Hari ini, disini lagi.
Sore hari yang malas, suasana sejuk menenangkan. Salju perlahan mencair dan berubah mengotori jalan setapak kota.
Kaki melangkah, kamera disampirkan di bahu. Ciri khas orang yang dikenal. Bahkan gemerincing pintu cafe yang terbuka, dengan cepat disambut seseorang yang sibuk di meja barista.
"Selamat sore, sohib."
"Sore,"
Pemuda berambut merah pasang senyum, "Perubahan suasana hati juga?"
Jimin, mengedikkan bahu sambil mengulum senyum tipis. "Biasa, ubah sedikit."
"Ya lo ganteng, slow."
Jimin balas tersenyum, ramah sekali. Hoseok manggut sekilas, mug putih dengan Americano hangat diletakkan didepan Jimin.
"Apa kabar, Suga?"
Pertanyaan Jimin mengambang, Hoseok tidak balas jawab. Mengalihkan pandangan dan bersihkan meja dengan lap hijau didekat wastafel.
Biasa sekali,
Senyum tipis jadi tanggapan, Americano yang diminumnya terasa pahit. Kembali pada rasa yang sebenarnya. Dan mata memperhatikan meja kasir yang kosong, kursi bar tempatnya disana bahkan tidak berpindah, masih seperti semula.
Kosong, nyaris seperti hati.
;
Kejadian dua minggu lalu,
Jam terus berjalan, bahkan detik terdengar nyaring. Suasana hening sekali, kunyahan Suga menghancurkan jagung dengan bumbu itu bahkan rasanya seperti rekaman.
Jimin fokus.
Padahal sekedar editing foto dengan mata berjarak nyaris 15 senti dari monitor.
"Jauh sedikit dari monitor, Jimin."
Gak ada tanggapan, suara klik dari mouse yang ribut jadi jawaban. Suga menghela nafas, pasti begini. Jimin fokus kacang semua. Dia ada pun serasa angin lewat.
Suga mendekat, mengintip dari balik punggung Jimin tentang foto yang diedit. Sekedar retouch pada permukaan tubuh model, indah.
Memperhatikan lama sekali, tangan Suga mengalung di leher Jimin halus. Gestur peluk iseng,
"Apa? Kenapa?" Jimin tanya sambil menjauhkan mouse dari jangkauan, senderan di pelukan Suganya dan sedikit toleh keatas.
Dagu Suga ada di pucuk kepala, rasanya ada kapas dipuncak.
"Bosan, Jimin."
"Lalu aku harus gimana, Suga?"
"Cari sesuatu biar gak bosan,"
"Kerjaanku, sayang."
Suga mencebik, eratin pelukan di leher Jimin. Terasa Jimin terkekeh pelan, cium sekilas tangan yang dikalung dilehernya.
"Americanonya diminum,"
"Iya, sini dulu."
Jimin tepuk pahanya sendiri, Suga memperhatikan, betah dagu diatas puncak kepala. Gak beranjak, beralih bungkam.
"Hoi, aku bilang sini."
Birunya beralih gelengin kepala, "Gak mau,"
"Kenapa? Katanya tadi bosan,"