;
"Ada ngomong sesuatu?"
Cafe di minggu malam, cukup ramai dengan pasangan. Aroma kopi seperti biasa menyerebak, bercampur dengan aroma lavender dan manisnya cake.
Suga geleng kepalanya jadi jawaban, menatap Jimin dihadapannya yang tersenyum sedikit. Ada perbedaan di penampilan Jimin hari ini, Suga memperhatikan.
Rambut hitam legamnya terbelah dua dan sedikit klimis. Sweater turtle neck hitam dibalut mantel coklat muda. Terlihat pria, tapi Suga tersenyum lucu begitu Jimin mengucapkan sepatah kata.
"Jangan tatap,"
"Malu?"
Suga terkekeh dan Jimin beralih menyender pada sofa, gestur bosan. Jelas, nyaris dua jam duduk ditempat ini dengan obrolan singkat.
Sisanya Jimin sibuk sendiri dengan sketsa entah apa di buku gambar kecilnya.
"Bosan ya," Jimin hela nafas sekilas, tangannya terulur mengambil tangan Suga diatas meja. Mengaitkan kedua jari, digenggam halus.
Suga diam, memperhatikan tangannya yang jadi mainan tangan Jimin. Jarinya dicubit, kedua kuku saling mengetuk. Punggung tangan tergelitik karena jemari Jimin.
"Biru, gak bosan?" Jimin merunduk sedikit memiringkan kepala tatap Suga yang balas menatap lurus.
"Bosan," angguk sekilas setuju. Jimin mencebik, "Gak ada tujuan kemana? Aku antar,"
"Naik?"
"Motor, selesai servis kok. Fresh,"
Suga berdecak, tangan keduanya masih saling bermain diatas meja. Jangan salah fokus, rasanya hangat kok.
Lalu berpikir, Suga ada niat kemana?
"Gak, malas."
Jimin pasang wajah datar kecewa. Berharap tadi Suga dibujuk pergi itu mau, tapi sendirinya juga malas. Pasangan paling malas menikmati hari, ya mereka.
Suga melirik, tangan responsif menggenggam balik jemari Jimin yang bermain dipunggung tangan, "Galeri, mau lihat yang baru."
;
"Naik,"
"Jangan ngebut,"
"Gak kok, gak doyan."
Suga memperhatikan ragu, Jimin duduk dimotornya sendiri. Mantel coklat diganti jaket kulit warna hitam, Jimin jadi serba hitam. Hanya kulitnya yang bersinar, Suga mendengus pelan.
"Jalan kaki, Jimin."
Tapi helm disodorkan didepannya, tanda gak ada tolak. Suga menghela nafas kalah, lalu ambil helmnya, dipakai menutupi rambut biru. Jimin memperhatikan, mengalihkan tatapan tahan tawa.
"Jangan ketawa!" Pundaknya dipukul kuat, Jimin berhasil terkekeh sambil memasang helmnya sendiri.
"Gak, sini naik."
Cafe ditutup lebih awal, ngomong-ngomong. Setelah sepi gak ada orang tapi. Dan disini mereka berdua, siap pergi ke galeri Jimin yang ada didekat ujung kota.
Suga naik perlahan, duduk dibelakang Jimin. Paha menjepit pinggang Jimin, dan cowok itu diam memegang stang motornya gak oleng.
"Sudah?"
"Ya," Suga meletakkan tangan di pundak Jimin. Sialan, pasti dingin.
Tapi tangan Jimin merambat, mengambil tangan Suga diletakkan melingkar dipinggang. Suga diam, gak memberontak dan melawan,