Mad

8.1K 1K 71
                                    

"Bila kau ada masalah, ceritakan itu kepadaku. Aku akan ada di sini untuk mendengar semuanya."

Jena dengan kasar menghentakkan tangannya, membuat genggaman Taehyung lepas seutuhnya.

"Jangan berlebihan. Bagiku, kau itu hanya seseorang yang kukenal."

Jena kemudian berjalan menjauhi Taehyung dengan langkah lebar.

Taehyung menghela napas berat. Perkataan Jena barusan sedikit membuatnya kecewa.

"Kau memang bukan siapa-siapanya, Taehyung-ah, jangan ikut campur ke dalam masalah orang," gumamnya sambil memukul pelan kepalanya sendiri.

Alih-alih menuju ke taksi untuk segera pergi ke kantor polisi, Jena malah melangkahkan kakinya menuju taman rumah sakit.

Ia duduk di salah satu bangku panjang di taman yang sudah sepi itu. Hanya ada seorang pria yang sedang merokok dan dirinya.

Jena menekuk kakinya ke atas, lalu membenamkan wajahnya di antara kedua kakinya yang sedang tertekuk itu.

"Apa aku berlebihan?" gumamnya sambil kembali mengingat perkataannya sendiri beberapa waktu yang lalu.

Jena menggelengkan kepalanya pelan, berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa yang ia perbuat itu benar.

"Tolong, jangan membuatku semakin membencimu, Tae."

Autumn White Lies

Jena tiba di kantor polisi pada pukul sembilan malam, dan saat ini ia sedang diinterogasi oleh seorang polisi yang sebelumnya menangani kasus kecelakaan Sena juga.

"Kami benar-benar minta maaf, nona," sesal pemuda itu setelah mendengar nada marah dari perempuan di depannya.

Jena bangkit berdiri, dan otomatis pemuda itu ikut berdiri juga.

"Bila ia kabur sekali lagi, aku juga akan menuntutmu!"

Jena kemudian ke luar dari kantor polisi itu dengan tergesa dan gumaman-gumaman yang tak enak di dengar di telinga polisi itu barusan.

Saat sudah tiba di depan bangunan itu, Jena menghembuskan napas berat.

Ia melihat hamparan bintang yang terlihat di atas langit, kemudian tersenyum tipis.

"Aku merindukanmu," gumamnya pelan tiba-tiba.

"Apa aku harus menyusulmu?"

Lagi-lagi ia menghembuskan napas berat, kemudian menggeleng pelan.

Ia tak seharusnya berpikir demikian di keadaan seperti ini. Masih banyak orang yang berada di sisinya dan mendukungnya. Tak mungkin ia menyerah begitu saja.

Jena kemudian melangkahkan kakinya ke jalan raya untuk naik taksi dan kembali ke rumah sakit.

Taehyung tak mungkin terjaga semalam penuh saat ia harus bekerja esok pagui bukan? Maka dari itu Jena memang berniat untuk kembali ke rumah sakit setelah mengurus tentang kantor polisi.

Setibanya ia di rumah sakit, Jena langsung melangkahkan kakinya ke dalam bangunan itu dan menuju ke tempat di mana Sena berada.

Saat tiba beberapa langkah dari ruang UGD, seseorang memanggil namanya dengan lantang dari belakang.

"Kim Jena!"

Ia pun sontak membalikkan badannya dengan cepat dan menemukan kakak laki-lakinya sedang berdiri beberapa langkah di belakangnya sambil membawa beberapa kertas di tangan kanannya.

"Ya oppa? Kau baru saja mengu—"

"Jelaskan padaku mengapa kau tak berbicara padaku tentang ini?!" seru Jin dengan emosi sambil mendekat ke arahnya.

Untung saja di sekitar sana tak ada banyak orang karena sudah hampir tengah malam, bila tidak Jin pasti sudah diseret ke luar dari sana.

