Part 22. Apa Ini?

454 18 0
                                    

Entah mengapa, sejak Syila mengatakan satu info penting itu kepadanya, dia selalu memikirkannya.

Seperti saat ini, Dean tengah berjalan menuju parkiran sambil memikirkan hal yang mengganggunya sedari tadi. Sudah dua kali dia menabrak orang karena hal itu. Ck! Dasar.

Dean terus berjalan, seketika pikirannya teralihkan karena disana terdapat gadis yang tengah hinggap dipikirannya sedari tadi. Dia berjalan pelan, mengenakan jaket kesukannya.

Imut. Satu kata itu mewakilinya saat ini. Andaikan saja dia tersenyum, pasti dia sudah sangat cantik.

Dean berniat berlari menuju Dea. Mengajaknya pulang bareng. Tapi, baru 1 meteran dia berlari, tiba-tiba datanglah Doni menghampiri Dea. Otomatis, Dean berhenti. Menyaksikan percakapan yang bakalan terjadi antara mereka berdua. Sayup-sayup dia mendengar...

"De, mau kemana?"

"..."

"Pulang bareng aku yuk! Entar kamu capek lagi."

Doni masih keukeh menawari Dea yang sedari tadi tidak menanggapinya.

"Apa peduli lo?"

"Kamu kok gitu sih, De?"

"Emang gue kenapa?"

"Elo beda."

"..."

Doni meraih tangannya Dea. Tapi entah mengapa, Dea tidak menolaknya. Dia hanya diam menatap Doni datar.

"Aku minta maaf ya, De. Aku akuin aku jahat sama kamu. Aku--."

"Ga usah sok drama king." Dea menghentakkan tangan itu.

Doni masih gigih, dia kembali meraih tangannya Dea. Dea sempat menolak, tetapi gagal. Karena Doni memegangnya erat.

"Aku minta maaf, De. Aku bener-bener minta maaf."

"Lepas!"

"Aku salah, De. Dan aku nyesel. Aku pengen mulai dari awal lagi. Kamu tau aku pindah sekolah karena apa? Itu semua karena kamu, Dea."

"Emang gue minta?"

"Plis De. Balik ke aku lagi, ya! Aku mohon!"

"Lepas!"

"Plis, De. Aku bener-bener nyesel. Aku janji ga akan sakitin kamu lagi kayak dulu."

"Ga usah ngomongin masa lalu. Gue ga suka."

"Gue minta maaf, De."

"Le—pas!" Dea kembali berniat menghentakkan pegangan itu. Tapi pegangan Doni bertambah erat.

Dean yang melihat itu mulai khawatir. Karena wajahnya Dea sedikit berubah. Ya, sedikit. Sampai hanya orang yang jeli mengamatinya yang akan tau. Dea seperti...kesakitan.

"Woi lepas!" Dean menghentakkan tangannya Doni yang memegang tangan Dea.

Doni terkejut.

"Ngapain lo disini?"

"Ngapain? Ini sekolah kali. Sekolah gue juga. Gue berhak dong disini." Dean sedikit terkekeh akan ucapannya itu yang menurutnya konyol.

"Ck! Bukan itu maksud gue. Maksud gue tuh, ngapain elo disini? Di hadapan gue sama Dea?" Doni memicingkan matanya. Dea melihat kelakuan mereka berdua masih dengan tatapan datarnya.

"Gue mau nyegah lo pulang bareng Dea." ucap Dean santai.

Doni sedikit marah akan hal itu.

"Kenapa lo mau nyegah gue pulang bareng Dea?"

Dean terdiam sejenak. Dia berasa sudah terkena skak mate. Jujur saja, dia tidak tau kenapa dia tidak rela melihat cowok lain akan mengantar Dea pulang. Yang cuma dia tau, dia tidak ingin hal itu terjadi. Dan akhirnya Dean hanya bisa diam.

Dea yang melihat mereka berdua lengah, lebih memilih pergi.

"De, mau kemana kamu?" Doni berlari mengejar Dea. Baru dua langkah berlari, dia sudah dihentikan oleh Dea.

"Jangan ikuti gue!"

"Tapi De--."

"Gue bilang jangan ikuti gue! Ngerti ga sih lo?" Dea menatap Doni sebal dan cepat-cepat pergi darisana.

Sedangkan Dean daritadi hanya diam dengan pikirannya sendiri. Dia masih bingung, kenapa dia tadi mencegah Doni pulang bareng Dea? Padahal itu haknya kan? Semua orang punya hak seperti itu.

--------------***------------

DETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang