/1/
Entah apa maksud awan menyombongkan hitamnya. Kau merasa terganggu? bolak-balik kendaraan mencari persinggahan, orang-orang meneduhkan raga yang basah lalu nanti mengenakan mantel hujan. Wajah masam pedagang es yang satupun jajanannya tak terbeli. Lantas kaumurka akan hujan?
/2/
Jelang magrib sedikitpun aku belum beranjak. Termangu kubungkam suara seraya menyepikan diri di kursi paling belakang bus kota. Pucat wajah buruh stasiun bus bercampur basah yang entah itu keringat atau sisa-sisa hujan. Gumamku mengumpat tetiba lirik lagu yang kudengar dengan earphone yang sebelah kirinya sengaja kulepas. "Here i'm alive, everything all of the time"
/3/
Kau tengadah di sampingku. Berusaha melirik untuk tahu apa yang sedang kulakukan. Buruh itu tak merasa apa-apa sedang kau merasa murka aku tak memperhatikan. Tak mengindahkan celotehmu yang terdengar menggurui. Bukan begitu? aku merasa bodoh, entah.
Aku berangkat
Semoga selamat menuju rumah
KAMU SEDANG MEMBACA
DELUSI & EKSPEKTASI
PoesiaSang Imajiner tak pernah benar-benar ada. Ia tak hidup dalam apa yang manusia sebut realita. Betah berlama-lama dalam lubang pengharapan. Mengais kepeduliannya dalam mimpi-mimpi. Begitu nyata dalam sebuah paralelisasi. Begitu rajin menampakkan delus...