Ini sudah tahun ketiga setelah Jungkook berkuliah di universitas ternama tersebut.
Berbeda dengan Jungkook, pasangannya yang lebih muda beberapa tahun darinya itu baru saja akan memulai perjalanan barunya.
Jena menghembuskan nafasnya pelan setelah melihat jadwal kelasnya yang bisa dilihat online melalui situs resmi universitasnya.
"Ah, ini sangat buruk dari apa yang ku bayangkan. Maksusku bagaimana bisa aku mendapat jadwal di hari sabtu pagi," gumam Jena sedikit emosi pelan sambil menyenderkan punggungnya di bagian belakang kursi.
Ia menggerakan kursor, hendak memprint jadwalnya tersebut sebelum matanya melihat datangnya notifikasi dari email Jungkook yang juga terhubung ke komputer mereka tersebut.
"Rena?" gumam Jena sambil membuka email tersebut.
Jena tak biasanya membuka privasi Jungkook seperti ini, tapi entah mengapa untuk kali ini, ia sungguh penasaran.
Entah karena nama itu belum pernah Jena dengar atau kontak email tersebut masuk ke daftar favorit Jungkook.
"Kim Jena, aku pulang!" teriak seseorang dengan suara nyaring dari arah pintu masuk yang terdengar sampai ke telinga Jena.
Jena dengan cepat membatalkan niatnya tersebut, lalu langsung menutup lamaan itu dan memprint jadwalnya.
Apartemen mereka tak dipisahkan oleh apapun, hanya ada sekat dari kaca di antara kamar tidurnya dan juga dapur yang menjadi satu dengan ruang makannya.
Jena hanya menggeleng pelan dan memutar bola matanya jengah. Kemudian ia kembali terfokus ke arah layar komputernya yang berada di ujung kamar tidur mereka.
"Jena, aku membawa Panda Express. Ku taruh di kulkas atau kau ingin memakannya sekarang?" tanya Jungkook dari dapur.
"Simpan saja, aku akan memakannya nanti malam," sahut Jena.
Selesai mencetak jadwalnya tersebut, kemudian ia menempelkan jadwalnya di buletin board yang tergantung di atas komputernya.
"Kau tidak lapar? Kau harus makan sekarang. Bukannya kau belum makan dari pagi?"
Jena menghembuskan nafasnya perlahan, berusaha mengontrol emosinya.
Kalau Jena tak salah dengar, pria itu sendiri yang bertanya padanya, tetapi ia juga yang memutuskan.
Mood-nya sudah cukup buruk saat melihat jadwal kuliahnya untuk satu semester ke depan, ditambah email yang tak sempat Jena buka itu.
"Aku tak lapar, Jeon."
"Kau ha-"
"Aku ingin tidur! Jangan mengangguku!" teriak Jena sambil menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang.
Jungkook tak bersuara lagi.
Jena mengangkat selimut sampai ke atas kepalanya, menutupi seluruh tubuhnya sampai tak terlihat lagi.
"Kau kenapa?" tanya Jungkook dengan suara halus dari sebelah Jena.
Jena hanya membalikkan tubuhnya asal, berusaha mengacuhkan pria itu.
"Kau sedang datang bulan ya?"
"Hei, atau jangan-jangan kau bertemu hantu selama aku pergi ke luar."
"Jena, jangan katakan bahwa ternyata kau sedang kerasukan."
"Je-"
"Ya! Geumanhae!!" teriak Jena sambil menyibakkan selimutnya, memperlihatkan ekspresi wajah emosinya pada Jungkook.
Jungkook kemudian menangkup wajah Jena menggunakan kedua tangannya.
"Wajahmu mirip seekor ikan hahahaha," ucap Jungkook sambil terkekeh pelan.
Jena memutar bola matanya, kemudian berusaha melepaskan tangan Jungkook dari wajahnya.
Ia masih meronta-ronta ingin dilepaskan.
Cup.
Satu ciuman mendarat di bibir manis Jena. Kecupan singkat itu mampu membuat Jena tenang.
Walaupun ini bukan pertama kalinya Jungkook mencium dirinya, tetap saja sensasi menggelitik itu tak pernah hilang
Jungkook kemudian melepaskan tangannya.
Jena dengan cepat menoyor kepala pemuda itu selagi memiliki kesempatan.
"Ya!" teriak Jungkook sambil memegangi kepalanya.
"Sakit tahu!"
"Pipiku juga sakit! Dan, aku bukan seekor ikan!"
Jungkook masih mengusap kepalanya sebelum akhirnya ia memeluk Jena dan mendorong gadis itu agar ia dapat berbaring di sebelahnya.
Ia memeluk gadis tersebut layaknya Jena adalah sebuah bantal guling.
"Jangan marah, kau akan terlihat lebih tua dariku," ucap Jungkook sambil memperdalam pelukannya dan juga memejamkan matanya.
Jena hendak menjauhkan badannya dari pemuda itu, tetapi kenyataan berkata lain. Jungkook tentu jauh lebih kuat.
"Jangan bergerak."
Jena mengerutkan keningnya.
Bila Jungkook ingin memeluknua seperti ini dan tak mau diganggu, itu artinya pria itu sedang ada masalah.
Seperti sudah lupa akan emosinya beberapa menit yang lalu, Jena memegang lengan Jungkook yang melingkari tubuhnya.
"Ada masalah?"
Jungkook menggeleng.
"Tidak. Tidak ada," ucap Jungkook pelan.
Sebelum Jena dapat mengucapkan sepotong kalimat, Jungkook sudah kembali berbicara.
"Aku baru saja bertemu teman lamaku." Jungkook menghembuskan nafas berat, "Tidak, tidak..."
"Ia sahabat ku."
This is a side story like what yall expecting!
Thank you for your vote and comments!
Enjoy reading!
-Berryl
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTUMN WHITE LIES
FanfictionSaat musim gugur, semua orang mempunyai kisahnya masing-masing. Begitu pula dengan Jena, yang kisahnya entah berakhir bahagia atau bahkan terlupakan. ©seoulatnight 2017