Dea lebih memilih pergi menjauh dari yang lainnya. Dia sudah cukup banyak mendapat pelajaran tentang kejamnya kehidupan. Dia sempat berpikir untuk mengakhiri semuanya, tapi hal itu tidak ada gunanya. Hanya orang pengecutlah yang melakukannya.
"De, kemana aja kamu?" Dea tetap berjalan, menghiraukan Syila yang tengah menyapanya. Dea juga menghiraukan Dean yang dari tadi menatapnya.
Seperti biasa, Dea duduk, mengeluarkan handphonenya dan headseatnya. Memasangnya ditelinga dan memejamkan matanya.
"De?"
"..."
"Kenalin, gue Dean."
"..."
"Kita daritadi belum saling menyapa lho."
"..."
Kok gue mulai sebel sendiri ya?
"Emm maaf ya, tadi gue udah nabrak lo." tanpa disangka, Dea membuka matanya dan menoleh kearah Dean, dengan tatapan tajamnya.
Kok gue takut sendiri?
"Hm?" hanya gumaman yang diucapkan Dea. Tapi dia masih setia memandang lawan bicaranya itu.
"Gue minta maaf."
"Soal?"
Kayaknya dia mancing gue nih.
"Yah... Kan tadi gue udah nabrak lo. Dan seenaknya nyalahin elo."
Tidak ada tanggapan.
"Sekali lagi gue minta maaf." Ucap Dean lirih. Dan tanpa disangka, lagi lagi Dea hanya menjawabnya dengan gumaman.
"Hm."
Dan dia kembali memejamkan matanya, menikmati iringan musik dari headseatnya.
Sontak Dean membulatkan matanya.
Gue cuma dapet jawaban, 'hm'?
"De, elo udah maafin gue ga sih? Gue--."
"Selamat pagi anak-anak!"
"Pagi Bu!"
Sialan!
***
"De, hari ini elo pulang bareng siapa?"
Mereka berdua terus berjalan beriringan. Tidak, tapi Dean yang berusaha berjalan mengiringi Dea.
"De? Elo denger gue kan?"
Tidak ada tanggapan.
"Yaudah, kalo gitu elo bareng--."
"De!" teriak seorang gadis disana, lalu dia lari tergopoh-gopoh menuju mereka berdua.
"Ada apa, Syil?" tanya Dean.
"Ah ga...aku cuma mau ngajak Dea pulang bareng. Kebetulan kita searah."
"Ta-tapi...gue udah--."
"De? Ayo kita pulang!" ucap Syila menghiraukan Dean yang sepertinya dia marah besar.
Daritadi ucapan gue dipotong mulu!
Pelan-pelan Dea meraba daerah telinganya dan mencopot sesuatu disana.
"Jadi daritadi elo, kamu, pake headseat?!" teriak mereka barengan.
Dan Dea hanya menatap mereka datar.
"De? Pulang bareng yuk!" ajak Syila.
"Ah ga, Dea pulangnya sama gue!" ucap Dean ga terima.
"Lho, tadi kan yang mau ngajak Dea pulang bareng kan aku."
"Tapi sebelum-sebelumnya gue udaha ngajak Dea pulang bareng. Sebelum elo datang kesini."
Dea tidak mendengarkan ocehan mereka. Dia tidak peduli. Dia merogoh tasnya, mengambil sesuatu disana. Sebuah jaket. Lalu dia mengenakannya, jangan lupakan mereka berdua yang daritadi masih sibuk berdebat. Setelah selesai mengenakan jaketnya, Dea kembali memasang headseatnya. Lalu dia berjalan kedepan.
"Lho? De? Mau kemana?" ucap Dean kaget. Karena tiba-tiba Dea sudah main pergia aja ninggalin dia. Lalu Dean berlari mengejar Dea yang sudah sampai gerbang. Begitupun Syila.
"De? Elo bareng gue kan?"
"Kamu barengnya sama aku ya, De?" ucap Syila tidak mau kalah.
"Tapi Dea harus--."
"Kalian berdua bisa pulang bareng." ucap Dea datar.
What! Pulang bareng?!
"Kok pulang bareng Syila sih? Kan gue mau nya elo."
"Iya aku juga kan maunya pulang bareng kamu, De. Ga bareng Dean."
Lalu Dea berhenti berjalan, dia berbalik menghadap mereka bergantian, masih dengan wajah dinginnya.
"Kenapa sih daritadi kalian ngeributin sesuatu yang ga penting?!" ucap Dea tajam. Dan ada makna tersirat disana. Tapi sepertinya mereka berdua tidak menyadari itu.
"Pergi sana!" Dea berjalan cepat. Dia tidak perlu naik kendaraan umum. Karena itu sesuatu yang ga penting. Lagi?
"De tunggu! Gue--."
"Udah, ga usah dikejar."
"Tapi kan, gue--."
"Dia lagi marah soalnya. Malah bahaya kalo kamu sampai mengganggu dia lagi."
Dean hanya bisa diam dan dia berjalan cepat menuju motornya. Syila juga mengekor dibelakangnya.
"Mau kemana kamu?" tanya Syila setelah Dean memakai jaket dan helmnya. Dan sudah berada diatas motornya.
"Yah pulang lah! Masa lo ga mau pulang sih?!"
Dengan kecepatan tinggi, Dean meninggalkan sekolah itu. Lebih tepatnya meninggalakn Syila yang menatapnya beo.
Iya juga sih? Kenapa aku ngikutin Dean tadi? Kan lebih baik aku langsung pulang.
--------------***------------
KAMU SEDANG MEMBACA
DE
Teen Fiction"Cinta? Huh! Rasanya mustahil sekali bagiku. Sesuatu yang ga berguna, yang membunuhku perlahan. Memikirkannya saja aku tidak pernah, bahkan aku tidak ingin memikirkannya." Dea, siswi cantik yang duduk di bangku SMA itu sudah merasakan pukulan dunia...