Ketika kelak kita disatu, saat waktu terasa cukup untuk kita bertukar kata. Memulihkan ingatan tentang kita waktu dulu.
Bayangmu kini tersisa angan, suaramu kini sekabur angin, bahkan hadirmu kini sekadar ingin.
Mengapa diri begitu mendayu? Lakon kesedihan yang nampak begitu kudalami, rasa gelisah yang tak sedikitpun menghambar, senang yang pasrah dikudeta lara. Ah, bercampur aduk terbaluri ego menginginkanmu di luarnya.
Aku ingin pulang dan tak sejurnal rencana. Kau sekadar paham dan tak membuka pintu. Bangsat!
RilloPaduppai
Gowa, Desember21-17
KAMU SEDANG MEMBACA
DELUSI & EKSPEKTASI
PuisiSang Imajiner tak pernah benar-benar ada. Ia tak hidup dalam apa yang manusia sebut realita. Betah berlama-lama dalam lubang pengharapan. Mengais kepeduliannya dalam mimpi-mimpi. Begitu nyata dalam sebuah paralelisasi. Begitu rajin menampakkan delus...