Proses

7.4K 1.7K 208
                                    













Dua frame, yang Suga kenal jelas ini dimana. Masing-masing mengambil background cafe dengan seseorang sebagai modelnya.

Rambut biru, dan wajah datar tanpa ekspresi dengan kulit putih pucat yang mngandung makna dalam setiap lihat arah mata.

Suga terdiam nyaris sekitar lima belas menit, memandangi dua frame fotonya sendiri yang dipajang rapi seukuran 12R.

Dibagian paling pinggir, Suga lihat ada ketikan rapi huruf hangul yang ditanda strip nama seseorang.



예술에 대해 소중하지 않다.
ㅡ박지민

'Belum sayang soal Seni.'
ㅡJimin Park



Nyaris tersenyum sedikit, karakter Suga terasa melembut. Merunduk membaca huruf perhuruf yang dirangkai singkat sedemikian rupa, dan memperhatikan nama yang jadi tertanda.

Ngomong-ngomong, Suga ada di studio. Tepatnya galeri sepi yang berukuran dua meter persegi dan ada beberapa bingkai foto hasil karya Jimin.

"Jatuh cinta sama diri sendiri?"

Celetukkan polos, Jimin ada disamping frame sambil memegang kaleng cola dan memasukkan tangannya kedalam kantong. Suga geleng sedikit,

"Gak tau jatuh cinta gimana,"

"Pantas susah sayang ya,"

"Entah, gak tau."

Jimin tersenyum, menguap lebar sekali, "Masuk diam-diam ya, daritadi aku cari diluar."

"Penasaran, ternyata beneran cetak fotoku,"

"Hehe, maaf lupa izin."

Suga mengedikkan bahu, "Gak dimaafin,"

"Susah maafin juga?"

"Maunya?"

"Susah sayang aja gak apa, susah maafin jangan,"

Suga menggulung lengan baju panjang putihnya sebatas siku, Jimin memperhatikan. Senyum sedikit karena Suga pakai bajunya, yang diminta sebelum jadian. Alasannya bagus.

Dan ternyata Jimin gak rugi suka baju ukuran terlalu besar, di badan Suga keliatan lucu, casual.

"Jimin,"

"Ya?"

"Kita, pernah bicara soal apa?"

Jimin diam sebentar, lalu geleng sedikit, "Gak tau, banyak,"

"Yang berkesan,"

"Pas, aku bilang ayo pacaran?"

Jimin bilangnya santai sekali, Suga beralih bungkam, mengambil tangan Jimin dan digenggam erat,

"Waktu itu ayo pacaran karena apa?"

"Karena aku suka Suga."

"Itu aja?"

"Iya, sayangnya masih nol persen,"

"Rasanya kamu brengsek,"

"Manusiawi,"

Suga mengernyit sengit, Jimin balas genggam tangannya erat, "Aku tadi bilang udah tambah satu persen, Suga."

"Jimin,"

"Iya, kenapa?"

Galeri Jimin rasanya dingin karena pengaruh ac, suasana hening sejenak. Suga menyender sebelah bahu ditembok tepat didepan Jimin sekali. Jarak berdua hanya sekitar tiga puluh senti.

Gak gugup mati, Jimin terbiasa.

"Lanjut, jangan diem," Jimin mengeratkan genggaman sekilas, Suga beralih tatap matanya lagi awalnya merunduk karena merapikan poni birunya.

"Mau jujur,"

"Iya, jujur kenapa?"

"Jangan alay, nanti."

"Memang apa?"

Tau tatapan Jimin yang penasaran tapi tajam? Jimin bahkan sedikit merunduk dan mendekatkan langkah, jarak jadi dihitung sekitar dua puluh senti.

Jimim harum, wangi cowok bersih. Suga wangi tajam, menusuk tapi manis.

"Aku punya info juga,"

"Iya kenapa, lama sekali," Jimin terlalu penasaran, berdecak sekilas, Suga memutar bola matanya malas. Niatnya tadi bilang secara hati-hati dan pelan, tapi malu. Suga gak pernah begini, bingung sendiri ini kenapa.

Dalam hati bergejolak mati, gugup hancur.



"ㅡEnam puluh lima persen,"

"Apanya?" Jimin mengernyit,

"Rasa sayang, buat Jimin."










Loading, Jimin reaksi lambat nyaris sekitar sepuluh detik setelah Suga melepas genggaman tangan mereka berdua.

"Eh?"

Suga mengedikkan bahu, cuek sekali, beralih melenggang pergi keluar dari pintu galeri, sebelumnya tabrak bahu Jimin sengaja.

Cowok rambut hitam legam itu telinganya memerah, reaksi bodoh yang terlalu lama loading. Tapi ya gimana,

Dia baru satu persen, di mulut.

Dan birunya enam puluh lima persen, siapa yang tahan?























ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ
Galeri Jimin terlalu sepi untuk dinikmati sendiri.
Selamat malam :)

Charm ㅡpjm x mygTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang