Jena membuka matanya karena merasakan lehernya yang kram dan sakit saat di gerakan. Ia tertidur bersama Seokjin dengan posisi terduduk di ruang tunggu kantor polisi.
"Sudah bangun?" Suara berat Seokjin mendominasi pendengaran Jena saat ini.
Jena berdeham kecil lalu menegakkan kepalanya dan merapihkan rambutnya.
"Bagaimana jadinya oppa?"
Seokjin menatap Jena dengan penuh arti, "Ia akan segera di tahan karena kasus percobaan pembunuhan."
Jena menganggukkan kepalanya pertanda ia mengerti. Setidaknya, ia dan keluarganya dapat bernafas lega untuk saat ini.
"Sekarang jam berapa?" tanya Jena lagi.
"Delapan." Seokjin mengalihkan pandangannya pada dinding polos yang ada di depannya.
Ah, ia sudah tertidur hampir enam jam di kantor polisi ini.
"Lebih baik kau pulang lalu beristirahat, ada beberapa file yang harus kuurus di kantor saat ini."
Jena menggeleng, "Tidak, aku akan menemanimu."
Seokjin mencubit hidung adiknya tersebut.
"Anak nakal. Lebih baik kau pergi dari ku jauh-jauh sebelum aku membahas perihal kemarin malam."
Jena menepis tangan Seokjin lalu menatapnya tajam. "Ah oppa! Aku bukan anak kecil!"
Seokjin terkekeh pelan, "Yasudah, kalau begitu kau bisa kan pulang sendiri?"
Jena tak yakin bila ia harus meninggalkan kakaknya ini sendirian.
"Tapi aku mau menema-"
"Anak nakal, pulang atau ku beri hukuman?"
Jena mendesah kasar yang membuat Seokjin semakin gemas dengan adiknya tersebut.
"Ya ya ya, aku pulang." Jena kemudian bangun dari tempatnya sebelum Seokjin memanggilnya dengan sebutan 'anak nakal' lagi.
"Sampai bertemu di rumah!" teriak Jena saat menghilang di balik pintu.
● Autumn White Lies ●
Jena berjalan memasuki komplek perumahannya. Rasanya kedua tungkai kakinya akan segera terpisah dari badannya saat ini juga.
Bagaimana tidak, tadi siang ia berlari dari rumah sakit menuju ke kantor polisi, dan saat ini ia berjalan dari kantor polisi menuju ke rumahnya.
Bisa-bisa kakinya berotot kalau begini caranya.
Tapi memang kesalahannya sendiri yang lupa meminjam uang pada kakak atau pun ibu nya saat mereka bertemu.
Uangnya sudah habis untuk membayar wanita yang hampir saja mengerayangi Taehyung kemarin malam.
"Akhirnya," gumamnya pelan saat melihat lampu depan rumahnya yang sudah menyala terang.
Ia mengerutkan keningnya ketika melihat sebuah mobil hitam terparkir di depan gerbang rumahnya.
"Taehyung?"
Ketika ia berjalan di samping mobil tersebut, ia tak menemukan tanda-tanda ada seseorang yang berada di dalam mobil tersebut.
Ia mengidikan bahunya lalu berjalan kearah gerbang rumahnya. Ia memencet bel rumahnya agar Paman Kang membukakan pintu untuknya dari dalam.
Terdengar suara yang terdengar dari balik pintu. Tuan Kang membukakan pintu untuk Jena.
"Nona Jena, ada Tuan Taehyung di dalam." Jena masuk ke dalam rumah lalu membalikkan badannya kearah Paman Kang yang sedang menutup gerbang rumahnya kembali.
"Untuk apa ia kemari?" tanya Jena sambil mengerutkan keningnya.
Tuan Kang mengidikkan bahunya sambil menggelengkan kepalanya, "Saya tidak tahu nona."
"Baiklah, terima kasih paman."
Jena kemudian kembali melanjutkan langkahnya menuju ke dalam rumah.
Untuk kali ini, ia terlalu lelah bermain peran menjadi Sena, jadi ia mungkin akan langsung menuju kedalam kamarnya tanpa menyapa pria tersebut terlebih dahulu.
