Finally

8.2K 1.1K 93
                                    

Jena's pov

Hari ini Sena akhirnya diperbolehkan dokternya untuk ke luar dari rumah sakit.

Dan, lagi-lagi aku yang harus mengurus si menyebalkan itu.

Sena itu suka mengomel tentang sesuatu yang tak penting, seperti sekarang contohnya.

"Kau salah membawa parfumku."

Aku memutar mataku jengah.

Sudah baik ku bawakan, masih mengomel.

"Ya sudah, kalau begitu kita langsung pulang. Dengan begitu kau kan bisa memakai parfum kesukaanmu itu," ucapku kesal.

Sena menghembuskan napasnya pelan, seperti berusaha untuk tak bertingkah semakin menyebalkan.

Masalahnya, ia sudah lebih dari menyebalkan saat ini.

"Mana bisa begitu! Aku harus bertemu temanku sekarang!" rengeknya seperti bocah berumur lima tahun.

Ugh!

Ia terlalu dimanjakan sejak kecil, dan inilah hasilnya.

Aku tahu sekarang apa yang orang katakan tentang, serupa tapi tak sama. Wajah kami memang sama, tapi ku rasa sifat menyebalkan miliknya jauh di atasku.

Oh ayolah, maksduku ia dan aku sudah sama-sama berumur duapuluh dua sebentar lagi.

"Ah, masa bodoh! Aku akan ke mobil sekarang, mau ikut atau tidak?!"

Autumn White Lies ●

"Siapa yang ingin kau temui?"

Sena menengok ke arahku pelan.

"Teman."

"Oh gosh, aku juga tahu. Bila itu musuhmu, kau tak akan menemuinya. Aku butuh nama." ucapku sambil memutar kedua bola mata.

Saat ini kami sedang berada di dalam mobil.

Untungnya supir kami bersedia untuk mengantar kami berdua di akhir pekan ini, karena bila tidak Sena pasti akan mengoceh lebih panjang dari ini lagi.

"Kau saja tak tahu semua temanku."

Ah, benar juga.

Aku mengidikkan bahu sambil menatapnya yang sekarang sedang terkekeh pelan sambil bertukar pesan melalui ponselnya.

"Ah, di depan sini, pak," ucapnya pada supir kami.

Saat mobil menepi, Sena merapihkan tasnya dan melihat pantulan dirinya melalui spion depan sambil menyisir rambutnya yang tadi ia curl.

"Ku rasa kau otakmu sudah hilang setelah koma, Sena."

Ia menatapku tajam, "Mwo?"

"Untuk apa kau mengeritingkan rambutmu bila nantinya kau merusaknya lagi?"

Ia membuang napas kasar, seperti kesal dengan ucapanku barusan.

"Ini namanya modis, Kim Jena. Lihatlah dirimu sendiri, rambut pirang yang tak jelas, baju yan- Ugh, pokoknya kau tidak modis."

Aku memutar kedua bola mataku.

Sena membuka pintu mobil, kemudian keluar dari mobil.

"Nanti aku akan pulang bersama temanku," ucapnya sebelum ia menutup pintu mobil dengan cukup keras.

Aku hanya menggelengkan kepalaku tak percaya.

Apa ia benar-benar baru sembuh dari sakit atau ia hanya berpura-pura selama ini?

"Ah, molla."

Mobil pun kembali melaju, menjauhi trotoar tersebut.

Aku melihat ke arah trotar yang dipenuhi pejalan kaki tersebut.

Tiba-tiba aku mengingat sesuatu, dan refleks, aku pun memegang pundak sang supir agar ia menoleh.

"Bisakah kau mengantarku ke salon terdekat?"

.
.
.

Sena memasuki kafe tersebut pelan.

Lalu ia mencium aroma khas kopi ketika mulai melangkahkan kaki di dalam kafe itu.

Ah, ia rindu kopi.

Biasanya, orang-orang melepaskan penat dengan bir atau minuman beralkohol lainnya. Berbeda dengan kebanyakan orang, Sena sangat suka meminum kopi bila ia sedang stress atau banyak pikiran.

Dan, sekarang ia sedang sangat ingin melepaskan rasa penatnya itu, maka itu di kafe inilah ia berada.

"Kim Sena! Kemana saja kau?!"

Sena tersenyum lebar ke arah perempuan itu.

"Aku baru saja ke luar dari rumah sakit, Hyojung."

Hyojung yang merupakan teman sedari ia SMA tersebut merupakan pemilik kafe langganan Sena tersebut.

Hyojung berlari kecil ke luar counter dan berdiri di depan Sena.

"Kau sakit?"

Sena menggeleng, "Si orang gila itu benar-benar ingin membunuhku- Ah, jangan pernah sebut namanya lagi di depanku."

Hyojung mengangguk mengerti, "Kau mau apa? Americano? Hot chocolate?"

Sena melihat ke arah menu yang di pajang di papan besar yang berada di tembok.

"Aku ingin mo-"

"Mocha café, tentu saja."

Sena membalikkan badannya ke arah sumber suara.

Ia merasa familier dengan wajah dan suara tersebut, tetapi di mana ia pernah melihatnya?

Ia tampan. batinnya.

"Maaf?"

Kemudian orang itu berjalan mendekat ke arah Sena, lalu merangkulnya.

Sena reflek mendorong orang itu, lalu menatapnya tajam.

Tidak tampan. batinnya lagi.

"Hei! Kau gila?!"

Orang tersebut kelihatan binggung dengan reaksi Sena barusan.

"Apa maksudmu? Ini aku, Kim Taehyung."

Hayoo, tim Jena ato Sena?
Menurut kalian apa nama yang cocok buat shipper mereka?

Trying to use another pov in here, hehe.

Thankyou for your vote and comments!
Enjoy reading!
-Berryl

AUTUMN WHITE LIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang