/1/
Taman-taman tak berpenghuni. Rerimbunan daun memulai layu, tak dihirau. Ke mana orang-orang itu? Apa kita tiada lagi semerbak mengharumi, orang-orang tak mengindahi. Butuh lebih banyak asupan kopi, kopi, kopi dan eksistensi. Kedai-kedai kopi sesak, manusia-manusia lebih suka selfie, selfie, selfie dan dipuji.
Terimakasih bagimu bapak pengurus taman kota dan hujan akhir-akhir ini./2/
Kau lihat bocah yang sedang membaca itu? Dia tampak lebih hidup. Sebelum kautebas jarak yang menjauhkan. Sebelum dirampas kerakusan tembok-tembok bangunan. Ia melangkahkan kaki menuju, susuri setapak di bawah rerimbunan yang layu. Cengar senyumnya seperti bertanda, telisik gerangan apa yang menghalau pikirnya.
/3/
Seberapa sering dia menyendiri, tenggelam dalam lautan aksara itu. Dia butuh ditemani, mungkin. Dedaunan nampak menunduk mendekatinya, menoleh sedikit pelan-pelan untuk tahu dunianya. Oh, dia lagi rupanya, bersama sebotol kopi yang dibawa dari rumah, kali ini. Dia tak sendiri. Benar. Dia tak terlihat sendiri.
Kalian yang membuatku tak sendiri!
RilloPaduppai
Taman Kota Parepare, Desember23-17
KAMU SEDANG MEMBACA
DELUSI & EKSPEKTASI
PoesíaSang Imajiner tak pernah benar-benar ada. Ia tak hidup dalam apa yang manusia sebut realita. Betah berlama-lama dalam lubang pengharapan. Mengais kepeduliannya dalam mimpi-mimpi. Begitu nyata dalam sebuah paralelisasi. Begitu rajin menampakkan delus...