"Oh, dua hari pemotretan?"
"Ya, daerah barat daya dari kota sini. Kemungkinan nginap,"
"Sama cewek cantik? Enaknya,"
"Jelas, lumayan gundukan mereka besar semua,"
Lalu Jimin dapat lemparan gulungan majalah lama dari manusia didepannya. Suga mendecih karena Jimin beralih terkekeh, gila.
"Gak heran sendirian dua puluh dua tahun. Memang cocok,"
"Sadis, kenapa gitu?"
"Matamu haus gunung, pasti otaknya isi dalaman paha."
"Seenaknya, gak tau isi otakku apa?"
Suga menatap, Jimin menumpu dagu dengan tangan yang terlipat rapi diatas meja cafe,
"Otakku isinya kamu sekarang. Rambut biru mempesona kulit pucat bibir semanis buah delima,"
Ngalus, sia.
Suga yang dapat omongan manis, tapi dirinya beralih mengernyit aneh, "Apasih, dasar orang seni,"
"Kamu juga seni, sadar?" Jimin pasang senyumannya sambil mengambil sebatang rokok dari kotaknya.
"Iya, bebas. Terserahmu,"
Nyerah, Jimin hiperaktif memang susah dilawan. Memang lucu, tapi lumayan membuat kesal. Omongan gak jauh daritadi karena Jimin yang memuji model barunya,
Hari ini bisa dibilang panas, keringat bahkan menaplak dikemeja garis putihnya. Suga sedikit menyibak rambut birunya, Jimin memperhatikan, masih dengan senyuman kagum yang oke tolong ini risih.
"Jimin,"
"Ya?"
"Tampangmu mirip paman mesum malam hari di taman kota,"
"Oh, Suga."
"Apa?"
"Aku mau ketawa, tapi kok rasanya sakit hati ya,"
"Bodoh,"
Suga giliran tersenyum sedikit karena menahan tawa, Jimin balas terkekeh dan suasana cafe seketika jadi sejuk.
Kamera diambil, Jimin shoot kearah wajah Suga yang masih tersenyum sambil menunduk, background cafe seperti biasa sedikit blur.
Sekali take, Jimin senyum puas melihat hasil jepretannya. Suga merengut karena dipotret lagi dalam pose tidak sadar. Candid, padahal bagus.
"Jimin, dilarang foto pacar,"
"Iya, dilarang foto pacarku,"
"Kamu juga dilarang,"
"Kamu apa aku?"
"Jimin,"
"Oh, foto Suga sepuasnya?"
Suga mendelik dan Jimin take foto berkali-kali. Tawa Jimin terdengar puas di sore hari ini dan gerutuan Suga membuat ramai suasana cafe. Sejuk sih, tapi rasanya sumpek yang manis.
Pengunjung cafe lain sedikit iri.
"Hapus, Jimin."
"Gak mau, ohㅡada tiga puluh foto pacarku!" Jimin berseru tapi matanya masih betah memandang kamera yang menampilkan hasil fotonya,
"Gila, hapus!"
"Gak, masterpiece."
"Hapus, Jimin."
"Nggak. Nanti cetak satu untuk galeri,"
Suga masih merengut dan Jimin tertawa nyaris puas sekali. "Apa? Jangan gitu mukamu, Suga."
"Hapus, hapus hapus hapus hapus,"
"Yaya, satu ciuman hapus satu foto,"
"Curang!"
"Gak curang, udah adil."
Suga diam, hela nafasnya kasar lalu beranjak sedikit bangun, cium sekilas bibir Jimin lalu melenggang pergi keruang belakang. Telinga memerah telak, bahkan yang dicium reflek loading dan memukul meja saking senangnya.
Tapi gak dihapus satu foto, enak aja.
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ
Ih, mainan ciuman ih.
Jadi ketemu lagi ya,
Sore :)♡
Aku tida ada perasaan tega untuk memberikan mereka konflik. Alahum.