkan dasiku, aku sudah hampir terlambat. Tak ada waktu untuk bermain denganmu, adik kecil."
Jena kemudian merapikan dasi Seokjin dengan cepat sambil mengerucutkan bibirnya.
Setelah selesai, Seokjin dengan cepat berjalan ke arah tas kerjanya yang di taruh di atas sofa lalu mengambil tas tersebut.
"Aku akan pulang larut malam juga hari ini. Jangan lupa mi-"
"Aku tahu, bawel."
Seokjin terkekeh pelan. Ia kemudian memakai sepatunya dengan cepat.
"Aku pergi dulu," ucap Seokjin sambil berlalu ke pintu keluar lalu menghilang di balik pintu tersebut.
Jena kemudian pergi menuju ke nakas sebelah ranjang untuk meraih ponselnya.
Ia melihat ada sepuluh pesan masuk dan tiga panggilan tak terjawab dari Hanna.
"Gadis itu benar-benar," ucap Jena tak percaya bahwa gadis itu menelponnya sejak pagi buta.
Jena membuka pesan yang berasal dari Hanna tersebut.
Setelah membaca pesan singkat dari gadis itu, Jena membulatkan matanya dan langsung menelpon Hanna dengan cepat.
"Kau di mana?!"
● Autumn White Lies ●
Jena berjalan cepat memasuki gedung yang dahulu sering ia kunjungi.
Ya, ia berada di NYU saat ini.
Tadi pagi Hanna menceritakan bahwa kemarin setelah pertemua mereka, ia pergi ke sana untuk memastikan kunci yang Jena perlihatakan padanya.
Hanna kemudian memberitahu Jena bahwa ia menemukan sebuah loker yang memiliki label 'Jena Kim' di pintu loker tersebut.
Yang janggal dari semua itu adalah, loker tersebut terletak bukan di gedung fakultas Jena yang dulu, melainkan di gedung tempat fakultas Jungkook berada.
"Kau datang," ucap Hanna saat Jena sudah berada di depan gadis itu yang sedang menunggu di depan meja informasi.
"Ayo," ajak Hanna semangat sambil mengapit lengan kanan Jena.
Jena hanya menurut dan berjalan beriringan di sebelah Hanna.
Jantungnya sudah berdetak tak karuan sejak ia membaca pesan dari Hanna tadi pagi.
Jena hanya berharap bahwa ini merupakan sesuatu yang baik. Ia tak ingin kembali terpuruk lagi. Sungguh.
Hanna kemudian berhenti tepat di loker yang berada di ujung koridor.
Hari ini, gedung itu tak terlalu padat, entah karena jam makan siang yang baru saja berakhir atau memang tak banyak kelas yang ada hari ini.
"Ini," ucap Hanna pelan sambil melepaskan rangkulannya pada lengan Jena.
Jantung Jena berdegup semakin tak beraturan. Ia kemudian menelan ludahnya kasar.
"Temui aku di cafetaria, aku akan menunggumu di sana."
Jena mengangguk sambil tersenyum tipis.
Ia harus bersyukur, karena setidaknya ia memiliki sahabat seperti Hanna.
Saat Hanna sudah hilang dari pandangan Jena, ia pun dengan segera mengeluarkan kunci tersebut dari tas selempang kecilnya.
Ia menatap kunci tersebut lumayan lama sebelum akhirnya memberanikan diri memasukan kunci itu ke dalam loker tersebut.
"Kendalikan dirimu, Kim Jena," gumamnya pada diri sendiri.
Ia kemudian memutar pelan kunci tersebut , dan...
Terbuka!
Jantung Jena sudah hampir copot dari tempatnya saat ini.
Jena membuka loker itu perlahan. Lalu menengok ke dalam loker tersebut.
Ada banyak barang di dalam sana.
"Kook, apa kau yakin ini bukan barang-barang dari penggemarmu?" gumam Jena sambil menghembuskan nafasnya tak percaya.
Ada dua buah kotak besar, sebuah kotak yang ukurannya sedang, dan yang terakhir adalah sebuah amplop yang ditaruh di atas tumpukan kotak tersebut.
Jena kemudian mengambil amplol itu, lalu membuka dan membacanya.
Sungguh, Jena berpikir bahwa Jungkook memiliki bakat terpendam selama ini.
Pemuda itu pandai merangkai kata dan menulis surat.
Selain itu, ia juga pandai membuat Jena meneteskan air mata untuk yang kesekian kalinya.
Halo gengs!
Thank you for your vote and comments!
Enjoy reading!
-Berryl
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTUMN WHITE LIES
FanfictionSaat musim gugur, semua orang mempunyai kisahnya masing-masing. Begitu pula dengan Jena, yang kisahnya entah berakhir bahagia atau bahkan terlupakan. ©seoulatnight 2017