Breeze

8.5K 1.1K 35
                                    

Jena sedang mencuci gelas kotornya yang tak sengaja ia tinggalkan di balkon kemarin malam.

Saat terbangun, ia tak menemukan kakaknya di sudut ruangan manapun. Dan itu hanya berarti satu hal, yaitu ia tak pulang semalam.

Khawatir? Hanya sedikit. Jin sudah besar dan dewasa. Jena tak perlu lagi mengawasinya bukan?

Jena mengesekkan telunjuknya pada ujung hidungnya.

"Ah, flu memang selalu menyebalkan," gumamnya sedikit kesal dengan suara yang sudah berubah sumbang itu.

Pagi ini, jalanan Kota New York sudah hampir sempurna tertutup oleh salju, maka itu semua yang ingin ke luar pasti harus menunggu mesin pembersih jalan yang beroperasi sepanjang hari di musim dingin.

Jena berjalan kembali ke nakas dekat ranjangnya, ingin memeriksa ponselnya yang ia matikan semalaman.

Tepat saat ia baru saja mengangkat dan menyalakan ponselnya, ponsel itu berdering.

"Halo, oppa."

"Kau ada di mana sekarang" tanya suara berat di sebrang sana.

"Di New York, wae?"

Pria itu mendesah pelan, "Ah, begitu. Kalau kau sudah kembali ke Korea, segera hubungi aku. Oke?"

"Oke."

"Sampai berjumpa nanti, Jena."

"Ya, Namjoon Oppa."

Jena menurunkan ponselnya dari telinga, lalu hendak menaruh ponsel itu kembali ke nakas, sebelum sebuah deringan kembali terdengar.

Nama Taehyung tertera di atas layar.

Kemarin Jena memang memberikan nomornya, tetapi ia tak tahu bahwa Taehyung akan seberani ini untuk menelponnya pagi ini.

Sempat berpikir beberapa kali untuk mengangkat panggilan tersebut atau tidak, Jena akhirnya mengangkat panggilan tersebut.

"Maaf menganggumu, kau ada waktu?"

● Autumn White Lies ●

Gadis itu mengetukkan ujung sepatunya di  trotoar jalan yang sudah kembali tertumpuk oleh salju.

Siang ini, cuaca tak semakin membaik. Bahkan tak berubah sejak kemarin malam.

"Menunggu lama?" Suara itu membuat Jena harus memutar badannya.

Jena tersenyum tipis, lalu menggeleng pelan.

Taehyung tak memakai mantel tebal hari ini, dan malah menggunakan sweater dan jaket tipis yang hanya akan membuat tubuhnya semakin menggigil.

"Di mana mantelmu? Musim dingin New York tak pernah bersahabat selama bertahun-tahun aku tinggal disini."

Taehyung mengerecutkan bibirnya.

"Aku bahkan hanya membawa sedikit pakaian ke New York."

Jena menjilat bibirnya yang sudah mulai kering akibat cuaca dingin itu.

"Kau bisa sakit, aku punya mantel di atas, aku akan mengambilkannya untukmu. Tunggulah di sini."

Tak sempat Taehyung menjawab gadis itu, ia sudah terlebih dahulu membalikkan punggungnya dan berjalan cepat menuju ke dalam gedung tempat tinggalnya.

Taehyung menggosokkan tangannya lalu menempelkan kedua tangannya tersebut ke pipinya yang sudah memerah.

"Hari yang buruk untuk berjalan-jalan rupanya."

Taehyung mengulang kegiatannya tersebut berulang kali sampai tak lama kemudian Jena ke luar dari gedung itu dengan membawa mantel.

Jena menyerahkannya pada Taehyung dan langsung pemuda itu kenakan karena sudah tak tahan akan cuaca New York siang itu.

"Milik siapa? Sepertinya terlalu besar untukmu."

"Milik Jungkook." Jena yang menyadari perkataanya barusan itu dengan cepat kembali berbicara, "Temanku."

Taehyung hanya mengangguk tak acuh. Cuaca dingin membuat indera pendegarannya juga berkurang rupanya.

"Jadi, apa yang ingin kau beli, Taehyung-ssi?"

Taehyung mulai melangkahkan kakinya, Jena pun dengan cepat mengikuti langkah Taehyung lalu mensejajarkan langkah mereka.

Taehyung memiringkan kepalanya seperti sedang berpikir keras.

"Yang paling utama adalah dress, kemudian mungkin aku akan melihat perhiasan di sini."

Jena mengangguk mengerti.

"Terima kasih karena sudah ingin menemaniku hari ini." Taehyung melirik ke arah Jena melewati ujung matanya.

"Bukan apa-apa. Lagipula aku juga tak memiliki rencana apapun hari ini."

Mereka harus berjalan ke butik tujuan mereka, karena hari ini tak ada bus yang beroperasi.

Selagi berjalan, mereka terus membahas tentang New York.

Jena lebih terlihat seperti pemandu tur Taehyung, daripada temannya saat ini.

Setelah kehabisan topik, mereka masih berjalan beriringan, tetapi tak ada suara yang ke luar dari mulut masing-masing.

Taehyung sangat berterima kasih atas peminjaman mantel tersebut, karena bila tidak mungkin ia sudah mati kedinginan saat ini.

Mereka masih harus berjalan beberapa meter lagi, saat Jena memasang wajah serius khas miliknya. Membuat ia terlihat seperti orang yang kurang ramah.

"Tersenyumlah, kau seperti ingin memakan orang," canda Taehyung.

Jena menatapnya tajam, seperti tak terima dengan candaan Taehyung barusan.

Jungkook dan juga orang-orang terdekatnya sering kali berkata demikian.

Dan, ia tak suka itu. Karena kenyataannya ia adalah orang yang bersahabat dan itu merupakan ekspresi sehari-harinya.

"Hanya bercanda," ucap Taehyung sambil terkekeh pelan. Lalu, seperti teringat akan sesuatu, Taehyung langsung melanjutkan kata-katanya, "Oh ya. Aku tak dapat menghubungi Sena beberapa hari belakangan ini."

Gadis yang berjalan beriringan itu refleks menggigit bibir bagian bawahnya pelan.

Taehyung tak pernah mendapatkan nomor asli Sena. Jadi itu pasti nomor miliknya yang ia gunakan selagi di Korea.

"Ah, ia memang jarang membuka ponselnya. Mungkin," ucap Jena ragu.

Taehyung mengidikkan bahunya perlahan, pertanda mereka berada di posisi yang sama.

Sama-sama tak mengetahui kabar perempuan itu.

Setelah beberapa menit berjalan beriringan, Jena menghentikan langkahnya di depan sebuah bangunan townhouse.

"Ah ini dia butiknya!"

Uda pada ntn fake love sm dengerin lagu barunya blm guys??
Its freakin amazing!

Whats your favorite song from the new album? mine is magic shop!

And, happy fasting day!!

Thankyou for your vote and comments!
Enjoy reading!
-Berry

AUTUMN WHITE LIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang