"Kurang pagi,"
Suga berhenti melangkah, memperhatikan Jimin yang kali ini berdiri santai senderan di tembok depan pintu apartemennya. Dengan lolipop diemut kasar, bukan rokok seperti biasa,
Tanda hilang mood.
Suga mengernyit, "Bilang apa tadi?"
"Pulangmu kurang pagi. Daritadi kemana?"
Jimin memasang senyuman tipis, seperti biasa. Gak ada aura mengintimidasi. Suga cuek, mengedikkan bahu sekilas; biasa saja.
"Kwon Hyuk. Seharian. Besok harus konser lagi, jadi waktunya sempat sekarang,"
Jimin bergumam sambil menguap jadi jawaban, kaki melangkah masuk kedalam apartemen Suga tanpa dipersilahkan. Biasa saja kubilang, gak ada reaksi berarti begitu nama Kwon Hyuk disebut.
Jelas sekali Jimin sadar mereka beda tingkatan.
"Dari jam berapa disini?" Suga meletakkan tasnya diatas sofa, Jimin masih berdiri, pilih duduk di pinggiran sofa dan bermain lolipop didalam mulutnya.
Memperhatikan gerak-gerik Suga yang terlihat lebih cekatan dari biasanya. Tidak santai, dan terburu-buru. Atau memang mata Jimin yang terlalu tajam menangkap perubahan?
"Biru,"
Celetuk santai, Suga menoleh jadi jawaban. Jimin sedikit mengalihkan pandangan dari tatapan mereka berdua,
"Ada info baru?"
"Info baru apa?" Memiringkan kepala dan sepenuhnya balik badan menghadap Jimin,
"Jumlah presentase, mungkin."
Suga merasa sedikit tidak nyaman, nada Jimin terlalu saklek di setiap kata. Gak ada intonasi ramah, datar dan terlalu biasa.
Sekali lagi niatnya tanya, tapi gengsi.
"Jangan tanya aneh-aneh, Jimin,"
Ah, Suga sedikit salah bicara.
Jimin bungkam, mood sedari tadi turun dan sedikit senggol mungkin meledak. Selamat untuk Suga yang berakibat pada gigi Jimin seketika kuat menggigit hancur lolipop bulat yang masih sempurna bentuknya dari awal.
Hancur jadi gak ada sisa,
"Ya, aneh. Maaf." Jimin menunduk sekilas tanda permintaan maaf sopan, Suga berdecak, melepas mantelnya sendiri perlahan.
"Bukan, aku maksud jangan tanya sekarang,"
"Lalu kapan?"
"Setelah jadwalku kosong, seperti biasa."
"Jadwalmu kosong hari ini tapi terlanjur berdua sama cinta pertama,"
"Permisi?"
Suga mengernyit sambil bertanya dengan nada mulai menarik emosi. Jimin bungkam, menatap datar. Gak ada reaksi, bahkan mengurungkan niat untuk mendekat,
"Permisi juga, Biru."
"Jimin. Marah?"
"Gak sama sekali,"
Pertanyaan Suga segitu singkat, Jimin jawaban lugas. Ambil tangkai lolipop yang hancur di ujungnya karena gigitan kuat.
"Jangan kira aku marah karena kamu pergi berdua sama sahabatmu, biru."
"Nyaris kukira begitu,"
"Pasti kamu gak suka,"
Suga geleng kepala sekilas, "Biasa. Cemburu hal wajar,"
"Kesadarannya kamu ternyata dua kali lipat lebih peka,"
Jimin beralih terkekeh, terdengar memaksa. Suga diam dengar pernyataan Jimin seolah sindiran, entah kenapa dianggap begitu.
Yang jelas, Suga merasakan hal tidak enak. Gak nyaman, bukan karena Jimin yang terang-terangan menunjukkan dia memang cemburu, tapi ya bisa apa?
"Cemburu ada di daftar pertama. Clear, tapi ada yang kedua,"
Jimin lempar tangkai lolipopnya sendiri buang ke tempat sampah, Suga mengubah posisi berdiri. Melipat tangan di dada, tatap Jimin yang kemudian balas menatap.
"Jimin, kenapa? Bilang,"
"Suga senang? Ada kalung baru, nostalgianya pasti romantis."
Suga tertohok, bungkam karena Jimin lantas terkekeh setelah pernyataan jelaa menembus hati. Dinginnya besi kalung lantas terasa dilehernya, entah karena memang lupa, tapi dari hati paling dalam gak ada niat lepas.
Ya, hadiah Kwon Hyuk pulang dari negeri Paman Sam. Hanya kalung dengan liontin sederhana. Gak mencolok, tapi ya. Mata Jimin menangkap perubahan disini.
"Gak minta kamu lepas, tapi tau Suga?"
Birunya menghela nafas, gak jawab apapun. Tanda dia memang sadar salah, dan gak melawan, ataupun memohon maaf. Bukan tipikal Suga, sama sekali.
Jimin takjub di sela-sela kemarahan yang mulai menyelinap masuk kedalam emosi. Birunya tangguh, hebat.
Lantas omongannya berlanjut, suasana apartemen hening sesaat. Lewat sekitar semenit, ada.
"Otakku berpikir, nyaris. Kamu lihat aku sebagai Jimin, atau sahabatmu tersayang?"
Gak ada jawaban, Jimin saat itu pulang turun tiga lantai kebawah dengan senyuman tipis seperti biasa tanda sampai jumpa.
;
Suga duduk dalam diam. Hari ini kembali malam. Jimin berujar diatas dalam latar subuh yang harusnya orang tertidur lelap, bukan perang dingin. Harusnya.
Cafe sepi, orang-orang memilih bertahan dalam rumah masing-masing siap menyambut tahun baru. Dan kalung yang ada dilehernya hilang, gak ada.
Tersimpan rapi di dalam laci meja.
Ya akhirnya niat lepas terpaksa, rasanya harus selesai masalah. Jimin kemarin telak sekali memang marah.
Bilang pertanyaan ngawur, kemudian memilih pulang dan gak ada kontak sama sekali sampai jam ini.
Baru hitungan jam. Biru bahkan gak sadar, pikirannya ada di pusat Jimin.
Dulu terima Jimin karena mirip si cinta pertama?
Situasi segini bingungnya, hujan turun diluar cafe. Seolah jadi wakil mood Suga yang lantas mengernyit gak suka dengan pikirannya sendiri.
Belum sayang kan?
Sial. Sumpah sial.
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ
Lebay deh kamoe @/pjm
Makan bakso solo yuk :(