Jimin datang, wajah kalut luar biasa. Bahkan tujuan utama setelah masalah adalah cafe yang terletak terlalu jauh dari studio.
Suga memperhatikan, seperti biasa duduk dikursi depan meja kasir, pakaian hari ini lebih casual. Dan sedikit heran melihat Jimin duduk beringas dipojokkan cafe.
Mau menghampiri, tapi sungkan.
Jimin sibuk dengan ponsel, entah apa. Stres mungkin, dan Suga masih bertahan duduk dalam posisi santai begini meskipun pikiran melayang antara,
Hampirin
Atau nggak?Dan ternyata, mereka berdua saling tatap.
Lewat sedetik mungkin, senyum Jimin merekah, tangannya isyarat untuk kesana.
"Sini, ngapain disana?"
Awalnya diam, tapi Jimin meletakkan ponsel diatas meja, ambil kotak rokoknya dan kaki Suga melangkah natural, mengikuti naluri.
;
"Stres?"
Pertanyaan singkat, Jimin reflek senyum sekilas. "Kenapa? Keliatan stresnya?"
"Ya, mukamu acak,"
"Acak?"
"Gak bisa ditebak. Susah dibaca."
Suga meletakkan mug putih dengan kopi hitam sebagai menu hari ini. Musik tenang dilantunkan, nuansa malam dan dinginnya cafe terasa.
Memang ini tempat yang nyaman, pikiran Jimin seperti itu.
"Maaf, hari ini memang stres,"
"Ada masalah?"
"Banyak,"
"Bisa cerita?"
"Bisa, langsung inti."
"Apa?"
Suga benerin posisi duduk, jadi melipat tangan diatas meja. Tatap Jimin yang tiup poni hitamnya jengah,
"Photoshoo ditunda, model kabur. Gaji nyaris hilang."
"Wow, tragis."
"Komentarmu bikin sakit hati, Suga."
"Ya maaf, Jimin."
Lalu keduanya ketawa kecil, Suga terlihat lebih ringan ekspresi dari biasanya. Jimin meskipun stres, senyumannya bukan senyuman paksa.
Ya, apa yang harus dipaksa untuk Suga?
"Jangan stres. Gantengnya hilang,"
"Gak, itu permanen."
"Hitam legammu yang ganteng permanen. Wajahnya non."
Lalu sentilan di dahi cukup pelan Suga dapatkan, Jimin terkekeh melihat ekspresi birunya.
"Sembarangan. Aku memang ganteng kan,"
"Ya, oke. Lupa dulu sama stresnya. Nanti cari model baru."
Lalu Jimin bungkam, loading lama. Seolah berpikir. Suga memperhatikan seperti biasa, tapi sedikit bingung karena pembicaraan yang tiba-tiba berhenti..
"Jimin?"
"Ya? Kamu jadi modelku mau?"
Freak, empat kata pertanyaan yang membuat Suga memasang wajah datar sedikit kaget. Dahinya mengernyit,
Jimin menangkupkan dua tangan didepan wajah, "Tolong,"
"Aku bantu, dapat apa?"
"Gajiku bagi dua, gaji model awal untukmu semua."
Suga mengernyit, "Duit aja?"
"Terus apa lagi?"
Lalu gelengan kepala buat Jimin sedikit mengerang kecewa,
"Jahatnya,"
"Gak ada niat jadi model, Jimin."
"Ya, maaf maksa."
Jimin down lagi, rambutnya sedikit diacak sama tangannya sendiri. Tanda muak berpikir keras.
Suga masih memperhatikan, lalu hela nafasnya sekilas.
Tangan terulur, tepuk kepala dengan rambut hitam legam itu halus.
"Nanti ketemu sendiri. Kepala dielus bisa hilang stres kan?"
Jimin punya rasa hati berbunga seperti pelangi indah sehabis hujan.
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ
Kisi-kisi bobrok
Hehe
Belajar deh w.