"Taehyung..." ucap Jena dengan suara yang terdengar putus asa.
Entah sejak kapan Taehyung berdiri di sana dan mendengar semuanya, yang terpenting adalah saat ini lelaki itu sudah mengetahuinya.
Mengetahui fakta bahwa selama ini Jena hanya memainkan peran sebagai Sena di depan Taehyung.
"Hyung, kau yang mengatur semua ini ?" Terdengar amarah, kecewa, dan sedih yang Taehyung lontarkan di dalam kalimat pendek tersebut.
Jin tak bergeming di tempatnya, hanya berani menatap Taehyung sendu dari tempatnya saat ini.
"Apa kau bahkan pernah men— tidak, tidak. Apa kau mencintaiku?" ucap Taehyung sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat dan menatap lurus Jena.
Jena harus membuat keputusan saat ini juga.
Satu langkah salah, semuanya akan berantakan.
Tetapi di sisi lain, ini adalah kesempatannya untuk menjauh dari Taehyung. Jangan mengira kalimat-kalimat yang Hanna lontarkan sudah tak mengiang di kepalanya.
"Kim Jena, jawab aku!"
"Jangan membentak adikku, Taehyung!" seru Jin yang tak kalah keras dari seruan Taehyung barusan.
"Kau bahkan tak berhak untuk memerintahkanku saat ini, bedebah!" Emosi Taehyung semakin meluap. Berteriak dan berkata kasar bukanlah gayanya, tetapi ia sudah tak dapat lai mengendalikan mulutnya saat ini.
"Kau membohongiku hanya karena kerja sama perusahaan yang bernilai ratusan miliar itu saja kan?! Kau menipuku dan menggunakan adikmu selama ini hanya agar kerja sama itu terjadi. Bukankah begitu, hyung?!"
Jin berjalan cepat ke arah Taehyung, lalu menonjok pipi kiri Taehyung dengan keras, membuat luka yang mulai mengering di rahang dan pipi pemuda kembali terbuka, menyebabkan darah kembali ke luar dari sana.
Jena yang melihat hal tersebut mulai merasakan sesak di dadanya. Rasa sesak itu kembali dan menyerang dirinya.
Air mata mulai menghamburkan pengelihatan di depannya.
"Tae..." panggil Jena pelan sembari mendekat ke arah dua orang yang sedang beradu fisik tersebut.
Tak peduli atas panggilan Jena yang ia dengar barusan, ia kembali menghajar Jin dengan keras.
"Sialan! Kau itu sama kotornya dengan sampah, kau menjual adikmu demi kerja sama itu!"
"Tutup mulutmu, Kim Taehyung! Kau bahkan tak tahu apapun!" Seokjin membalas tonjokan Taehyung yang baru saja dilayangkan ke arahnya.
"Oppa berhenti, kumohon," pinta Jena yang sudah terduduk sejak beberapa detik yang lalu karena dadanya semakin sesak.
Seokjin memutar kepalanya, kemudian langsung mendorong Taehyung kuat-kuat setelah menemukan Jena yang sedang terduduk dan memukul-mukul dadanya kuat-kuat.
"Kim Jena! Jangan tutup matamu!" ucap Jin panik sambil menguncangkan tubuh Jena.
"Taehyung bantu aku mengangkatnya ke dalam!"
• Autumn White Lies •
Kata orang-orang hidup itu tak adil.
Saat kita ingin berbuat baik, kenyataan akan menghalangi dan menyadarkan diri kita karena kita sesungguhnya hanya menunda sesuatu.
Sesuatu itu bisa berupa kejadian baik maupun buruk.
Dan untuk yang satu ini, Jena merasakan ketidakadilan tersebut. Ia berusaha membantu kembarannya dengan menggantikan posisi kembarannya tersebut dan kebenarannya terbongkar hanya karena ketidaksengajaan.
Terlebih lagi, kebenaran yang terbongkar itu harus ia bayar dengan dirinya yang kembali terbaring di rumah sakit dan tak sadarkan diri selama seminggu lebih.
"Merasa lebih baik?" tanya sang kakak setelah membenarkan posisi bantal kepala Jena.
Jena mengangguk pelan sambil tersenyum tipis.
"Jangan banyak bergerak, jantungmu bisa berulah kapan saja."
"Bagaimana Taehyung?"
Peristiwa itu sudah dua minggu yang lalu, dan Seokjin selalu menghindari pertanyaan itu setelah seminggu ia bangun dari masa kritisnya.
"Ia benar-benar memutuskan hubungan perusahaan kita dengan perusahaan miliknya, dan aku tak pernah bertemu dengannya lagi sejak hari itu."
Jena tersenyum tipis. Setidaknya, kakaknya itu sudah tak menutupi apapun darinya saat ini.
"Jangan melakukan apapun hanya untuk diriku, pikirkan sendiri masa depanmu."
Jena tahu segalanya. Mulai dari Jin yang menutupi fakta bahwa Sena dijodohkan oleh Taehyung karena perjanjian kerja sama antar perusahaan mereka, hingga Seokjin yang sengaja menaruh nominal sebesar mungkin agar ia dapat menggunakan sedikit dari uang itu untuk pengobatan Jena.
Jena mengindap kanker jantung. Penyakit itu memang ada, tapi sangat langka ditemukan. Jena bisa meninggal kapanpun, karena penyakit itu kambuh tanpa mengenal waktu.
Ia memang sempat dikatakan sembuh, karena tumor di tubuhnya itu terdeteksi dengan cepat, tetapi sebenarnya penyakit itu tidak musnah semudah itu. Semua orang tahu akan hal itu, termasuk Jena sendiri.
"Bila aku pergi nan—"
"Siapa yang bilang kau akan pergi?!" Jin mulai terpancing emosi kembali ketika Jena membahas hal tersebut.
"Jangan munafik. Bahkan kakek di kamar sebelah tahu bahwa aku tak dapat bertahan setelah mendengar kondisiku."
"Kalau kita ke New York lusa, aku yakin penyakitmu bisa disembuhkan kembali seperti beberapa tahun yang lalu."
Jena menggeleng sambil tersenyum tipis, "Dahulu, aku punya Jungkook. Ia malaikat penyelamat dan pencabut nyawaku. Tetapi ia saat ini sudah tak ada."
Bila hari itu ia tak bertemu dengan Jungkook, mungkin semua tak akan menjadi seperti ini.
Ia tak mungkin mengenal Taehyung dan Hanna. Dan tak mungkin berada di sini saat ini.
Jena menarik napas dalam-dalam, kemudian mulai membuka mulutnya.
"Kau tahu bahwa aku berada di kegelapan selama ini, dan Jungkook datang padaku sebagai cahaya. Awalnya kukira ia adalah sebuah api besar yang akan membara terus menerus tanpa pernah berpikir bahwa ia akan padam suatu hari. Tetapi aku salah. Ia hanyalah sebuah cahaya yang berasal dari lilin dan dapat mati kapan saja. Dan saat ini, harapanku sudah tak ada. Ia sudah pergi."
Thankyou for all of your love for this story!
Enjoy reading!
- All the love, Berryl

KAMU SEDANG MEMBACA
AUTUMN WHITE LIES
FanfictionSaat musim gugur, semua orang mempunyai kisahnya masing-masing. Begitu pula dengan Jena, yang kisahnya entah berakhir bahagia atau bahkan terlupakan. ©seoulatnight 2017