Dream

13.2K 1.4K 27
                                    

Jena membalikan tubuhnya menjadi terlentang. Semalaman berjalan bersama kedua calon suadara iparnya membuat ia sangat lelah.

Pagi ini, Jena berencana untuk membereskan semua pakaiannya yang terletak didalam koper, lalu pergi ke salon untuk mengecat rambutnya.

Salah satu rutinitasnya setiap enam bulan sekali adalah mengganti warna rambutnya.

Entah mengapa, tetapi saat ia mengganti warna rambutnya ia merasa menjadi seorang pribadi yang baru dan ia suka itu, karena ia merasa seorang seniman selalu membutuhkan inspirasi untuk karya-karyanya.

Empat tahun berkuliah di NYU dengan jurusan yang membutuhkan kerja otak dan kreatifitas yang melambung tinggi membuat ia selalu membutuhkan inspirasi.

Mungkin itu merupakan alasan mengapa ia selalu mengganti warna rambutnya secara berkala.

Jena membuka matanya perlahan lalu bangun terduduk di atas kasurnya yang akhirnya ia gunakan setelah bertahun-tahun lamanya.

"Dimana ponselku?" ucapnya parau sambil menraba-raba nakasnya.

Tepat saat ia menemukan ponselnya, benda berwarna hitam tersebut pun berdering menandakan adanya panggilan masuk yang ditujukan untuk Jena.

"Halo?" tanya Jena dengan suara yang parau dan serak.

"Jena? Kau sudah sampai di Korea?"

Jena berdeham kecil.

Dari nada bicaranya dan cara pria disebrang sana berbicara, Jena sudah tahu siapa yang menelponnya tanpa melihat caller id yang tertera di layar terlebih dahulu.

"Segera daftarkan dirimu untuk check-up, pendaftaran sesi terakhir hanya berlaku sampai akhir minggu ini."

"Kau saja yang mengurusnya oppa, kau kan dokternya." Jena menyibakan selimut yang meliliti dirinya.

Kim Namjoon, pria yang di sebrang sana pun berdecak pelan, "Mana bisa begitu Jena-ya, cepat kesini jam 1 nanti."

Jena hendak kembali berbicara sebelum Namjoon memutuskan sambungan telponnya terlebih dahulu.

Ia melenguh panjang.

Kemudian perempuan itu melihat kearah jam dinding yang tergantung di atas meja riasnya.

"10.45." Jena dengan cepat bergegas pergi ke kamar mandi. Ia ingin segera menyelesaikan urusan checkupnya karena ia yakin bila ia tak pergi kesana, kakaknya akan menceramahinya, atau bahkan berpidato dihadapannya.

● Autumn White Lies ●

Jena berjalan sambil mengenggam americano yang ada di tangannya dengan kuat.

"Kim Namjoon," ucapnya dengan suara rendah.

Pemuda yang sedang mengisi berkas-berkas yang tergeletak di atas meja informasi pun langsung memutarkan kepalanya kearah Jena.

Tanpa peduli akan tatapan aneh dari orang-orang nantinya, ia langsung berjalan cepat kearah Jena dan memeluknya dengan erat.

"Machimnae, neoneun dolawassda." Jena membalas pelukan Namjoon dan menekan kepalanya pada dada pria tersebut lebih dalam. (akhirnya kau kembali)

Mereka pun melepaskan pelukan tersebut.

"Untukmu." Jena menyodorkan americano yang berada pada genggamannya.

Namjoon tersenyum manis--sangat manis--menampilkan kedua dimplesnya.

"Gomawo Jena-ya."

AUTUMN WHITE LIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang