Dean duduk dibangkunya dalam diam. Kalimat Dokter waktu itu masih terngiang dikepalanya.
Pasien mengalami koma karena benturan dikepalanya cukup parah...
Cukup parah...
Parah...
"Akhh!!" dia frustasi sendiri. Sebentar Dean menoleh kearah bangku disampingnya. Dean akui, dia rindu sikap dinginnya Dea.
Sejenak Dean tersenyum sendiri. Bagaimana bisa dia menyukai gadis terdingin di sekolah ini? Gadis yang sulit dijangkau.
Sebentar. Apakah jika Dean mengakui perasaannya pada Dea, mungkinkah gadis itu mau menerimanya? Sedangkan dia sudah mengalami rasanya kecewa selama dua kali. Memang brengsek si Doni.
Dean tiba-tiba teringat, dimana keberadaan cowok itu ya? Akhir-akhir ini dia sering alfa. Biarlah, dia ga peduli.
Dean menatap kedepan, kearah gadis yang tengah duduk dibangku paling depan. Sepertinya dia menangis. Dia takut kalau sampai terjadi apa-apa pada Dea.
Dean menghembuskan napas lelah. Dia kembali ingat mama tirinya. Bersyukur dia masih mempunyai mama tiri. Orang yang sudah peduli padanya. Sedangkan Dea? Sama sekali tidak. Begitu kuat gadis itu.
Cold girl, kapan lo akan bangun? Hm?
***
"De, balik gih! Biar Mama yang jaga."
"Sebentar lagi aja ya, Ma!"
"Yaudah, tapi jangan lama-lama lho!"
Dean hanya mengangguk pelan. Masih menatap seseorang didepannya yang tengah terbaring lemah dengan berbagai alat yang mendukungnya tetap hidup.
Memang, mulai kejadian pelukan kemarin, Dean sudah mulai menganggap Tante Sinta sebagai Mamanya sendiri. Dan dia sudah memanggilnya dengan sebutan 'Mama'.
Dean kembali menghembuskan napas berat. Dilihatnya jam tangan ditangan kanannya.
17.00
Mungkin dia harus pulang sekarang. Saat ini jam jaga buat dirinya sudah selesai. Dia harus pulang. Dan bergantian dengan Mamanya.
Cklek
"Yaudah Ma, Dean pulang dulu."
"Hm. Jangan lupa makan, ya! Cepet tidur!"
Dean kembali mengangguk dan berjalan pelan menyusuri koridor rumah sakit.
***
"De, kamu ga pulang?"
"Oh iya, Syil. Hari ini lo yang jaga Dea ya! Soalnya entar gue ada rapat organisasi." dengan cepat Dean memasukkan buku-bukunya kedalam tasnya.
"Oke deh! Lagian aku lagi kangen sama Dea." Syila berjalan menuju pintu.
"Jangan lupa, salam buat Dea ya! Bilang kalo gue ga bisa jaga dia karena sibuk."
Syila menunjukkan jempolnya keatas.
***
Kalo kayak gini kelihatan banget kalo kamu perempuan lemah, De. Ga kayak biasanya.
"Oh iya De, tadi Dean nitip salam buat kamu. Katanya dia ga bisa jagain kamu karena ada rapat organisasi."
"..."
Syila tersenyum getir. Ucapannya hanya dibalas oleh bunyi-bunyian alat-alat rumah sakit.
Kemana diri kamu yang kuat itu De? Plis, bangun! Aku rindu kamu. Buka mata kamu. Ga papalah kamu natap aku datar kayak biasanya, yang penting kamu bangun.
Air mata menetes dari kedua matanya Syila. Dia tidak kuat. Jujur, dia takut terjadi apa-apa pada Dea.
Lagipula, ini sudah hari ke-sepuluh Dea masih tertidur. Syila ga mau sampai kehilangan sahabat untuk kedua kalinya.
Dengan cepat Syila menghapus air matanya.
"Kamu harus janji ya, De. Pokoknya kamu jangan ninggalin aku!" Syila menggenggam erat kedua tangan Dea yang dingin dan lemah itu.
--------------***------------
KAMU SEDANG MEMBACA
DE
Fiksi Remaja"Cinta? Huh! Rasanya mustahil sekali bagiku. Sesuatu yang ga berguna, yang membunuhku perlahan. Memikirkannya saja aku tidak pernah, bahkan aku tidak ingin memikirkannya." Dea, siswi cantik yang duduk di bangku SMA itu sudah merasakan pukulan dunia...