Hari berlanjut, seperti biasa. Jimin yang rajin kunjungan cafe, atau mangkal pagi hari didepan pintu apartemen birunya. Pacar yang berdedikasi, sayangnya Suga terkadang cukup risih.
Bukan dalam artian risih tidak suka.
Malu, begitu katanya. Suga berkali-kali protes dia bukan gak suka tapi malu. Tapi malunya bisa dibilang bukan malu suka. Iya artinya juga gak tahu, Suga yang tahu sendiri.
Bodohnya, Jimin ini pemuda yang terlalu sederhana.
"Biru sayang,"
"Suga, namaku Suga. Jimin."
"Aku panggil kamu biru,"
"Besok aku ganti warna,"
Jimin berdecak, berubah posisi tidur terlentang dibawah meja dekat pemanas ruangan. Apartemen Suga tidak besar, hanya sekitar empat petak persegi gabung dengan dapur dan dibagi satu kamar.
Sama dengan miliknya, jelas karena satu gedung.
"Jimin, jangan tidur disini,"
"Nanti ketiduran?"
"Jangan,"
Hanya tersenyum kecil sambil melipat tangan didada, Suga duduk disampingnya sambil melipat kaki dengan satu bungkus snack ukuran medium diatas paha.
Ini jam mendekati tengah malam, dan rasanya bangun untuk turun tiga lantai dari sini dan kembali ke kamar sendiri itu racun untuk Jimin. Terlalu nyaman, apalagi hangat.
"Suga, mataku berat,"
"Jangan tidur disini aku bilang,"
"Hm," hanya gumam yang jadi jawaban, matanya memang mengantuk sekali. Ini hari malas padahal, tidak ada pekerjaan apapun karena cuti bersama.
Suga menoleh dan sedikit merunduk, menatap Jimin yang nyaris tertidur diposisinya. "Jangan tidur disini, Jimin."
"Tiga menit, lagian hangat."
"Besok mati beku kamu,"
Mendecih sekilas sambil melempar satu potong snack yang ada dipangkuan kearah wajah Jimin, gak kena, tapi Jimin lantas terkekeh.
"Gak boleh tidur disini?"
"Jangan, dingin nanti. Bangun," bahunya disentuh, sedikit digoyangkan dan Jimin hanya bergumam semakin malas. Mengubah posisi hadap samping, mengambil tangan Suga yang ada dibahunya lalu digenggam halus.
Dicium, Suga diam gak bereaksi dan membiarkan Jimin melakukan sesukanya.
Dan suasana hening kembali, Suga senderan dipinggiran meja, membiarkan sebelah tangan digenggam Jimin dan tangan satunya sibuk membantunya makan cemilan malam hari.
"Suga,"
Gak ada jawaban, Suga hanya menoleh jadi respon.
"Rasa sayangnya berapa persen?"
suara Jimin mengantuk, berat dan terdengar lebih dalam dari biasanya. Tanda limit untuk hari ini, bahkan mata menatap entah lurus ke pinggul Suganya atau kosong.
"Menurutmu?"
Jimin mengedikkan bahu jadi jawaban, tangan merambat memeluk pinggang Suga, menyamankan posisi. Mencari hangat, dan benar sekali. Nyaman bos, mau buat yang lain iri. Tapi cukup konsumsi sendiri, Jimin aja yang merasakan.
Suga risih, tapi diam. Bukan gak suka, tapi malu. Tapi bukan malu suka. Seperti yang dibilang diatas.
Memang susah ditebak.
Dan Suga memperhatikan, memindahkan snack malam harinya yang awal diapngkuan jadi disamping badannya, tangan Jimin lebih leluasa memeluk pinggang.
Gestur manja, tapi hangat.
"Entah, mungkin masih tiga puluh lima?"
Ragu sedikit, jari Suga mengelus rambut hitam Jiminnya. Dan Jimin beralih mendengus, "Masih segitu?"
"Ya, memang mau berapa?"
"Dari kelakuanmu sekarang aku tebak enam puluh lima persen,"
"Seenaknya,"
Tersenyum kecil mendengar jawaban ketus. Sialan, Jimin mengantuk berat. Ada untungnya Suga pulang cepat dari cafe hari ini dan dia memilih mendekam didepan pintu apartemen Suga menunggu birunya pulang.
Malas ke cafe, dingin diluar katanya. Dan berakhir begini.
Ada untungnya kubilang.
"Biru,"
"Ya,"
"..."
Gak ada jawaban dan obrolan berlanjut. Jimin tidur, dengan posisi gak enak. Ruwet dan Suga gak enak hati melepas tangan Jimin dipinggangnya.
Tapi hembusan nafas Jimin tenang sekali, tangannya gak berhenti mengelus rambut hitam legam pemuda itu.
Obrolan segitu untuk malam ini, gak ada hal penting yang dibahas. Hanya sekedar berdua dan tanya soal persenan.
Sederhana?
Penyebab suka dari Suga soal Jimin.
Suga lantas merunduk sedikit, menepuk pipi Jimin halus, nyaris mencium. Tapi kemudian menjauh lagi,
Telinga memerah malu, hanya poni Jimin yang disibak menutupi matanya yang tertutup tidur.
Entah, ciuman selamat malam tapi yang dicium sudah terlanjur lelap gak ada gunanya.
"Seratus persennya tunggu dulu," celetukkan rendah, saat itu Jimin gak lihat senyum manis birunya yang geli akan perkataan sendiri.
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ
Selamat malam dan selamat tidur, sayang♡
Salam biru dan Jimin :3♡