Part 6. Dingin

848 27 0
                                    

"I-itu beneran Dea?" Dean menurunkan kecepatan motornya dan membawa motornya menuju gadis itu.

Saat sudah dekat, kira-kira 2 meteran, gadis itu menoleh kearah Dean. Karena dia merasa diikuti.

"Dea? Itu beneran elo?!" Dea juga shock atas kehadiran Dean disana. Tapi dengan cepat dia mengubah mimik wajahnya menjadi dingin kembali. Dan menatapnya tajam.

"Elo kenapa? Kenapa ga masuk sekolah? Terus, kaki elo kenapa diperban kayak gini? Dan kenapa elo ga ngabarin gue?!" bertubi-tubi Dean menanyai Dea. Sepertinya Dean sangat khawatir terhadap Dea. Entah itu khawatir dalam artian apa.

"Gue ga papa. Gue cuma ga mau masuk sekolah aja. Dan apa urusan elo nanyai gue sebanyak itu? Emang elo siapa gue?!" sekarang Dea juga ikutan marah. Apa haknya Dean menanyainya seperti itu?

Lalu Dea meninggalkan Dean yang tengah terdiam, masih terduduk di motornya. Dan Dea yang berusaha secepat mungkin pergi darisana meskipun jalannya tertatih-tatih.

"KARENA GUE TEMEN ELO, DE!" tiba-tiba Dean berteriak ketika jarak mereka berdua sudah lumayan jauh. Dea juga tiba-tiba berhenti, tapi itu sebentar. Dan selanjutnya dia kembali melanjutkan jalannya tanpa menoleh kearah Dean sedikit pun.

Kenapa elo sedingin itu sih, De?

              ***

"Dimana sih Dea?" tidak ada tanggapan dari lawan bicaranya. Dia hanya diam.

"De, kamu denger aku kan?" masih tidak ada tanggapan.

"De? Kamu--."

"Gue udah nemuin dia kemarin." ucapnya lesu.

"Beneran? Wah hebat kamu! Terus, kenapa dia hari ini ga masuk sekolah, lagi?" tanyanya antusias.

"Dia sakit."

"Sakit? Sakit apa?"

Dean menghembuskan napasnya pelan.

"Gue kemarin liat kakinya diperban."

"Di-diperban? Emangnya Dea kenapa?"

Dan pertanyaan Syila itu hanya mendapat gelengan dari Dean.

"Kok kamu ga tau sih, De? Katanya kamu kemarin liat dia. Kamu ga nanyain Dea gitu?"

Kemudian Dean menatap Syila tajam. Dan itu sedikit membuat Syila takut.

"Ck! Gue udah nanyain dia bermacam-macam kemarin. Kenapa dia ga masuk sekolah, kenapa kakinya diperban, dan kenapa dia ga ngabarin gue. Dan katanya, apa urusan gue tau semua itu. Gue bukan siapa-siapanya."

Syila kemudian terdiam.

"Asal elo tau ya, Syil. Bener kata Dea, kita tuh bukan siapa-siapanya dia." lanjutnya.

Syila menarik napasnya sejenak.

"Itu kamu, De. Yang menganggap kalo kita bukan siapa-siapanya Dea. Kita tuh temennya Dea! TEMENNYA! Aku udah anggap dia temen sejak pertama kali masuk sekolah ini." Syila marah dengan sikapnya Dean. Yang menurutnya, lemah.

"Tapi Dea ga nganggap elo gitu, Syil! Elo ga tau apa?!" Dean juga ikutan marah.

"Kamu salah, De. Kamu belum memahami Dea sepenuhnya. Gimana dia, dan sikapnya. Kamu ga tau semua itu. Kamu cuma anak pindahan yang baru kemarin mengenal Dea. Dan kamu langsung buat persepsi kayak gitu? Kamu salah besar De." dan ucapan Syila itu seperti hantaman keras buat Dean. Ya, dia terlalu sok tau tentang Dea. Padahal, dia hanya orang baru, yang baru kemarin mengenal Dea.

"Kalo kamu berhenti mencari tau tentang Dea, silakan. Asal kamu tau, aku ga akan berhenti sampai tau tentang Dea sepenuhnya. Ga cuma memperkirakan." lalu Syila pergi meninggalkan Dean yang mulai stres sendiri.

"Akkhh!!" teriaknya.

--------------***------------

DETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang