BF13

28.3K 4K 215
                                    

"Aku gak suka kakak pacaran sama Dio." Kata Jihoon ke gue.

"Kakak tau. Trus apa? Kakak harus putusin Dio trus pacaran sama kamu gitu?" Tanya gue yang buat Jihoon kaget dan menoleh ke gue.

"Kalo gak dosa, aku pengen incest sama kakak aja." Jawab Jihoon yang buat gue cengo se cengo-cengo nya.

Gue tabok tangannya.

"Awssshh, sakit kak!" Pekik Jihoon.

"Kamu nyebut, Hun. Kamu udah gila?"

"Karna dosa makanya aku gak mau. Orang belum selesai ngomong juga." Jawab Jihoon entengnya sedangkan gue menghela napas berat.

"Kenapa sih kamu gak suka banget sama Dio?" Tanya gue.

"Aku gak suka kakak dimainin sama si pendek itu, kakak sering dicuekin juga. Aku capek lihat kakak dicuekin, aku aja gak pernah nyuekin kakak." Jawab Jihoon panjang lebar.

"Sadar. Kamu juga pendek."

"Ya pendekan Dio lah."

"Gak, pendekan kamu."

"Ih kakak! Aku nih adik kakak!"

"Apa tadi kata kamu? Gak pernah nyuekin kakak? Apa kabar kemaren malam waktu kakak minta tolong beliin pembalut kamu malah sibuk main pes sama Ayah?"

"Ya kakak sih, nyuruh aku beli pembalut. Entar dikiranya aku yang pake."

Ya ALLAH, ini adik siapa sih?

Gue ketok kepalanya.

"Kak sakit ih!" Pekik Jihoon lagi.

"Kamu tuh berjakun, berbatang, berbulu, perawakan lelaki, mana ada yang ngira kamu yang pake!"

"Kakak ih omongannya." Balas Jihoon sambil bergidik jijik ke gue.

Sedangkan gue hanya memutar bola mata malas, ngeladenin Jihoon gak pernah ada ujungnya. Sama-sama batu, gak ada yang mau ngalah.

Tning tning!

"Eh Bunda nelpon, kak!" Seru Jihoon ke gue setelah hpnya berbunyi.

"Yaudah angkat."

"Haloo, Bun." Sapa Jihoon sesaat setelah dia udah menjawab telfon Bunda kita.

"Kamu dimana, Hun? Udah sama kakak?" Tanya Bunda.

"Iya udah Bun, ini di samping adek."

"Kakak udah sama Jihoon, Bun."

"Yaudah, hati-hati yah kalian."

"Iya Bun.."

Setelah telepon nya berakhir, gue dan Jihoon saling natap mumpung lagi lampu merah. Kita sama-sama bingung dan heran makanya kita saling natap.

"Jihoon yakin tadi bukan Bunda." Kata Jihoon yang gue angguki.

"Keluar negeri aja yuk, Hun. Kakak gak siap mati hari ini."

Sial.

Ini gue takut banget dengerin Bunda ngomong tadi, gak kayak biasanya. Biasanya Bunda marah-marah ke gue kalo tau gue keluyuran. Eh ini malah b aja dianya.

Dengan langkah malas gue memasuki rumah yang di depan gue udah ada Jihoon, gue memeluk pinggangnya dari belakang dan bersembunyi di balik punggung Jihoon yang lebar.

"Kakak kenapa sih?" Tanya Jihoon risih.

"Kakak takut."

"Park Zadara!"

Madafaka.

Itu Bunda.

Gue semakin memeluk pinggang Jihoon erat sedangkan Jihoon memegang kedua tangan gue yang melingkar di perutnya.

"Adek, masuk kamar kerja tugas!" Pekik Bunda ke Jihoon sedangkan gue berusaha keras menahan Jihoon.

"Bun, kakak--"

"Jangan bantah Bunda." Jawab Bunda gue ketus sedangkan gue udah memanjatkan segala doa, mulai dari doa makan, tidur, masuk wc, masuk rumah, masuk Masjid, doa dimasukin juga. Eh.

Jihoon berbalik lalu memeluk gue erat.

"Kak sabar yah. Jihoon gak bisa bantah Ratu." Kata Jihoon ke gue setelah nya pergi dengan cepat dari hadapan gue.

Tersisalah gue dan si Ratu aka Bunda.

Ayah, I need you the most!

"Dari mana, kak?" Tanya Bunda ke gue dengan suaranya yang tegas banget.

Bunda gue masih muda banget karna dia nikah sama Ayah gue dengan usia yang masih sangat muda. Jadi masalah marah-memarahi kayak gini dia masih kuat.

Emang sih, Ibu-Ibu kalo marahin anak tuh jagonya.

"Kakak dari sekolah kok tadi." Jawab gue seadanya.

Ya emang kan gue dari sekolah?

"Dari sekolah? Malam gini? Sekolah kamu 24 jam? Jawab Bunda jujur atau black card Bunda tarik?"

Luar biasa ancemannya, Bun.

"Aku dari rumah Dio, Bun." Jawab gue takut-takut tanpa berani melihat ke arah Bunda sedikitpun.

Ini aja gue nunduk terus.

"Lihat Bunda."

Tanpa membalas ucapan Bunda, gue melihat Bunda yang ada di hadapan gue.

"Ngapain di rumah Dio?" Tanya Bunda sambil menatap gue dengan tatapan yang gak gue tau artinya apa.

"A-anu b-bun.."

"Kalian habis nganu?!"

Astaga. Salah kan.

"Eng-enggak, bun!"

"Terus ngapain?"

"Aku main aja sama Dio di rumahnya, bun. Gak lebih."

"Kok sampai malam gini sih?"

"Ya kan aku balik dari sekolah sorean, bun." Jawab gue sedangkan Bunda menghela napas berat.

"Yaudah. Kamu mandi, makan, trus kerja pr abis itu istirahat. Bunda mau lanjut kerja dulu. Kamu jangan ngebantah Bunda."

Gue melotot gak percaya ke arah Bunda.

"Beneran Bunda? Bunda gak marah?"

"Kamu nih. Mau nya Bunda marah-marah terus? Bunda juga capek kali. Udah sana. Ohya!"

"Apa, Bun?"

"Lusa, kamu bawa Dio ke rumah. Bunda mau ketemu sama dia."

JEDAAARRR

Denger suara petir gak?

Mati aja gue Ratu mau ketemu sama Dio.

Tbc.

Next?
Ceye🤍

BOYFRIEND;DKS [Re-Publish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang