Pagi ini terasa lebih suram dari pagi-pagi lainnya.
Bukan karena pendingin ruangannya yang bersuhu terlalu redah, tetapi karena pesan yang baru saja pemuda itu terima.
Taehyung membaca satu persatu kata yang terdapat di layar ponselnya itu sekali lagi untuk memastikan.
"Ah, aku bisa gila," gumam Taehyung sambil mengacak rambutnya.
Ia langsung menelpon orang yang mengiriminya pesan singkat beberapa menit yang lalu.
"Jimin, kau bilang aku tak memiliki rapat apapun hari ini!"
"Maaf tuan, ini perintah langsung dari direktur," ucapnya sopan.
Taehyung berdecak kesal.
"Apa ada ayahku di sana? Beri ponselmu padanya."
Taehyung tak terima ini.
Bagaimana bisa secara mendadak ayahnya menyuruh ia untuk pergi ke New York dua jam lagi untuk sebuah rapat.
Ia sudah menyiapkan kejutan untuk gadisnya sejak semalam dan semua itu gagal dalam sekejap.
"Taehyung, kau harus pergi. Kau harus menghadiri rapat di New York esok siang."
Taehyung melenguh panjang, "Bagaimana bisa kau lakukan ini kepadaku! Aku sudah menyiapkan- Ah!"
Taehyung menghentikan kalimatnya saat mendengar ayahnya berdeham kencang menandakan bahwa pria itu sedang serius.
"Appa!"
"Aish, mengapa tiba-tiba sikap mu seperti kedua adikmu!"
"Kau membuatku kesal!" teriak Taehyung seperti anak kecil.
"Batalkan saja rencanamu, dan pergilah ke New York. Aku berjanji setelah ini tak ada lagi rapat mendadak seperti ini," bujuk Tuan Kim.
Taehyung terlihat berpikir. Ia pun mengacak rambutnya kesal.
"Ini yang terakhir kalinya, oke!" ucapnya kesal.
Taehyung langsung memutuskan panggilan tersebut.
"Aish, benar-benar menyebalkan."
● Autumn White Lies ●
Jena membuka pintu kamarnya pelan, berusaha tak membangunkan orang rumahnya di jam lima pagi.
Ia turun ke lantai bawah dengan perlahan.
"Kau mau ke mana?" suara seseorang dari ruang tengah mengagetkannya.
Jena membuang nafasnya pelan lalu membalikkan badannya ke arah orang tersebut.
"A-aku ingin ke dapur."
"Untuk apa kau ke dapur?" tanya Jin membuat Jena semakin kehabisan kata-kata.
Sesungguhnya ia ingin pergi ke atm dekat rumahnya untuk membeli tiket pesawat.
Jantungnya berdetak tak karuan.
"Aku.."
"Kemarilah," ucap Seokjin sambil mengayunkan tangannya.
Jena kemudian melangkahkan kakinya mendekat ke arah kakaknya tersebut.
Kemudian ia duduk di samping Jin yang masih menggunakan piyamanya.
Seokjin mengeluarkan dua lembar kertas berbentuk persegi panjang lalu menaruhnya di atas meja.
"Ikut aku pergi ke New York nanti sore."
Jena langsung menatap kakaknya itu sambil membulatkan matanya.
"Mengapa kau menatapku seperti itu? Kau tak mau? Yasu-"
"Aku mau, aku mau," tukas Jena cepat.
Jin terkekeh pelan melihat perilaku Jena, lalu ia pun mengusap pucuk kepala Jena dengan halus.
"Dokter berkata bahwa kondisi Sena membaik tadi malam," ucap Seokjin.
Jena mengangguk mendengarkan, "Mungkin aku harus menjenguknya hari ini sebelum kita pergi."
"Ya, tentu saja."
Jin menjauhkan tangannya lalu bangkit dari tempat duduknya.
"Aku harus mempacking barangku terlebih dahulu."
Seokjin lalu berlalu pergi meninggalkan Jena sendirian di sana.
Jena menggaruk bagian belakang kepalanya.
"Apa ia tahu?"
● Autumn White Lies ●
"Park Jimin, aku harus menelponnya sebelum ku pergi."
Taehyung menghentikan langkahnya, lalu mengeluarkan ponselnya.
"Penerbangannya lima belas menit lagi, Tae. Kita bahkan belum check-in"
Taehyung tak memperdulikan ucapan Jimin barusan dan menelpon sebuah kontak di ponselnya.
"Nomor yang and-"
"Aish! Shi-" teriaknya kesal.
Jimin menarik tangan Taehyung menjauhi mobil mereka.
"Sudahlah, kau bisa mengiriminya pesan atau menelponnya saat kau tiba nanti."
Taehyung tak ingin beranjak dari posisinya.
Kemudian, pria itu mengacungkan jari telunjuknya ke udara, "Sekali lagi. Yang terakhir."
"Kau sudah menelpo- Ah terserahmu!" ucap Jimin lalu meninggalkan Taehyung sendiri di pintu masuk bandara.
Taehyung mengigit bibir bawahnya ragu.
Mengapa ia tak mengangkat telponku? batinnya.
"Nomor ya-"
"Ah, masa bodoh. Aku akan menelponnya saat aku tiba di New York. Ayo kita jalan Ji-"
Taehyung menghentikan kalimatnya saat tak melihat Jimin sudah tak ada di sekitarnya.
Ia langsung berlari menuju ke dalam bandara untuk mengejar sekretaris yang merupakan teman dekatnya tersebut.
"Jangan tinggalkan aku, pendek!"
Pick one!
Side story or,
QnA?So sorry for a very short chap,
Thank you for your vote and comments!
Enjoy reading!
-Berryl
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTUMN WHITE LIES
FanfictionSaat musim gugur, semua orang mempunyai kisahnya masing-masing. Begitu pula dengan Jena, yang kisahnya entah berakhir bahagia atau bahkan terlupakan. ©seoulatnight 2017