Ia membuka pintu utama rumahnya, lalu melangkahkan kakinya masuk kedalam.
"Kim Sena," panggil Taehyung dengan suara berat khas miliknya saat Jena hanya melewatinya tanpa melirik pria itu sedikitpun.
Jena terus melangkahkan kakinya pelan ketika Taehyung memanggilnya.
"Ya." Taehyung menarik tangan Jena, membuat jantung perempuan itu hampir saja melayang karena kaget akan Taehyung yang tiba-tiba sudah ada di belakangnya lalu menarik tangannya.
Oke Jena, kau harus menjadi dirimu sekarang. Batin Jena.
"Taehyung?" tanya Jena berpura-pura, seperti baru pertama kali melihat pria itu.
"Tak usah berpura-pura menjadi kembaranmu, baju yang kau kenakan masih sama." Taehyung melepaskan genggamannya pada tangan Jena.
Jena sedang merutuki dirinya dari dalam hati saat ini. Bahkan ia belum mengganti bajunya sejak kemarin malam.
Jena menunduk sambil memainkan sendal rumahnya, ia yakin wajahnya sudah memerah saat ini.
"Matamu mengapa seperti itu?" Jena langsung menatap pria yang ada di depannya seketika kemudian.
Taehyung juga tak mengerti dengan keadaannya saat ini.
Mengapa tiba-tiba ia menjadi peduli dengan perempuan yang ada di depannya? Padahal biasanya, jangankan untuk menanyakan keadaan perempuan tersebut, bertatap muka dengannya sudah sangat malas untuk dilakukan.
"Ah tadi aku kelilipan. Tetapi, mengapa kau ada di sini?"
Taehyung menggerakkan bola matanya kesana kemari. Ia sendiri juga tak tahu mengapa ia berakhir di rumah ini.
Tadi selepas kepergian Jena yang tiba-tiba berlari entah kemana seperti orang kesetanan dari rumahnya diikuti dengan kedua adiknya yang mengekori perempuan itu dengan cepat, ia terus memikirkan perempuan tersebut bahkan saat ia di panggil oleh ayahnya ke kantor tadi sore.
Ah, Taehyung mengingat salah satu tujuannya datang kemari.
"Ayahku menyuruhku memberikan ini kepadamu." Taehyung mengambil sebuah tiket, lebih tepatnya tiket pesawat dari kantungnya.
"Jeju?" tanya Jena saat membaca tulisan destinasi yang tertera di kertas tersebut
Taehyung menganggukan kepalanya, "Besok pagi aku akan menjemputmu, bila kau tak muncul di depan rumah mu jam enam pagi, aku akan meninggalkanmu."
Jena lebih baik tinggal di rumah daripada mengikuti pria itu ke Jeju, "Mengapa ayahmu tiba-tiba memberikan ini?"
Taehyung tak menjawab pertanyaan perempuan itu, dan malah bertanya balik. "Mengapa kau jadi semakin banyak bicara?"
"Kurasa itu hak ku untuk berbicara," ucap Jena yang sudah jengkel terhadap perilaku abstrak dari pria tersebut.
Baru saja beberapa waktu yang lalu ia hampir luluh terhadap pria tersebut.
Taehyung memutuskan eye contact nya dengan Jena, lalu membalikkan badannya.
"Ingat, jam tujuh esok pagi." Taehyung lalu berjalan meninggalkan Jena yang masih jengkel serta kebinggungan atas perilaku pemuda tersebut.
Saat tadi Jena berbicara padanya, Taehyung merasakan sensasi mengelitik pada bagian perutnya. Itu mengapa ia langsung membalikkan badannya.
Ah, sebenarnya ada apa dengan pemuda tersebut?
Hai guyss!!
Udah pada denger crystal snow belom???
Suaranya Jin bikin meleleh yaoloh, hayati gakuat.Thank you for your vote and comment, enjoy reading ♡
-Berryl

KAMU SEDANG MEMBACA
AUTUMN WHITE LIES
Fiksi PenggemarSaat musim gugur, semua orang mempunyai kisahnya masing-masing. Begitu pula dengan Jena, yang kisahnya entah berakhir bahagia atau bahkan terlupakan. ©seoulatnight 2017