Saat ini, Jena sedang menunggu keberadaan Hanna di kafe dekat tempatnya berkuliah dahulu.
Ia melirik jam dinding yang berada di dekat kasir untuk yang kesekian kalinya.
"Enam tigapuluh," ucap Jena sambil membaca jarum jam.
Bukan karena Jena tak suka menunggu. Hanya saja, biasanya gadis berketurunan Korea-Amerika tersebut selalu tepat waktu. Tak biasanya ia seperti ini.
Jena menyeruput chai latte-nya sekali lagi, sebelum akhirnya sosok yang ia tunggu muncul dari pintu depan.
"Jena!!" teriakan melengking membuat beberapa orang menoleh ke arah gadis itu dengan aneh.
Jena menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum lebar.
"How are you?" tanya Hanna sambil duduk di seberang Jena.
Ia memegang kedua tangan Jena yang berada di atas meja lalu meremasnya pelan.
"Aw, tanganku sakit!" keluh Jena menggunakan Bahasa Korea.
Hanna langsung melepaskan dan menjauhkan tangannya dari tangan Jena.
"Lemah sekali kau ini," cibir Hanna.
"Just kidding," ucap Jena sambil terkekeh pelan.
Lalu Hanna meminta ijin pada Jena karena ia hendak memesan minuman terlebih dahulu.
Tak lama kemudian, Hanna membawa sebuah gelas plastik berisi americano dan sebuah piring yang terdapat cinamon roll di atasnya.
"My fav!" teriak Jena senang sambil menarik cinamon roll yang baru saja Hanna taruh di atas meja.
"Itu milikku!"
Jena tak memerdulikan teriakan nyaring milik Hanna.
Hanna menggelengkan kepalanya tak percaya, lalu duduk di depan Jena kembali.
Mereka kemudian berbincang tentang satu sama lain yang sudah tak bertemu selama kurang lebih enam bulan.
Jena menceritakan tentang semuanya. Tentunya, terkecuali tentang Taehyung.
Lagi pula, bagi Jena ia bukan siapa-siapa, bukan?
Mereka sedang membicarakan tentang konser band kesukaan mereka yang tak dapat mereka hadiri tahun ini, sebelum akhirnya sebuah pertanyaan yang meluncur dari mulut Hanna membuat Jena membungkam seribu kata.
"Apa kau sudah bertemu dengannya lagi?"
Tahu akan apa yang baru saja ia tanyakan membuat suasana menjadi canggung, Hanna pun memutuskan untuk kembali berbicara.
"Maaf, aku hanya ingin kau kembali seperti dahulu."
Jena tersenyum tipis lalu menggeleng pelan.
"Tak apa. Lagi pula, aku memang banyak berubah setelah Jungkook meninggal, bukan?"
Hanna menatap mata Jena yang menggelap, seperti sedang mengingat kenangan pahit yang ada di pikirannya saat ini.
Hanna ingat dengan jelas, bagaimana perubaham drastis perilaku dan kebiasaan gadis yang telah menjadi sahabat dekatnya sejak tahun pertama mereka berkuliah.
Salah satu hal yang Hanna ingat adalah, bahwa Jena sangat suka makan. Jelas gadis itu memang tak pernah gemuk, tetapi porsi makannya dapat membuat siapun menggelengkan kepala mereka.
Tetapi, sejak Jungkook meninggal, semuanya berubah. Jangankan satu mangkuk nasi atau sepotong roti. Jena bahkan tak mau memakan apapun.
Hanna tak melihat Jena saat sebelum gadis itu pergi ke Korea. Hanna harus pergi ke Perancis untuk bekerja magang menjadi asisten di sana, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk keluar dan kembali ke New York
"Aku bertemu Wonwoo oppa di Korea," jawab Jena akhirnya.
Hanna tahu dengan jelas siapa yang baru saja Jena sebutkan namanya.
Itu mantan pacarnya, yang merupakan kakak dari Jungkook.
"Apa yang ia bicarakan denganmu?"
Jena menghembuskan nafas pelan, sambil menaruh garpu dan pisau yang ia gunakan untuk memotong cinamon roll miliknya. Ralat, milik Hanna.
"Ia memberiku surat."
Hanna menatap Jena dengan lekat.
"Itu surat dari Jungkook. Dan kau tahu, apa bagian lucunya?" ucap Jena sambil terkekeh tak percaya.
Hanna menyesal telah mengungkit hal ini, padahal ia baru saja melihat gadis di depannya ini tertawa lebar dengan ceritanya beberapa menit lalu.
"Jungkook tidak meninggal karena penyakitnya semakin parah. Ia bunuh diri."
Hanna menutup mulutnya, berusaha tak teriak.
Jungkook membunuh dirinya? Tapi mengapa? batin Hanna.
"Ia berkata bahwa ia sudah menyusahkanku karena kondisinya yang melemah," jelas Jena dengan mata berkaca-kaca.
"Ia memberiku sepucuk surat dan sebu-" Jena menghentikan ucapannya barusan, seperti baru saja teringat sesuatu.
Ia kemudian merogoh tas selempangnya lalu mengeluarkan sesuatu dari sana.
Hanna hanya diam di tempat sambil mengamati gerak gerik sahabatnya tersebut.
Jena menaruh benda tersebut di depannya, di atas meja.
"Apa kau pernah melihat kunci ini sebelumnya?" tanya Jena dengan cepat.
"Ia memberimu sebuah kunci? Tunggu, sepertinya aku pernah melihat kunci itu," ujar Hanna sambil mengambil kunci tersebut lalu melihatnya dari dekat.
Hanna memutar otaknya sebentar, sebelum akhirnya ia mengingat sesuatu.
"Jena," panggil Hanna membuat gadis di depannya itu menegakkan kepalanya, lalu memandang lurus Hanna.
"Bukankah ini kunci loker kita di NYU?"
Thank you for your vote and comments!
Enjoy reading!
-Berryl
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTUMN WHITE LIES
FanfictionSaat musim gugur, semua orang mempunyai kisahnya masing-masing. Begitu pula dengan Jena, yang kisahnya entah berakhir bahagia atau bahkan terlupakan. ©seoulatnight 2017