"Oppa, ada apa? Jangan berteriak, tenangkan dirimu dahulu, lalu berbicaralah."

Jin menatap Jena dalam diam, kemudian menarik perempuan itu ke taman rumah sakit.

Jena mengernyit penasaran dengan Jin yang berjalan tergesa-gesa. Perasaannya mulai tak enak ketika ia melihat Jin semakin meremukkan kertas yang ada di genggaman tangan Jin yang satu lagi.

Ia menghentakkan tangannya yang ditarik Jin, kemudian mengambil kertas yang Jin pegang lalu membuka matanya dengan lebar.

"Kita kembali ke New York secepatnya!" Jin mengambil kasar kertas-kertas tersebut dari tangan Jena.

Ia kemudian hendak melangkahkan kakinya untuk kembali ke dalam rumah sakit, sebelum Jena kembali mengeluarkan suara.

"Aku tak mau."

Amarah Jin otomatis kembali terpancing karena balasan adiknya barusan.

"Kim Jena!"

"Aku tak mau! Lebih dari lima tahun aku tinggal di sana menjalani pengobatan secara rutin, tapi buktinya apa?! Tak ada yang berubah! Aku lelah!" Air mata Jena sudah mengumpul di pelupuk mata.

"Aku tahu kau frustasi karena Jungkook, tetapi apa kau harus menyerah seperti ini, Kim Jena?!"

Jena menundukkan kepalanya, kemudian menangis.

Apa ia harus menyerah karena Jungkook sudah tak ada? Ia sendiri tak tahu.

Beberapa waktu lalu ia berpikir bahwa masih ada banyak orang yang di sisinya, tapi setelah melihat keadaannya sekarang, apa ada orang selain keluarganya dan Hanna yang mendukungnya?

Taehyung? Bila ia masih berpura-pura menjadi Sena, mungkin itu benar, tetapi Sena sudah kembali dan itu terdengar mustahil untuk Taehyung akan berada di sisinya.

Seokjin mendekatkan tubuhnya, kemudian merengkuh Jena dan memeluknya.

"Jangan menyerah untukku, oke?" Jin mengecup pucuk kepala Jena sambil mengusap punggung perempuan itu pelan.

"Aku tak ingin kehilangan siapapun lagi. Jadi tolong jangan pergi, aku akan di sini untuk menemanimu."

Jujur, Jin sangat membenci Jungkook saat ia melihat pemuda itu meninggalkan Jena begitu saja. Tetapi, di saat yang bersamaan, ia juga menyadari bahwa Jungkook merupakan seseorang yang sangat berharga bagi Jena.

Jena memperdalam kepalanya di dada Seokjin. Dahulu, Jin sangat sering memeluk Jena saat ia menangis malam hari setelah menjalankan pengobatannya selama seharian penuh.

"Aku jadi teringat saat dulu kau sering memelukku seperti ini," ucap Jin sambil terkekeh.

Jena menangkat kepalanya menghadap Jin, kemudian lagi-lagi mengernyit binggung.

"Wah, Jungkook benar-benar mencuci otakmu ya?"

"Aku ingat, aku ingat," ucap Jena cepat, berusaha agar Jin tak memperpanjang masalah itu.

Kalau ditanya, sebenarnya Jena tak mengingatnya.

"Sejak kapan?" tanya Jin saat mengingat bahwa Namjoon berkata Jena tak ingin memberitahunya sejak kapan ia mendapat gejala bahwa kankernya sudah kembali dan semakin memarah.

Jena menjauhkan badannya dari tubuh Jin.

"Saat aku pergi ke Jeju dengan Taehyung."

Jin menggenggam tangan Jena pelan. "Aku akan cari penerbangan ke New York secepatnya, kau—"

"Jeju? Kapan kau pergi ke Jeju bersamaku?!"

Hayoloh.

Thank you for your vote and comments!
Enjoy reading!
- Berryl

AUTUMN WHITE LIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang