Sore hari, menjelang malam. Cafe hari ini cukup ramai. Berulang kali kakinya melangkah kesana kemari, mengambil atau mencatat pesanan. Posisi bos bukan berarti Suga gak turun tangan soal cafenya sendiri.
Begitu melewati pohon natal yang terpajang rapi didekat pintu masuk, Suga sedikit berhenti dan melirik. Pintu masuk berkali-kali dibuka oleh orang yang beda.
Bukan Jimin,
Hela nafas sedikit geleng kepala sekilas, Suga melanjutkan langkah menuju tempat barista. Mengambil mug putih dan membuat mocca hangat, dalam diam.
Siapa tau dia datang.
;
"Sarah, aku bilang jangan marah."
"Maumu apa kalo aku gak marah?"
"Entahㅡmungkin bawa kamu pulang ke Ibu?"
Sarah mengernyit kesal sambil sedikit menghentakkan kakinya. Jimin beralih meringis tertahan, sedikit terkekeh.
"Maaf? Ibu sendiri bilang yang rahasia sama kamu."
"Iya tapi rahasianya segitu besar. Kamu kakakku? Tuhanㅡdosa apa Sarah,"
Seolah mendramatisir keadaan, dahi dipegang tanda sakit. Jimin hanya tertawa, puas sekali bahkan badannya sedikit terlempar kebelakang.
"Sialan, gak suka punya kakak seorang Jimin?"
"Sama sekali gak!"
"Jahatnya, begini-begini oppa bisa sangat baik buat kamu,"
"Lepas! Jimin gila!"
Main ketiak, leher Sarah dijepit disana. Bahkan ini masih dijalanan dan mereka ribut berdua. Memecah orang-orang untuk saling minggir ketika mereka lewat.
"Malam natal gak pergi sama birumu?"
Setelah jalan normal, Sarah celetuk bertanya. Jimin bergumam jadi jawaban, sambil gigit sedikit roti ikan panas yang dipegang ditangannya.
"Nanti, setelah dia tutup cafe."
"Gak ketemu dia sekarang?"
"Cari hadiah,"
"Oh, antar aku ke airport dulu?"
"Gak, kamu ikut aku."
"Apaㅡ"
"Tiga puluh menit, gak lama kok. Mau tanya soal manusia yang jadi posisi didominasi, siapa tau kan selera kalian sama,"
Jimin memasang senyuman bodoh, Sarah beralih memandang kearah lain sambil bergumam kesal sekali. Flight jam sepuluh malam , bisa mati dia salah-salah ketinggalan pesawat. Sialan.
;
"Syal mungkin lebih bagus."
"Tapi kalungnya?"
"Nanti dulu, katanya masih sayang tujuh puluh lima persen?"
Jimin merengut, memandang bingung dua barang yang dipegang Sarah. Seolah berpikir keras, apa yang harus dibeli.
Mungkin Suga bukan tipikal orang yang suka dapat hadiah banyakㅡpikiran final, Jimin beralih ambil syal merah pekat yang dipegang Sarah. Gak mahal, hanya sekitar dua ratus ribuan, sederhana tapi elegan.
Katanya begitu, Sarah yang bilang.
;
"Paper bag aja cukup, kan?"
Sarah bergumam sambil menggeleng jadi jawaban pertanyaan Jimin, ambil syal.yang ada didalam kantong dan dimasukkan kedalam kantong mantel Jimin yang terbilang besar.
Jimin hanya diam, memperhatikan Sarah maunya gimana. Sarah dan Suga siapa tau memang benar punya selera sama, ya kan?
"Udah, antar aku ke airport sekarang,"
"Tapiㅡ udah pas didepan pintu cafenya dia ㅡ"
"Pesawatku berangkat empat puluh lima menit lagi, oke? Mampu beliin aku tiket lagi?"
"Gak jugaㅡ"
"Makanya ayo,"
Iya, tadi mereka bahkan diam didepan pintu cafe Suga yang diperhatikan pemiliknya dari dalam. Lalu keduanya melenggang pergi dengan posisi Sarah yang menarik Jiminnya.
Jiminnya.
Oke, ini malam natal dan lihat pacar dengan cewek lain yang ada status keluarganya. Jimin memang pernah bilang Sarah itu adik barunyaㅡ oke, tapi bukan begini maksudnya.
Hela nafas panjang, memijat dahinya sekilas. Suga, biasa melewati malam natal sendirian kan? Gak apa, gak ada hubungan apapun.
Positif,
Kekanakan kalo marah soal ini, bercandanya sama sekali gak lucu.
;
Persiapan tutup cafe lebih cepat, Jimin bahkan tanda tanya besar ketika sampai disana yang ada hanya cafe ditutup dan gelap sekali hanya pohon natal yang terang dibagian depan.
Gak ada kabar apapun dari Suga, bahkan teks tadi sore hanya sekedar dibaca.
"Masih dibelakang mungkin ya," Jimin bergumam sendiri, ambil handphonenya dan memilih dialing Suga sambil diam didepan pintu cafe.
Gak ada jawaban, Jimin uring sendiri. Badannya berkali-kali jinjit mencari keberadaan orang yang siapa tau muncul dari dalam.
Cari ke apartemennya?
Ya atau tidak?
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ
Pergi atau bobo lagi? :)