Udara dingin menerpa kulit kecoklatan miliknya yang hanya dibalut oleh mantel tipis.
Ia kemudian menundukkan sedikit badannya.
"Kau tahu, awalnya aku sempat ingin meluluhkan hatimu," ucap perempuan berambut pendek sebahu yang baru saja dicat berwarna coklat terang seminggu yang lalu.
Taehyung menoleh pada wanita tersebut. Wanita yang ia sangat rindukan rupanya. Tetapi dalam dirinya tahu jelas, bahwa itu bukanlah dia.
"Tetapi aku tahu. Walaupun Jena sudah tak ada, aku tak bisa menggantikannya," ucap Sena dengan nada rendah, "Karena kau hanya mencintainya."
Taehyung tersenyum tipis mendengar pernyataan perempuan itu barusan.
"Lagipula, kau kan sudah bersama Jimin saat ini. Seharusnya kau berterimakasih padaku," ejek Taehyung.
Sena terkekeh pelan sambil mengangguk setuju. Kemudian ia menepuk bahu Taehyung.
"Aku akan menunggu di luar bersama Jimin." Kemudian perempuan itu meninggalkan Taehyung sendirian di dalam ruangan besar tersebut.
Taehyung menaruh seikat bunga yang sedari tadi ia pegang ke tempat berbentuk kubus di depannya.
Sedikit tersenyum saat matanya bertemu dengan pigura foto seorang wanita yang ia cintai.
Tetapi senyuman itu sirna seketika sesaat matanya mulai pedih dan berkaca-kaca mengingat memori mereka yang terputar otomatis di dalam kepalanya.
"Apa kau baik di sana?" ucapnya pelan memecahkan keheningan yang sudah mengisi ruangan itu sejak lima menit yang lalu.
Taehyung mendengus pelan, sambil berusaha menahan air mata yang sudah mendesak untuk ke luar di pelupuknya.
Bukannya ia tak ingin menangis, tetapi ia tak boleh. Taehyung berjanji pada dirinya sendiri sejak tiga hari yang lalu, saat merencanakan kunjungannya ke gedung memorial ini untuk menemui Jena.
"Aku sudah tak merokok lagi sejak aku menaburkan abumu di pantai. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk merelakanmu hari itu."
Abu kremasi milik Jena memang sengaja dibagi menjadi dua. Yang satu ditabur ke laut, dan yang satu lagi disimpan di gedung memorial ini.
Untuk abu milik Jena yang ditabur di laut, hanya Taehyung bersama Seokjin yang menaburnya. Itu semua karena permintaan Taehyung.
Pemuda itu memohon, bahkan bertekuk lutut meminta izin pada keluarga perempuan itu untuk menaburkan sebagian abu Jena di sebelah selatan Pulau Jeju, tempat pertama kali Taehyung jatuh pada perempuan tersebut.
"Tetapi, aku menangis tak henti saat berada di Jeju sebulan yang lalu. Maafkan aku."
Hari itu di New York, saat mereka melewati tahun baru bersama, mereka sempat pergi ke Whispering Gallery di Grand Central pada siang harinya.
Tempat itu terkenal karena struktur dindingnya dapat memantulkan suara dari suatu titik hingga titik lainnya dalam ruangan tersebut hanya dengan berbisik.
Jena menyuruh Taehyung untuk pergi ke sisi lain dan mengetes teori tersebut.
"Taehyung-ah," bisik Jena.
Taehyung yang dapat mendengar namanya di panggil menggunakan suara lembut dan kecil dengan jelas itu membelalak dan terheran-heran.
"Jena, kau dapat mendengarku?"
"Iya," balas Jena.
Hari itu mereka beruntung, karena Grand Terminal sedang tak begitu ramai.
"Jena," panggil Taehyung dengan intonasi rendah.
Jena merekahkan senyumannya sambil membalas ucapan Taehyung barusan, "Apa?"
"Berjanjilah bahwa kau akan baik-baik saja."
Jena mengerutkan dahinya, "Di sini tak ada pickpocket kok."
Taehyung tak menjawab setelahnya, kemudian ke luar dari tempatnya tersebut dan mengajak Jena menyantap makan siang di restoran pilihannya.
"Kau benar-benar tak mengerti maksudku hari itu, bukan?" tanya Taehyung pada pigura di depannya saat ini.
Ia megusap pigura tersebut, mengangkatnya dan mencium pigura itu lumayan lama.
Dengan perlahan, ia menaruh pigura itu kembali, kemudian menutup pintu kecil kaca yang membatasi dirinya dengan pigura dan guci kecil berisi abu Jena.
Merelakan adalah proses terberat bagi Taehyung selama setahun terakhir ini, tetapi ia harus tetap menjalani hidupnya. Untuk dirinya sendiri dan juga Jena yang akan sangat kecewa bila melihat dirinya hancur dan rapuh.
Kepingan dirinya memang belum sepenuhnya utuh kembali, tetapi setidaknya ia sudah tahu cara meletakkan kepingan itu kembali seperti pada mulanya dan tidak terjebak dalam kegelapan.
Taehyung menatap pigura itu sekali lagi sebelum ia berbalik dan pergi dari tempat tersebut.
"Aku mencintaimu, Kim Jena."
• ——— •
THANK YOU FOR STAYING ON THIS STORY UNTIL THE END.
Maaf kalo kurang memuaskan, apalagi ini bisa dibilang sad ending huhu~
Aku dihujat satu kampung ya di chap terakhir.
Tapi, truth to be told emg dari awal aku bener-bener mikirin endingnya kyk gini.
Sorry, kalo aku ngecewain kalian sebagai readers story ini.
Thankyou so much sekali lagi buat kalian-kalian yang udah baca, vote, dan juga comments buat cerita ini.
Dont worry guys, aku bakal post some bonus chap, biar kalian ga binggung tentang endingnya. Kalian boleh nyaranin mau tentang apa bonus chapnya di comment juga kok :)
ASK ANYTHING IN HERE!!
p.s i really love u guys,
Berryl
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTUMN WHITE LIES
FanficSaat musim gugur, semua orang mempunyai kisahnya masing-masing. Begitu pula dengan Jena, yang kisahnya entah berakhir bahagia atau bahkan terlupakan. ©seoulatnight 2017