"Suga,"
Yang dipanggil menoleh sambil mengunyah potongan cake yang dipotong tadi. Jimin diam sebentar, kamera yang awalnya ada ditangan dia letakkan diatas meja.
Latar cafe dengan bau kopi yang seperti biasa harum. Duduk ditempat awal, pojokkan dan saling hadap.
"Apa, Jimin?"
entah, rasanya panggilan Jimin istimewa sekali terucap dari bibir manisnya. Yang empunya nama sedikit tersenyum.
Suga berdecak, "Kenapa? Panggil ada urusan apa? Jawab,"
"Iseng, hehe," cengiran bocah layaknya Park Jimin, dan yang dituju reflek memutar bola matanya malas.
"Bodoh,"
"Hari ini free?"
"Full disini, sampai cafe tutup,"
Jimin ber-oh saja. Memundurkan posisi duduknya, dan meminum hot chocolate yang jadi pilihannya kali ini.
Manis sekali, tumben.
"Memang kenapa?"
Pertanyaan dari Suga. Jimin sedikit menggeleng, "Cuma tanya,"
"Ayo pergi setelah aku tutup cafe,"
Tanda tanya besar, Jimin mengerjap sekilas. "Iya?"
"Pergi setelah tutup cafe,"
"Tumben?"
"Iya, cari makanan malam lagi."
Suga mengucapkan semuanya tanpa ekspresi yang berubah, lugas dan lurus sekali. Jimin bisa dibilang jackpot?
Yang jelas dia beralih ketawa kecil, tangannya terulur menepuk kepala dengan rambut biru itu halus.
"Oke, cari makanan malam lagi,"
Dan hati seorang Suga menghangat sekali lagi.
;
"Hei, tidur?"
Gak ada jawaban, Jimin sedikit berdecak sambil memperhatikan birunya yang memejamkan mata dan menumpu dagu dilipatan tangan.
Entah karena memang jam atau suasana yang mendukung seseorang untuk tidur, Jimin bahkan gak tega sama sekali untuk niat membangunkan.
Diluar hujan lumayan deras. Suasana gelap karena malam. Dari kaca cafe Jimin lihat dari sini banyak orang berlalu lalang, dan pemandangan begitu memang buat mengantuk.
Tangannya terulur, tepuk halus rambut biru yang sedikit berubah warna lebih pucat.
Terlihatnya gak sopan, tapi Jimin gemas. Rambut biru itu sedikit diacak, rasanya halus.
Terkekeh karena kelakuan sendiri, Jimin ambil kameranya.
Sekali take, dan foto Suga tertidur diambil dari angle kanan jadi foto pertama yang mengisi sd card kamera Jimin untuk hari ini.
;
"Bangun,"
Suga mengerjap pelan, punggungnya dirasa kebas karena posisi tidur yang gak enak sama sekali. Dagu masih ditumpu dilipatan tangan,
Jimin memperhatikan, suasana cafe mulai sepi sekali. Hujan berhenti, meninggalkan hawa dingin.
dan Suga menaikkan tatapannya, jadi saling tatap. Tidak ada yang memutus kontak.
"Jadi makan malam? Hujannya baru berhenti,"
"Tadi hujan?"
"Ya, makanya kamu tidur,"
"Harusnya kamu bangunin tadi,"
"Hehe, maaf. Kurang tega,"
Jimin sedikit mengedikkan bahu, dan Suga mendengus sekilas. Bangun dan menegakkan badan, tapi begitu toleh ke kanan, sedikit berat rasanya.
Ada mantel hitam menutupi punggung, Suga beralih tatap manusia didepannya tanda tanya.
Jimin reflek mengalihkan pandangan, dab mengundang tawa kecil dari Suga yang manis.
Sumpah manis.
"Haha, picisan kamu, Jimin."
"Ya maaf, takut kamu kedinginan,"
"Cafe hangat, gak mungkin dingin,"
"Pakai aja, jangan tolak."
"Ya, terima kasih."
Suga beralih mengeratkan mantel hitam dipunggung jadi lebih membungkus tubuhnya. Dengan senyuman manis,
Jimin memperhatikan, mereka saling tatap sekali lagi.
Dan keduanya tertawa, bodoh.
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ
🎼Hampir Sempurna ㅡRendy Pandugo